SIN Jadi Salah Satu Cara Naikkan Tax Ratio Indonesia

Dengan skema SIN, semua pihak di Indonesia wajib membuka dan menyambungkan sistemnya ke pajak, termasuk yang rahasia.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Jun 2022, 20:30 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2022, 20:30 WIB
Pemerintah Peroleh Pajak Rp2,48 Triliun dari Program PPS
Wajib pajak mencari informasi mengenai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (7/3/2022). Pemerintah memperoleh PPh senilai Rp2,48 triliun setelah 66 hari pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadi Poernomo menyoroti rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB), atau tax ratio Indonesia yang masih rendah.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, tax Ratio Indonesia pada 2021 lalu sebesar 9,11 persen terhadap PDB. Angka itu meningkat dari 2020 sebesar 8,33 persen PDB. Namun, itu masih jauh lebih rendah dibanding pencapaian negara lain.

Hadi lantas memberikan solusi agar penerimaan pajak negara bisa tereskalasi, yakni dengan memanfaatkan Single Identification Number (SIN).

"SIN menyelesaikan SUN (Semua Utang Negara)," ujar dia.

Dengan skema SIN, Hadi menjelaskan, semua pihak di Indonesia wajib membuka dan menyambungkan sistemnya ke pajak, termasuk yang rahasia.

Secara alur, itu akan melewati fase analisa link & match agar tercipta transparansi digital. Sehingga semua pihak terpaksa jujur, tax ratio naik, pada akhirnya semua utang negara lunas.

Untuk perbandingan berapa besaran penerimaan pajak negara, OECD pada 2021 lalu menyebut, tax ratio Indonesia masih sangat kecil dibanding negara-negara Asia dan Pasifik lainnya, yang mencapai 21 persen.

OECD juga menilai tax ratio Indonesia tercatat lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata tax ratio 30 negara Afrika. Tercatat, rata-rata tax ratio negara-negara Afrika mampu mencapai 16,6 persen.

Sebagaimana yang tercatat pada tahun-tahun sebelumnya, struktur penerimaan pajak Indonesia didominasi oleh corporate tax atau PPh badan. Kontribusi PPh badan mencapai 32,2 persen dari total penerimaan pajak. Kontribusi PPh badan tersebut setara dengan 3,7 persen dari PDB.

Sementara kinerja personal income tax atau PPh orang pribadi di Indonesia masih tergolong minim, hanya berkontribusi sebesar 10 persen dari total penerimaan pajak 2019 atau setara dengan 1,1 persen dari PDB.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Jurus Ampuh Biar Rasio Pajak Indonesia Bisa Tumbuh 12 Persen

Pemerintah Peroleh Pajak Rp2,48 Triliun dari Program PPS
Wajib pajak mencari informasi mengenai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (7/3/2022). Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mencatat bahwa hingga Senin (7/3/2022), terdapat 19.703 wajib pajak yang mendaftar program PPS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, Ajib Hamdani mengatakan, pada tahun 2021, kisaran tax ratio Indonesia hanya menyentuh angka 8 peren. Sementara target tahun 2022 dipatok kisaran 9 persen.

"Pemerintah harus membuat terobosan dan political will agar tax ratio bisa mencapai kisaran 12 persen dalam waktu yang cepat," kata dia

Ajib melihat, penerimaan pajak ini menjadi penopang utama struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satunya dengan mendorong penguatan kelembagaan perpajakan dan penguatan data yang valid dan terintegrasi.

Memotret data fiskal pada 2021, dia melihat masih ada masalah penerimaan pajak tahun 2021. Data pada akhir Desember 2021 menunjukkan bahwa penerimaan pajak sebesar Rp1.277,5 triliun dari target awal Rp1.229,6 triliun. Artinya penerimaan bisa over target dengan mencapai 103,9 persen.

"Pencapaian ini sangat positif, tetapi perlu dikritisi dengan baik bahwa pola pencapaian ini cenderung tidak sustain," kata Ajib.

 


Penerimaan Pajak

Menurutnya, pencapaian itu tidak menjadi keberlanjutan karena penerimaan ini ditopang oleh pajak yang Ditanggung Pemerintah (DTP), sebesar Rp63,16 triliun, sesuai data per 28 Desember 2021. Pajak DTP ini berarti secara riil tidak pernah secara cash masuk ke neraca keuangan negara.

"Pencatatan penerimaan pajak ini atas PPN, PPh 21, PPh final UMKM, PPh 22 impor dll, dari kebijakan kondisi pandemi yang ada. Pola penerimaan ini tidak bisa dijadikan tren dan cenderung tidak sustain menjelang berakhirnya penyuntikan dana covid-19 melalui instrumen hutang negara," kata Ajib.

Atas dasar itu, pemerintah harus membuat terobosan dan regulasi yang kuat, agar program penyelamatan keuangan negara melalui reformasi fiskal bisa berjalan dengan baik. "Kondisi pandemi sudah selesai di depan mata, justru penyelematan fiskal ini memasuki babak baru," katanya.

 

Infografis Angin Segar Diskon Pajak dan DP 0 Persen Kendaraan Baru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Angin Segar Diskon Pajak dan DP 0 Persen Kendaraan Baru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya