Liputan6.com, Jakarta Tagar “Kabur Aja Dulu” merujuk pada gerakan para pemuda Indonesia untuk pindah ke luar negeri guna mencari kehidupan yang lebih baik.
Keinginan pindah ke luar negeri didasari rasa kecewa atas berbagai hal yang terjadi di Tanah Air, termasuk soal peluang kerja dan situasi politik.
Advertisement
Baca Juga
Lantas, bagaimana peran orangtua dalam menghadapi anaknya yang ingin mencoba peruntungan baru di negeri orang?
Advertisement
“Kalau anaknya usia 25-an itu kan biasanya udah masuk ke tahap perkembangan dewasa awal. Biasanya anak usia 25 tahun itu sudah tidak bergantung pada orangtua karena mereka udah mulai mandiri pada umumnya. Jadi, yang namanya orangtua dengan anak usia dewasa muda itu sebetulnya perannya adalah mendukung,” kata Psikolog Klinis Fifi Pramudika kepada Health Liputan6.com lewat sambungan telepon, Jumat (15/2/2025).
Dia menambahkan, orangtua perlu bersikap terbuka terhadap aspirasi anak yang ingin pindah ke luar negeri.
“Tapi perlu juga diberi pertimbangan-pertimbangan matang secara rasional, jadi enggak gegabah, ini keputusan besar. Bisa dibantu berdiskusi sebetulnya motivasi terbesar anak untuk keluar negeri apa, hanya karena tren atau memang punya cita-cita untuk berkarier di level global.”
Orangtua juga bisa mengajak anak untuk berpikir untuk memahami potensi dirinya apa hingga ingin kerja di luar negeri. Anak juga perlu dibantu untuk mengidentifikasi tantangan di luar negeri yang mungkin dihadapi.
Dorong Minat Bakat Anak Sejak Dini
Fifi juga menyarankan para orangtua untuk mendorong minat bakat anak sejak dini atau sejak usia remaja.
“Remaja, SMA, itu udah mulai bisa didorong untuk mengembangkan minat bakat, minimal punya skill (keahlian) untuk bisa bertahan di luar negeri dan kalau pun tinggal di dalam negeri tetap bisa dipakai skill-nya. Termasuk basic skill seperti mengurus diri sendiri, masak, cuci baju, urusan domestik, termasuk skill profesional yang bisa dijual sesuai minat bakat,” terang Fifi.
Hal yang tak kalah penting adalah membangun komunikasi antara orangtua dan anak. Supaya anak mendapat dukungan dan tidak merasa harus kabur dari rumah atau dari negara.
Advertisement
Bak Dua Mata Pisau
Fifi menilai, tagar “Kabur Aja Dulu” layaknya dua mata pisau. Artinya, ada sisi positif dan negatifnya.
“Seperti dua mata pisau ya, tagar Kabur Aja Dulu jadi marak terus orang jadi punya aspirasi untuk hidup di luar negeri ya kalau kita lihat mungkin jadi bisa menambah jumlah diaspora-diaspora Indonesia yang ada di luar negeri. Ibaratnya ini jadi kayak diplomasi, memperkenalkan Indonesia di panggung dunia,” jelasnya.
Secara ekonomi, ketika orang kerja di luar negeri maka bisa menyumbangkan devisa untuk Indonesia sehingga menguntungkan negara.
“Tapi di sisi lain ada dampak atau konsekuensinya yang negatif juga. Misalnya, kalau semua orang ke luar negeri, yang membangun Indonesia siapa? Talenta-talenta terbaik pergi ke luar negeri, akhirnya di Indonesia ya udah tinggal orang-orang yang mungkin bukan best of the best untuk membangun negara ini. Jadi ya ada positif negatifnya,” terang Fifi.
Pengaruhi Gen-Z untuk Ikut ‘Kabur Aja Dulu’
Fifi menambahkan, #KaburAjaDulu dapat memengaruhi anak-anak atau pemuda lain untuk melakukan gerakan tersebut.
“Bisa nggak memengaruhi anak-anak untuk mengikuti movement ini? Ya bisa-bisa aja ketika mereka melihat bahwa hidup di Indonesia udah enggak promising (menjanjikan) dan bahwa mereka punya talenta untuk bersaing di kancah global.”
Hanya saja, sambungnya, untuk pindah ke luar negeri dan mencari kehidupan yang lebih baik maka perlu persiapan yang sangat optimal.
“Supaya tujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik itu bisa tercapai,” pungkasnya.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)