Liputan6.com, Jakarta Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan memberikan pandangan tentang kondisi kinerja keuangan BUMN sektor konstruksi yang disebutnya 'haus hingga ke kerongkongan'.
Hal ini terlihat dari laporan keuangan beberapa BUMN karya yang ternyata mengalami rugi, atau mengalami penurunan laba dari periode sebelumnya.
"Sudah agak lama para pengamat ekonomi memprediksi: BUMN kelompok infrastruktur tinggal tunggu waktu, sulit atau sulit sekali," ujar Dahlan Iskan dalam tulisan pribadinya di lama DI's Way, dikutip Minggu (4/4/2021).
Advertisement
Misalnya saja, Waskita Karya yang rugi hingga Rp 7 triliun. Kemudian Wijaya Karya yang labanya terjun bebas dari Rp 2,2 triliun menjadi kurang dari Rp 200 miliar. Adapul laba PT PP yang juga anjlok dari Rp 800 miliar menjadi Rp 128 miliar.
Menurut Dahlan, pekerjaan infrastruktur memang gegap gempita beberapa tahun terakhir. Namun sekuat-kuatnya perusahaan infrastruktur, tetap saja harus mengandalkan sumber dana dari pihak ketiga.
Sementara, pihak ketiga seperti bank juga harus tetap tunduk pada peraturan di bidang perbankan. "Dana bank adalah napas nomor satu mereka. Maka ketika perusahaan sudah tidak bisa lagi pinjam dana bank, karena sudah mencapai batas atas, bencana tahap 1 pun datang," ujarnya.
Lanjutnya, ketika bank sudah tidak bisa memberi pinjaman, maka pilihannya tinggal obligasi, MTM dan sejenisnya. Namun, kemungkinan bunga yang diterapkan akan lebih tinggi.
Apalagi, jika obligasi sudah jatuh tempo dan perusahaan terbukti gagal bayar, pilihannya hanya menerbitkan obligasi baru dengan bunga yang lebih tinggi.
Bahkan, jika menggunakan opsi right issue di pasar modal, BUMN tetap punya batasan menjual saham ke publik, yaitu 50 persen saja.
"Perkiraan saya, merosotnya kinerja keuangan mereka sebagian besar akibat kemakan bunga tinggi," ujarnya.
Saksikan Video Ini
Indef Ingatkan Utang BUMN Karya Sudah Lampu Merah
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Deniey A Purwanto menyoroti utang BUMN karya yang disebut sudah dalam batas kewaspadaan.
Dia mencontohkan utang PT Adhi Karya (Persero) Tbk perlu mendapat perhatian serius yang telah melampaui batas wajar atau lampu merah.
Ini terlihat dari rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity (DER) Adhi Karya memiliki angka yang tinggi dibanding BUMN karya lainnya. Adapun DER Adhi Karya mencapai 5,76 kali.
"Jadi utangnya 5,76 kali dari ekuitasnya. Ini sudah sebenarnya lampu merah lah untuk segera rmerestrukturisasi utang yang ada di BUMN karya," ujar Deniey dalam diskusi online, Jakarta, Rabu (24/3).
Apabila melihat sisi utang 4 BUMN karya yang akan direstrukturisasi, Deniey mengatakan, BUMN lainnya seperti PT Waskita Karya (Persero) memiliki komposisi yang berbeda. Waskita Karya cenderung memiliki utang jangka panjang.
"Waskita Karya dia lebih banyak utang jangka panjang. Sementara 3 BUMN karya lainnya didominasi utang jangka pendek di mana, tentu saja konsekuensi komposisi utang jengka pendek dan panjang membutuhkan strategi kebijakan yang berbeda," jelasnya.
Namun, sebagaimana disampaikan Kementerian Keuangan, BUMN karya ini ada yang mendekati dan ada yang melawati batas wajar.
Adapun DER Waskita Karya sebesar 3,42 kali, PT PP (Persero) Tbk sebesar 2,81 kali dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sebesar 2,70 kali.
"Namun yang perlu menjadi catatan ini juga sudah disebutkan Kementerian Keuangan. Bahkan untuk BUMN karya ini beberapa sudah hampir mencapai begitu paling tidak, atau sudah melewati beberapa batas wajar kalau dilihat debt to equtiy ratio, batas amannya," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement