Liputan6.com, Jakarta Penyaluran bantuan sosial atau subsidi kepada masyarakat yang membutuhkan belum tepat sasaran. Masih terjadi kebocoran penyaluran sehingga masyarakat yang tidak membutuhkan juga bisa menerima subsidi.
Ketua Badan Anggaran ( Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan, dirinya menemukan fakta di lapangan bahwa pengelolaan belanja subsidi masih memiliki kelemahan yang mendasar. Terdapat masalah di lapangan paling sering adalah mengenai validitas data, pengendalian harga dan volume.
Baca Juga
Bahkan dalam realisasi pemberian subsidi masih banyak ditemukan pihak yang seharusnya berhak menerima subsidi tetapi tidak menerima. Sedangkan pihak yang seharusnya tidak berhak menerima tetapi ikut menerima subsidi.
Advertisement
"Kami menaruh perhatian kami menaruh perhatian terhadap kebijakan manajemen pengelolaan subsidi yang digunakan selama ini," ujarnya dalam rapat bersama dengan pemerintah, di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Senin (31/5/2021).
Masyarakat miskin dan rentan miskin yang masuk dalam kelompok 40 persen hanya menikmati 26 persen dari subsidi listrik. Begitupun dengan elpiji 3 kg, di mana 30 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi hanya menikmati 22 persen dari subsidi. Sementara 86 persen dinikmati oleh kelompok yang lebih mampu.
"Termasuk yang ikut menikmati para pejabat pemerintah anggota DPR dan kelompok masyarakat yang mampu di lainnya. Makanya kompensasi tidak boleh ada lagi, masa saya bayar listrik ternyata ada kompensasi dibantu pemerintah itu kan lucu juga.
Oleh karena itu, Banggar DPR RI mengingatkan pemerintah agar belanja pemerintah pusat harus mendorong secara efektif keberhasilan penanganan Covid-19 dan akselerasi pemulihan ekonomi nasional serta mempersempit ruang terjadinya kerawanan sosial.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harus Tepat Sasaran
Said ingin beberapa prioritas belanja pemerintah harus mampu memiliki sasaran yang tepat, salah satunya adalah alokasi anggaran perlindungan sosial yang sesuai dengan kebutuhan pemulihan ekonomi ytahun 2022.
Selain itu, prioritas belanja pemerintah juga harus pengaruh peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, untuk pendidikan, memperkuat ketahanan pangan, menghidupkan kembali sektor pariwisata, pembangunan infrastruktur yang tertunda, mendorong dunia usaha, dan membantu sektor UMKM segera bangkit.
"Semua alokasi anggaran pemerintah pusat tersebut harus berbasis kepada output outcome dan hasil yang terukur dengan baik," tandasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement