Liputan6.com, Jakarta Tren #KaburAjaDulu tengah merebak di media sosial. Secara sederhana, tagar “Kabur Aja Dulu” merujuk pada keinginan anak muda untuk meninggalkan Indonesia dan mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri, baik dari segi karier, pendidikan, maupun standar hidup.
Munculnya tren ini membuat Psikolog Anak Seto Mulyadi teringat dengan istilah Brain Drain yang merujuk pada hijrahnya orang dengan kemampuan tinggi ke negara lain karena tak terfasilitasi di negaranya.
Baca Juga
“Saya sering dengar juga istilah Brain Drain ya, kasus-kasus fenomena kaburnya para intelektual, tokoh-tokoh muda yang energik yang kreatif tapi tidak mendapatkan tempat untuk berkembang. Akhirnya mereka mempertajam kemampuannya ke tempat lain, tapi mereka tetap memiliki nasionalisme yang tinggi sehingga pada saatnya dia akan kembali ke tanah air,” jelas Seto.
Advertisement
Dia memberi contoh Brain Drain dengan tokoh B. J. Habibie, Presiden ke-3 Indonesia.
“Kita lihat seperti Pak Habibie yang cukup lama di Jerman, kemudian mungkin tokoh-tokoh lain juga. Mereka nasionalismenya tetap tinggi,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Sabtu (15/2/2025).
Seto menilai, istilah tersebut memiliki kemiripan dengan #KaburAjaDulu. Jika dilihat dari pilihan katanya, ada kata “dulu” yang artinya tidak selamanya.
“Ada unsur ‘dulu’ kabur aja dulu tuh ya sementara aja, kabur dulu sebentar tapi akan kembali lagi itu yang harus digarisbawahi. Kecuali kalau tagarnya ‘Kabur Aja Ah’ jadi ya udah enggak mau balik lagi misalnya,” ucap Seto.
#KaburAjaDulu untuk Cari Peluang
Seto menilai, #KaburAjaDulu tak harus selalu dilihat dari sisi negatif. Jika ini digunakan sebagai acuan untuk mencari peluang agar sukses, maka boleh dilakukan.
“Jadi tidak sekadar putus asa terus hanya mengeluh saja, tapi ya sudah, mencari peluang. Ada yang sukses, ada yang bisa, ada yang tidak. Ada juga tokoh-tokoh muda yang tetap di tanah air dengan segala kreativitasnya,” jelas Seto.
Terlabih, lanjutnya, bangsa ini tengah menuju Indonesia Emas 2045. Dibutuhkan tokoh-tokoh yang dari sekarang konsisten membangun negara dengan mengumpulkan segala kekuatan.
“Jadi kita juga harus melihat bahwa kaburnya ini bukan sekadar lepas tanggung jawab terus ya udah ingin menikmati hidup yang lebih bahagia di luar, bukan ya. Ada beberapa kalangan yang justru sedang mengisi energinya dengan memanfaatkan berbagai peluang untuk bisa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensinya itu di beberapa negara.”
Tujuannya tak lain untuk kembali ke Indonesia dan membangun negara ini.
“Jadi kita tidak usah langsung berpikir negatif,” saran Seto.
Advertisement
Asal Mula Tagar Kabur Aja Dulu
Dalam keterangan lain, Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi mengungkapkan, tagar “Kabur Aja Dulu” terlacak paling awal diunggah oleh akun @amouraXexa pada 8 Januari 2025. Namun waktu itu masih kecil sekali engagement-nya.
"Baru viral setelah diangkat @hrdbacot pada 14 Januari 2025, lalu akun @berlianidris pada 6 Februari 2025," kata Ismail kepada Liputan6.com, Jumat (14/2/2025).
Dia menilai, #KaburAjaDulu ini sebagai reaksi frustasi atas situasi di Indonesia yang dirasakan sebagian netizen. Mereka mencari informasi lowongan kerja, tips persiapan berangkat, risiko yang harus dipertimbangkan, dan perbandingan tinggal di Indonesia dengan luar negeri.
"Frustrasi netizen terhadap keadaan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpuasan ekonomi, kualitas hidup yang menurun, ketidakadilan sosial, kebijakan pemerintah yang tidak memadai, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik," kata dia.
Sisi Positif Negatif #KaburAjaDulu
Dari sisi umur, Ismail mengungkapkan, mereka yang meramaikan hashtag ini kebanyakan usianya antara 19-29 tahun sebesar 50.81 persen, lalu sebanyak 38.10 persen usianya kurang dari 18 tahun. Sedangkan dari segi gender, separuh lebih disampaikan oleh pria.
"Paling banyak dari kalangan laki-laki sebesar 59.92 persen, lalu perempuan 40.08 persen," ujar dia.
Ada dampak baik dan buruk dari hebohnya #KaburAjaDulu. Ismail menuturkan, dari sisi positif netizen meyakini adanya peluang kerja yang lebih baik di luar negeri. Kemudian juga menambah pengalaman hidup yang beragam dan menggapai kesempatan untuk belajar dan mengembangkan keterampilan baru
"Selain itu, adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pengembangan diri," ujar dia.
Kemudian dari sisi buruknya, muncul persepsi negatif terhadap pemerintah dan kondisi di dalam negeri. Selain itu kesulitan dalam beradaptasi dengan budaya baru serta stigma sosial terhadap mereka yang memilih untuk berimigrasi.
Advertisement
