Belanja PNS Maksimal 30 Persen, Pemda Bisa Hemat Rp 4,7 triliun

Pemerintah dan DPR menyepakati belanja pegawai daerah dipatok maksimal 30 persen dan belanja infrastruktur maksimal 40 persen.

oleh Arief Rahman H diperbarui 07 Des 2021, 22:32 WIB
Diterbitkan 07 Des 2021, 21:34 WIB
Tingkat Mutu dan Produktivitas, Kemnaker Ajak ASN Indramayu Belajar dari Pelaku Industri
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara atau PNS

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dan DPR RI telah menyepakati untuk membatasi besaran belanja oleh pemerintah daerah untuk mengefisienkan dan mengharmonisasikan antara pemerintah pusat dan daerah. Dua hal yang dibatasi, yakni belanja pegawai serta belanja Infrastruktur di lingkup Pemerintah Daerah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan pembatasan belanja ini ditetapkan untuk mendorong peningkatan kualitas belanda di daerah.

“Untuk kualitas belanja kami akan bersama-sama DPR telah sepakat untuk melakukan pengaturan belanja pegawai dan belanja infrastruktur, (belanja) pegawai 30 persen, (belanja) infrastruktur 40 persen dengan transisi selama 5 tahun,” katanya saat konferensi pers, Selasa (7/12/2021).

Sri Mulyani memperkirakan pembatasan belanja pegawai pemerintah daerah (Pemda) sebesar 30 persen tersebut akan mengefisiensikan dana hingga Rp 4,7 triliun..

Dengan begitu, harapannya, belanja Pemda akan lebih terarah dan tepat sasaran. Lebih jauh, melalui penerapan Undang-undang Harmonisasi Keuangan Pusat Daerah (UU HKPD) akan menciptakan pemerataan pembangunan antar daerah di Indonesia.

“Sementara untuk penguatan kualitas SDM maka akan dilakukan peningkatan kualitas dari aspek pengawasan termasuk dalam hal ini pengawasan intern pemerintah daerah dengan melibatkan BPKP,”

Kemudian, dalam aspek pembiayaan, pemerintah akan tetap mengendalikan daerah untuk tidak meningkatkan rasio utang, meski akan dikendalikan secara disiplin. Serta bagi daerah yang memiliki kapasitas fiskal untuk tidak membentuk dana abadi di daerah masing-masing.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Empat Pilar

Menkeu Sri Mulyani Hadiri Seminar Nasional Nota Keuangan APBN 2020
Menkeu Sri Mulyani memberi sambutan pada Seminar Nasional Nota Keuangan RAPBN 2020 : Mengawal Akuntabilitas Penerimaan Negara di Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2019). Sri Mulyani menjelaskan kondisi ekonomi global diselimuti awan hitam. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sri Mulyani menyebut ada empat pilar penting yang termuat dalam UU HKPD ini. Pertama, mengembangkan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dengan meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal.

Kedua, mengembangkan sistem pajak daerah untuk mendukung alokasi sumber daya yang efisien, ketiga kualitas belanja, keempat harmonisasi belanja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Untuk itu, kata dia, melalui pelaksanaan UU HKPD ada beberapa hal yang bisa meningkatkan kapasitas pendapatan Pemerintah Daerah.

Uang Perjalanan DinasMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati blak-blakan menyebut uang perjalanan dinas bagi Pegawai Negeri Sipil di daerah lebih besar dari abdi negara di pusat. Bahkan, perbedaan besarannya bisa mencapai 50 persen.

Ia juga menyampaikan honorarium yang berlaku dan diterima oleh PNS di daerah cukup beragam. Honorarium terendah ada di angka Rp 325 ribu dan paling tinggi ada di angka Rp 25 juta.

“Bervarisasinya pemberian honorarium PNS di daerah, minimal Rp 325 ribu hingga maksimal bisa diberikan honor Rp 25 juta,” kata dia dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (7/12/2021).

Lebih lagi, ia mengungkapkan besaran uang harian perjalanan dinas dari PNS di daerah lebih tinggi jika dibandingkan dengan PNS di pusat.

“Besaran uang harian perjalanan dinas yang rerata 50 persen lebih tinggi dari aparat pemerintah pusat,” kata dia.

Dengan tingginya perbedaan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat tersebut, ia mengatakan perlu dilakukan standarisasi agar belanja darah betul-betul bertujuan untuk masyarakat dan lebih efisien. Hal ini juga yang kemudian dibahas dalam Undang-undang Harmonisasi Keuangan Pusat Daerah (UU HKPD) yang baru disahkan DPR.

“Sama sekali tidak bertujuan untuk melakukan resentralisasi, namun justru akan menguatkan desentralisasi sebagai satu pilihan policy untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat yang berkualitas dan bertanggung jawab demi kepentingan rakyat,” tuturnya.

Ia menyebutkan desentralisasi fiskal tak lagi fokus pada sumber daya asal daerah mana yang paling besar, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana sumber keuangan daerah itu dapat menghasilkan output dan outcome yang bermanfaat bagi masyarakat untuk bisa dirasakan dan terjadi akuntabilitasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya