Liputan6.com, Jakarta - Dewan Energi Nasional (DEN) mengingatkan insentif harga gas khusus untuk industri sebesar USD 6 per MMBTU, harus membawa dampak positif pada penerimaan negara.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan, untuk menurunkan harga gas bumi untuk industri sebesar USD6 per MMBTU sampai tingkat konsumen industri, negara telah berkorban mengurangi pendapatannya dari sektor hulu migas. Ini berpengaruh pada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Kalau kita melihat perkembangan harga gas bumi dan kinerja PNBP jangan kaget, ada kebijakan yang baru tentunya PNBP disektor migas mengalami penurunan," kata Satya, di Jakarta, Kamis (24/6/2021).
Advertisement
Satya melanjutkan, implementasi penurunan harga gas sebesar USD 6 per MMBTU perlu dievaluasi secara menyeluruh, baik dari sisi penerimaan negara dari sektor hulu migas, pendapatan negara dari pajak industri yang mendapat insetif harga gas USD6 per MMBTU dan meningkatnya daya saing industri.
Menurutnya, evaluasi tersebut untuk memastikan negara mendapat manfaat dari penerapan penurunan harga gas sebesar USD 6 per MMBTU, setelah berkorban memangkas pendapatannya dari sektor hulu migas.
"Niatan kita membuat industri kompetitif ini sudah luar biasa. Mudah-mudahan ada balance apa yang sudah dikorbankan," ujarnya.
Satya pun memberikan rekomendasi ke pemerintah agar memastikan ketersediaan penerimaan bagi negara akibat adanya penurunan harga gas sebesar USD 6 per MMBTU yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2020 pasal 5 ayat 6.
"Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan perlu melakukan evaluasi terhadap dampak adanya pertumbuhan industri atas penerimaan pajak yang diakibatkan dari harga gas USD 6 per MMBTU yang lebih kompetitif," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi Bakal Tetapkan Harga Gas USD 6 per MMBTU, Ini Kata BPH Migas
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa angkat bicara soal rencana penetapan harga gas di level USD 6 per Millions British Thermal Units (MMBTU).
Ifan, sapaan akrab Fanshurullah Asa, mengatakan, BPH Migas mendukung 100 persen keputusan pemerintah, dalam hal ini Presiden, untuk menetapkan harga gas USD 6 per MMBTU sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016.
"Kita BPH Migas ini punya tanggung jawab langsung ke Presiden, bukan ke Kementerian ESDM. Jadi kita tunduk dan patuh terhadap apa yang digariskan di Perpres 40/2010," ujar Ifan saat ditemui di Bekasi, Kamis (22/4/2021).
Kendati, lanjutnya, ada beberapa hal yang harus diluruskan mengenai penetapan harga ini dan tanggung jawab pelaksanaan serta pengawasannya. Menurutnya, selama ini banyak pihak miskonsepsi atas penetapan tarif angkutan gas bumi dan tarif penyalurannya.
Ifan menjelaskan, tarif penyaluran gas bumi merupakan tarif total biaya pengangkutan (toll fee) ditambah dengan biaya distribusi dan niaga.
"Nah sesuai dengan tugas di UU Migas, BPH Migas itu hanya toll fee saja. Jadi distribusi dan biaya bukan tugas BPH Migas," tandasnya.
Adapun, penetapan biaya distribusi dan niaga tersebut merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM. Ifan bilang, hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 tahun 2017.
"Dan 18 bulan sejak diundangkan harusnya sudah ditetapkan. Jatuhnya itu sekitar di Juni 2019. Bayangkan ini sudah 2 tahun," katanya.
Di sisi lain, biaya distribusi dan niaga ini bersifat business to business sehingga hanya dimiliki badan usaha. Untuk mengumpulkan data harga gas tersebut, tentunya Kementerian ESDM harus meminta langsung kepada perusahaan.
"Jadi bukan tugas BPH Migas. Kita hanya memastikan tarif pengangkutan. Kami sudah menetapkan toll fee di 65 ruas dan itu selalu melalui public hearing, sidang komite," ujar Ifan.Â
Advertisement