Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)/Mining Industry Indonesia (MIND ID), Orias Petrus Moedak memastikan PT Freeport Indonesia (PT FI) mempunyai alokasi dana untuk mendukung kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola yayasan.
Kepastian ini untuk menjawab pernyataan Anggota Komisi VII DPR RI, Marthen Douw dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) asal Papua terkait pengalokasian dana revenue untuk CSR.
Baca Juga
"Untuk CSR memang nanti detailnya bisa disampaikan oleh Freeport yang lebih tau detailnya. Tetapi memang kita ada yayasan yabg dibentuk untuk (CSR) itu," tegasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/3).
Advertisement
Dia menyebut, besaran dana revenue yang dialokasikan PT Freeport Indonesia untuk program CSR sendiri tergolong tinggi. Yakni berkisar 1 persen dari nilai revenue.
"Jadi, kurang lebih itu angkanya 1 persen dari revenue pak. Ini cukup besar," ucapnya
Bos MIND ID ini menambahkan, CSR PT Freeport Indonesia sendiri telah menjalankan berbagai program yang berkontribusi langsung untuk masyarakat sekitar. Seperti bantuan untuk akses pendidikan yang lebih tinggi hingga penyediaan rumah sakit untuk peningkatan layanan kesehatan.
"Sementara ini, untuk pendidikan di sana (ada) sekolah-sekolah dan di sana juga (ada) rumah sakit. itu bagian dari CSR," bebernya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pembangunan Smelter Freeport Molor, Ini Penjelasan Menteri ESDM
Menteri ESDM Arifin Tasrif mendapat kritikan dari anggota DPR Komisi VII soal pembangunan smelter PT Freeport Indonesia yang molor.
Tercatat, progress pembangunan smelter ini baru mencapai 6 persen. Beberapa anggota DPR mengatakan pembangunan smelter ini tidak ada hasilnya dan berpotensi memakan waktu lebih lama jika tidak diselesaikan.
Menanggapi kritikan itu, Arifin mengatakan penyebab mandeknya pembangunan smelter tersebut dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia.
"Di tahun 2020 karena terdampak pandemi, Freeport meminta penundaan setahun pembangunan smelter, karena pandemi jadi tidak bisa melakukan kegiatan konstruksi," ujar Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Senin (22/3/2021).
Menurut Arifin, berdasarkan aturan, keterlambatan pembangunan smelter ini akan mendapatkan penalti. Nantinya penalti yang diberikan sebesar 20 persen dari pendapatan tahun berjalan.
Kata Arifin, jika tidak diberikan izin ekspor maka akan berdampak pada penurunan penerimaan negara.
"Kalau nggak diberikan izin ekspor, akan berdampak pada penerimaan negara dan juga dampak sosial ke para karyawan Freeport. Oleh karena itu, kita berikan izin dengan tetap ada denda karena keterlambatan," ujarnya.
Advertisement
Masih Jauh Dari Harapan, DPR Tagih Realisasi Pembangunan Smelter Freeport
Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VII mempertanyakan progress pembangunan smelter PT Freeport Indonesia dalam rapat kerja bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin (22/3/2021).
Anggota komisi VII fraksi PDIP Nasyirul Falah Amru mengatakan, progres pembangunan smelter Freeport saat ini baru mencapai 6 persen. Angka tersebut masih jauh dari ekspektasi.
"Ini berpotensi melanggar Undang-undang Minerba yang kemarin baru kita luncurkan," kata Amru dalam rapat.
Memang, adanya pandemi turut berpengaruh terhadap progres pembangunan smelter ini. Kendati Amru mengakui, dirinya mendapat informasi bahwa smelter akan dipindahkan ke Halmahera.
Tentu, jika perpindahan tersebut terjadi, pembangunan smelter akan semakin molor, bahkan hingga 2 tahun.
"Kami juga ingin mempertanyakan kepada pak menteri, apakah pemindahan smelter Freeport ini dilakukan ke Halmahera atau masih bertahan ke Gresik dengan segala fasilitasnya?" ujarnya.
Anggota lainnya, yaitu Ridwan Hisjam daei Fraksi Partai Golkar menilai pembangunan smelter Freeport hanya akal-akalan karena tidak menghasilkan apa-apa.
Padahal, pemerintah sudah memiliki saham Freeport hingga 51 persen. Oleh karenanya, dirinya heran jika pembangun smelter tidak berprogres signifikan.
Ridwan mengusulkan agar BUMN dan swasta di bidang tambang dapat membangun ekosistem hilir yang lebih terpadu dengan pengawasan pemerintah.
"Saya mengusulkan, cobalah pemerintah yang turun tangan melakukan pembangunan dan semua jadi anggotanya dari anak-anak perusahaan, baik perusahaan BUMN maupun swasta, dan lokasi tidak usah jauh-jauh, di Gresik Petrokimia," katanya.