Pemerintah Diberi Waktu 2 Tahun Perbaiki UU Cipta Kerja

MK menyatakan jika UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Nov 2021, 15:40 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2021, 15:40 WIB
FOTO: Aksi Buruh Demo Tolak Omnibuslaw dan Kenaikan Upah 2022
Massa buruh gabungan menggelar aksi di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Dalam aksinya, ratusan buruh tersebut menuntut pembatalan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dan kenaikan upah 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengeluarkan keputusan terkait tuntutan soal UU Cipta Kerja. Salah satunya meminta pemerintah dalam hal ini selaku pembentuk undang-undang untuk memperbaiki beleid tersebut dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan MK.

Kemudian apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja),  undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan melansir laman Antara di Jakarta, Kamis (25/1/2021).

Selain itu, MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Serta tidak dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).

MK menyatakan jika Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyara.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan," jelas Anwar Usman.

Kendati demikian, dia menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Respon Buruh Gugatan Ditolak MK

FOTO: Minta UU Cipta Kerja Dicabut, Buruh Unjuk Rasa Bawa Pembalut Wanita
Massa Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (16/11/2020). GSBI meminta pemerintah mencabut UU Cipta Kerja serta menaikkan upah buruh 2021 sesuai kebutuhan rill buruh dan keluarga. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan untuk membatalkan UU Cipta Kerja yang dilayangkan buruh.

Menanggapi hal ini, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan jika pihaknya menghormati segala putusan MK tersebut.

"Kami menyatakan rasa apresiasi yang tinggi kepada MK, KSPI dan buruh Indonesia meyakini masih ada keadilan yang bisa ditegakkan di dalam proses perjuangan buruh untuk melawan oligarki partai politik bersama pemerintah untuk menghancurkan hak-hak buruh melalui omnibus law  UU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan," kata dia dalam keteragan tertulis di Jakarta, Kamis (25/11/2021).

KSPI juga merespon sikap Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Menurut Said, pihaknya akan mengikuti apa yang telah diamanatkan MK kepada Pemerintah dan DPR untuk memperbaiki prosedur tata cara pembuatan UU Cipta kerja dalam jangka waktu 2 tahun. Dia berharap dalam proses ini, buruh dan masyarakat ikut dilibatkan.

"Tentu waktu 2 tahun ke depan yang diminta MK kepada pemerintah dan DPR untuk membahas sesuai dengan prosedur tata cara pembuatan UU, agar tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan melibatkan partisipasi publik termasuk buruh, kami akan ikuti dan siap sepanjang tidak bertentangan dengan UU dan sepanjang tidak mengurangi hak-hak kaum buruh," tutup dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya