Liputan6.com, Jakarta - NOICE, platform audio multi-vertikal Indonesia, memperoleh USD 22 juta atau Rp 315,9 miliar dalam putaran pendanaan Seri A yang dipimpin Northstar Group, dengan partisipasi yang dipimpin investor Alpha JWC, Kinesys, dan Go-Ventures, yang merupakan lengan investasi Gojek.
"Kami akan menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan komunitas pembuat konten audio kami, memajukan platform teknologi, dan melipatgandakan upaya kami dalam mengembangkan seri audio," kata CEO NOICE Rado Ardian, dikutip dari laman e27, Rabu (20/4/2022).
"Kami bertujuan untuk menampilkan cerita-cerita terbaik Indonesia dari komunitas penulis/pendongeng lokal dan mengadaptasinya ke dalam format audio. Kami telah menguji coba format baru ini dan menemukan hasil interaksi dan retensi yang sangat menjanjikan," sambungnya.
Advertisement
Putaran pendanaan ini datang beberapa minggu setelah Noice mengumumkan investasi strategis oleh RANS Entertainment, perusahaan konten terkemuka yang didirikan oleh pasangan selebriti Raffi Ahmad dan Nagita Slavina.
Diluncurkan pada Juni 2018 sebagai platform streaming radio, NOICE menawarkan konten audio lokal, termasuk radio, musik, buku audio, dan podcast, ke pendengar terdaftar di seluruh Indonesia.
Mahaka Media Group, sebuah perusahaan yang didirikan menteri BUMN rick Thohir, adalah investor utama di NOICE.
NOICE membedakan dirinya dari pesaing globalnya Spotify, melalui konten in-house hyperlocal platform.
Ini berfokus pada produksi dan kurasi konten audio lokal di berbagai vertikal audio dan menampung lebih dari 40.000 konten.
Perusahaan tersebut juga bekerja sama dengan komunitas penulis lokal untuk meluncurkan serial drama audio asli.
NOICE Sudah Gaet Lebih dari 2 Juta Pengguna
NOICE saat ini melayani lebih dari dua juta pengguna dan mengklaim telah tumbuh lebih dari 4 kali selama setahun terakhir.
Pendengar aplikasi NOICE bahkan telah menghabiskan sekitar 80 menit per hari di platform tersebut.
Platform audio ini juga menjalankan program pengembangan kreator end-to-end untuk memandu para kreator sepanjang perjalanan kreatif mereka.
Selain itu, aplikasi ini juga mencakup platform SaaS pembuatan audio eksklusif yang memungkinkan kreator membangun dan mempublikasikan kontennya secara langsung di NOICE.
"Pengguna dan kreator selalu menjadi prioritas utama kami," tutur CEO NOICE Rado Ardian.
Dilanjutkannya, "Kami ingin pengguna memiliki NOICE sebagai aplikasi pendamping harian mereka melalui berbagai rangkaian konten mulai dari calon pencipta baru dan talenta hyperlocal hingga mega influencer".
"Sementara di pihak kreator, kami ingin berinvestasi dalam membangun Noicemaker Studio, baru-baru ini kami meluncurkan platform yang berfokus pada kreator di mana para kreator dapat mengembangkan acara mereka dan membuka potensi monetisasi yang didorong oleh kreator,” tambah Rado.
Advertisement
3 Model Bisnis Startup Teratas Asia 2022 versi Microsoft, Ada Grab hingga GoTo
Bagi pengusaha di Asia, masa depan tampak lebih cerah dari sebelumnya. Sumber daya manusia yang terus berinovasi berhasil menciptakan model bisnis baru yang mampu eksis di pasar global.
Kepala Strategi di Microsoft Jesus Martin mengatakan, dibanding negara lain, Asia berhasil membentuk konektivitas lain untuk menjadi apa yang disebut "mobile-first”.
"Karena Asia menjadi mobile-first, mobile menjadi platform yang mendukung inovasi dan model bisnis baru,” tuturnya melansir CNBC, Jumat (8/4/2022).
Sementara mobile first ini mengacu pada strategi perancangan produk untuk smartphone dan tablet. “Kami mendapat bagian terbesar dari investasi yang masuk ke kawasan ini,” imbuhnya.
Mengutip laporan CB Insight, Asia berhasil memimpin pangsa kesepakatan global sebesar 36 persen pada kuartal keempat tahun 2021.
Lantas kira-kira apa saja start up yang mampu mengisi posisi tiga teratas di tahun ini?
1. Aplikasi Super (Super Apps)
Menurut Microsoft, aplikasi super “benar-benar berkembang” dan “pembangkit tenaga inovasi terbaru” di Asia. Aplikasi super adalah portal satu atap yang memungkinkan pengguna mengakses beberapa layanan dari satu aplikasi.
Selain memanggil taksi atau mengirim makanan, seseorang bahkan dapat memesan janji temu medis, mengambil pinjaman, atau membayar dengan dompet seluler, kata Martin.
Martin mencontohkan salah satunya Grab. Aplikasi super tersebut menawarkan layanan dalam pengiriman makanan, transportasi, dan layanan keuangan.
"Mereka mengubah cara hidup kita, mempermudah mendapatkan tumpangan ke mana saja atau memesan makanan, dan memelopori langkah membawa seluruh gaya hidup pelanggan secara online,” katanya.
Aplikasi super populer lainnya di kawasan Asia ini termasuk WeChat dari China, Paytm dari India, GoTo dari Indonesia, Zalo dari Vietnam, dan Kakao dari Korea Selatan.
“Mereka adalah alasan mengapa kami melihat perubahan nyata terjadi, dengan semakin banyak orang di Asia yang mendapatkan akses ke produk, layanan, pekerjaan, keterlibatan melalui media sosial, dan banyak lagi,” kata Martin.
2. Permainan (Game)
Dalam hal game, Asia pun memimpin.
Menurut firma riset Niko Partners, gamer Asia akan menghasilkan pendapatan lebih dari USD 41 miliar pada tahun 2025. Indonesia, Thailand, dan Vietnam akan menjadi pasar dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara.
Secara global, sebagian besar pendapatan dihasilkan di China. Negara itu merupakan rumah bagi raksasa game, seperti NetEase dan Tencent .
Microsoft Asia mengatakan bahwa cloud gaming secara khusus adalah area pertumbuhan yang sangat besar di kawasan ini, terutama di pasar seperti Korea Selatan, Cina, dan Jepang. Daya tariknya terletak pada kemampuan pengguna untuk “bermain di perangkat apa saja, di mana saja, kapan saja”.
“Industri game Asia tetap menjadi penggerak global, menggeser game di berbagai perangkat. Dengan jumlah gamer video yang mendekati tiga miliar secara global, Asia Pasifik bertanggung jawab atas lebih dari setengahnya,” menurut Martin.
Dia mengaitkan hal itu dengan meningkatnya penggunaan ponsel cerdas atau smartphone di wilayah tersebut.
Menurut firma analitik Newzoo, 5 dari 10 negara teratas dengan jumlah pengguna smartphone tertinggi berada di Asia. Sementara China dan India memimpin.
Advertisement
3. E-niaga
Karena semakin banyak orang tinggal di rumah selama pandemi, peningkatan secara signifikan juga terjadi dalam dunia penjualan e-commerce di seluruh dunia. Tren itu akan terus meningkat di Asia Tenggara hingga tahun ini, menurut Microsoft Asia.
Diperkirakan 70 juta lebih berbelanja online sejak pandemi dimulai, menurut laporan tahun 2021 dari Facebook dan Bain & Company. Penggunanya kebanyakan dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
"E-commerce di kawasan ini memimpin dalam pemasaran sosial dan pengalaman pelanggan,” ungkap Martin, menyebutkan Shopee Singapura dan Reliance Jio India sebagai contoh.
"Mereka telah membangun ekosistem ritel dengan pelanggan sebagai pusat yang menyediakan pilihan terbaik, kisaran harga, pembayaran digital, dan logistik yang memastikan pengiriman cepat," imbuhnya.
Di China, e-commerce juga berhasil menciptakan “keseluruhan ekosistem pembayaran dan tekfin” yang mulus dan memungkinkan konsumen melakukan lebih banyak dengan satu sentuhan tombol.
Jadi, setiap lini bisnis kemungkinan akan memiliki pengaruh yang cukup luas karena start-up di Asia telah sukses besar.
"Startup mengubah cara kita hidup di Asia. Tetapi karena ide-ide bagus selalu menyebar, dampaknya akan terasa secara global," kata Martin.