Liputan6.com, Jakarta Kelangkaan bahan bakar jenis Biosolar atau solar subsidi yang dimulai sejak sebulan lalu di luar Jawa, belum juga menunjukkan tanda-tanda akan segera teratasi, bahkan daerah yang mengalami kelangkaan telah semakin meluas.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Jateng & DIY Bambang Widjanarko, mengungkapkan, di beberapa daerah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa masih saja terjadi antrean panjang untuk mendapatkan solar bersubsidi.
Baca Juga
Bahkan pengemudi truk terpaksa banyak yang sampai harus rela menginap di sejumlah SPBU demi untuk mendapatkan Biosolar.
Advertisement
Dia pun mempertanyakan apa yang terjadi hingga langkanya Biosolar. Sebenarnya pemerintah, Pertamina dan BPH Migasperlu berterus terang kepada masyarakat tentang apa yang sedang terjadi.
"Jangan semua pihak hanya berusaha mengeluarkan pernyataan berupa pembelaan terhadap institusinya masing-masing saja," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/3/2022).
Menurutnya, bagi masyarakat pengguna Biosolar yang paling dibutuhkan adalah bagaimana caranya agar Biosolar selalu tersedia dan pembeli tidak perlu mengantre hingga berjam-jam bahkan berhari-hari untuk mendapatkannya, daripada harus mendengar keterangan yang berbeda-beda dari pemerintah, Pertamina dan BPH Migas.
"Sebenarnya ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan agar quota Biosolar bisa mencukupi kebutuhan masyarakat.Antara lain adalah Biosolar hanya dijual kepada semua jenis angkutan umum saja dan tidak diperuntukkan bagi semua jenis kendaraan pribadi," usulnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Subsidi Biosolar
Atau pemerintah harus berani mencabut subsidi Biosolar jika memang pemerintah punya alasan tidak mau APBN tekor gara-gara kenaikan harga minyak dunia yang sudah hampir mencapai 100 persen (dari USD 65 menjadi diatas USD 100 per barel).
Alternatif selanjutnya, jika memang pemerintah tetap tidak mau mencabut subsidi namun tidak mau tekor lebih banyak lagi akibat kenaikan harga minyak dunia, maka pemerintah bisa saja menetapkan misalnya hanya sanggup mensubsidi Rp 2.000,- per liter saja, berarti menaikkan harga Biosolar tanpa harus melepas subsidi sepenuhnya.
"Daripada harga Biosolar tetap sedangkan harga minyak dunia sudah naik sangat signifikan, sehingga subsidi pemerintah membengkak dan pemerintah tidak mau APBN jebol, malah mengambil opsi mengurangi pasokan Biosolar sehingga mempersulit masyarakat yang membutuhkan," pungkas Bambang.
Advertisement