Fakta-Fakta Harga LPG Nonsubsidi Naik, Tembus Rp 163 Ribu

Pemerintah melalui PT Pertamina menaikkan harga LPG nonsubsidi.

oleh Tira Santia diperbarui 28 Des 2021, 10:30 WIB
Diterbitkan 28 Des 2021, 10:30 WIB
20151103-Bright Gas Ditargetkan Rebut 23% Pangsa Pasar Elpiji Subsidi-Jakarta
Pekerja menata tabung Bright Gas 5,5 Kg yang dibanderol dengan harga Rp66.000 usai pengisian di Depot and Filling Station LPG Pertamina Plumpang, Jakarta, Selasa (3/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui PT Pertamina menaikkan harga LPG nonsubsidi. Adapun tujuan harga LPG nonsubsidi naik untuk merespon tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang 2021.

Besaran penyesuaian harga LPG nonsubsidi yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5 persen berkisar antara Rp 1.600 - Rp 2.600 per Kg.

"Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga LPG kedepan serta menciptakan fairness harga antar daerah," jelas Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Sub Holding Pertamina Commercial & Trading Irto Ginting saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (26/12/2021).

Dia menjelaskan, jika tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang tahun 2021.

Berikut fakta-fakta terkait kenaikan harga LPG nonsubsidi dirangkum Liputan6.com, Selasa (28/12/2021).

1. LPG 12 kg tembus Rp 163 ribu

Salah satu pengelola agen LPG di Jakarta Barat, Sukirman menyampaikan ada perbedaan harga untuk kedua jenis LPG nonsubsidi itu.

Di PT Buana Nittanindo Gas, harga jual dari agen tersebut yakni LPG 12 kg dipatok Rp 163.000 dan LPG 5,5 kg dipatok Rp 76.000.

“Dan Bright Gas 3 kg Rp 45.000,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Senin (27/12/2021).

Ia menyampaikan perubahan harga hanya terjadi pada LPG nonsubsidi termasuk LPG 3 kg nonsubsidi. Sementara LPG 3kg subsidi tetap mengikuti harga yang ditentukan sebelumnya.

2. Kenaikan Harga Berlaku Sejak 25 Desember 2021

Lebih lanjut, Sukirman menyebut harga baru ini mulai berlaku per 25 Desember 2021. Sesuai dengan surat edaran yang disebarkan Pertamina.

Ia pun mencatat harga LPG 12 kg mengalami kenaikan sebesar Rp 21.000 per tabung dari harga sebelumnya Rp 141.000. Sementara untuk LPG 5,5 kg mengalami kenaikan sebesar Rp 11.000 per tabungnya.

“Yang 5,5 kg dari Rp 65.000 naik jadi Rp 76.000,” katanya.

3. PLN di Untungkan

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, mengatakan adanya kenaikan harga ini dipandang akan menguntungkan PT PLN (persero). Pasalnya, kenaikan harga diprediksi Mamit juga akan mendorong sejumlah kalangan untuk melirik kompor listrik dan induksi.

“Yang cukup diuntungkan dengan kenaikan ini adalah PLN. Karena kemungkinan terjadinya migrasi ke kompor induksi semakin besar,” katanya.

“Ini menjadi peluang bagi PLN untuk terus mempromosikan program.kompor induksi ini,” imbuh Mamit.

Di sisi lain, ia khawatir kenaikan harga ini akan mendorong pengguna LPG bersubsidi bertambah. Mengingat ada perbedaan harga yang jauh antara LPG 12 kg, 5,5 kg, dan 3kg.

Meski akan ada migrasi penggunaan ke LPG subsidi, Mamit menilai konsumen akan menambahkan aspek keamanan sebagai bahan pertimbangan memiliki LPG nonsubsidi atau yang bersubsidi.

“Tetapi disisi lain, karena pengguna LPG NPSO (nonsubsidi) ini adalah orang-orang yang mampu, dimana penilaian mereka akan faktor keamanan, dalam menggunakan LPG NPSO jika dibandingkan PSO menjadi utama,” terangnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Hak Pertamina

Upaya Pertamina Penuhi Kebutuhan Stok LPG Nasional
Pekerja menata tabung gas elpiji di Jakarta, Senin (8/3/2020). PT Pertamina (Persero) meneken sales confirmation agreement untuk liquefied petroleum gas (LPG) dan sulfur dari Abu Dhabi guna menambah pasokan kebutuhan dalam negeri sebesar 6 juta ton per tahun. (Liputan6.com/Johan Tallo)

4. Pertamina Berhak Lakukan Penyesuaian Harga LPG

Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menyampaikan, langkah menaikkan harga LPG sebagai langkah tepat. Namun, mengantisipasi adanya migrasi dari LPG nonsubsidi ke LPG subsidi, ia menyoroti ketersediaan di masyarakat.

Ia mengamini akan terjadi peralihan penggunaan LPG 12 kg dan 5,5 kg ke LPG subsidi 3kg. Namun porsi pergeserannya tidak akan signifikan.

“Tapi yang perlu dipastikan jangan sampai pasokan LPG subsidi ini timpang antar wilayah, ini akan pengaruhi daya beli masyarakat. Kalau pasokan ini terganggu, nanti terpaksa harus beli LPG nonsubsidi.” Katanya kepada Liputan6.com, Senin (27/12/2021).

“Kuncinya, kalau masalah di lapangan jaminan LPG subsidi ini harus proporsional antar wilayah,” imbuh Abra.

Ia menilai, langkah Pertamina menaikkan harga LPG nonsubsidi ini sebagai langkah bisnis biasa. Pasalnya penentuan harga LPG non subsidi mengacu pada biaya pokok produksi (BPP).

“Artinya tentu Pertamina Patra Niaga berhak melakukan penyesuaian, LPG nonsubsidi ini porsinya kecil, ini masyarakat masih terbantu dengan LPG subsidi,” katanya.

Perubahan harga ini menurunya tidak akan berdampak signifikan terhadap ekonomi sosial masyarakat karena masih ada LPG bersubsidi. “yang realitanya (LPG Subsidi) dipakai oleh masyarakat mampu, itu yang menunjukkan kenaikan harga LPG nonsubsidi tak berpengaruh besar,” katanya.

 

Peralihan Energi

Pastikan Distribusi BBM & LPG ke Masyarakat Aman, PT Kilang Pertamina Internasional Unit Balongan Tetap Beroperasi Selama Nataru
(Foto:Dok.Pertamina)

5. Jadi Momen Peralihan Energi

Lebih lanjut Abra menilai hal ini bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk peralihan ke energi yang lebih bersih. Misalnya disamping penggunaan kompor gas, masyarakat yang mampu akan melirik kompor listrik atau induksi.

Menurutnya, yang paling penting disamping harga komoditas ini yang naik adalah segera dilakukan reformasi subsidi energi. LPG 3kg ini masih mekanismenya (subsidi) terbuka, dia pikir ini momentum subsidi harus lebih terarah.

“Jadi momentum transisi energi juga, masyarakat non konsumen (subsidi) dia kan ketika menghadapi harga ini akan mulai beralih, yang penting juga pemerintah mesti menyediakan alternatif, mereka disodorkan energi lain,” imbuhnya.

Misalnya, dalam hal ini adalah kompor listrik atau kompor induksi yang digadang-gadang pemerintah memiliki biaya yang lebih murah.

“Alternatif energi, pemerintah punya mimpi untuk proyek gasifikasi batubara, proyek DME (Dimethyl Ether) saat ini dapat momentum untuk dipercepat, ini jadi semakin luas,” katanya.

Dengan demikian, ia menuturkan ada tiga hal yang bisa jadi alternatif yakni, DME, Jaringan Pipa Gas (Jargas) dan kompor tenaga listrik atau induksi.

“Saya pikir kenaikan harga LPG ini harus jadi momentum shifting perilaku masyarakat. Ujungnya bisa lepas dari impor LPG. Diketahui, Konsumsi LPG kita naik, tahun lalu aja, konsumsi 8,8 juta ton, dan tahun sebelumnya 7,7 juta ton,” terangnya.

Bahkan di 2024 ia memprediksi naik ke 11,9 juta ton, kalau pemerintah tak siapkan alternatif LPG ini, lama-lama kita akan bergantung dengan LPG. Apalagi harga yang meroket pasti akan bergantung ke impor.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya