Menilik Pemilihan Kata dalam #KaburAjaDulu Menurut Psikolog

Terkait tagar yang tengah viral, Psikolog Klinis Fifi Pramudika dan Psikolog Anak Seto Mulyadi menyoroti soal pemilihan katanya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 15 Feb 2025, 17:00 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2025, 17:00 WIB
Menilik Pemilihan Kata dalam #KaburAjaDulu Menurut Psikolog
Menilik Pemilihan Kata dalam #KaburAjaDulu Menurut Psikolog. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Secara sederhana, #KaburAjaDulu merujuk pada keinginan anak muda untuk meninggalkan Indonesia dan mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri, baik dari segi karier, pendidikan, maupun standar hidup.

Terkait tagar yang tengah viral, Psikolog Klinis Fifi Pramudika menyoroti soal pemilihan katanya.

“Kita lihat dari tagarnya aja deh, kan kalau di psikolog juga kadang kita melihat narasi yang digunakan, kata-kata yang dipakai. Di sini kata yang dipakai aja ‘kabur’ kabur itu kan biasanya kita lakukan ketika memang kita mau lari, ada sesuatu yang mau kita hindari,” kata Fifi kepada Health Liputan6.com lewat sambungan telepon, Jumat (14/2/2025).

“Orang kabur itu kan karena menghindari sesuatu yang kurang baik, supaya dia bisa selamat. Nah, apakah ini sama dengan lari dari kenyataan?  Kalau mereka betul-betul pergi ke luar negeri, maka kemudian yang terjadi mereka akan menghadapi kenyataan yang baru di negara tujuan,” urai Fifi.

Sementara, kehidupan di negara tujuan baru pun tak selalu tiba-tiba stabil dan belum tentu nyaman.

“Yang namanya kita merintis, awal-awal itu pasti ada nggak enaknya, masa beradaptasi ini yang kritis. Ketika masa-masa beradaptasi itu bisa jadi enggak enak juga yang dihadapi, tidak sesuai gambaran, tak sesuai bayangan.”

Belum lagi soal pajak yang tinggi, nihilnya transportasi daring, mahalnya harga jasa, hingga tantangan empat musim.

“Makanya perlu persiapan, kita bukan lari dari kenyataan tapi ibaratnya kayak kita tetap aja hidup di dunia nyata. Mau hidup di Indonesia, mau di luar negeri kita kan tetap hidup di dunia nyata. Lari dari kenyataan itu kayak kita tidur dan bermimpi, itu kita lari dari realita istilahnya, tapi kalau tinggal di Indonesia atau luar negeri kan yang kita hadapi tetap realita,” jelasnya.

 

Miliki Unsur Kata ‘Dulu’

Sementara itu, Psikolog Anak Seto Mulyadi menerangkan bahwa #KaburAjaDulu menggunakan kata “dulu” yang artinya tidak selamanya.

“Ada unsur ‘dulu’ kabur aja dulu tuh ya sementara aja, kabur dulu sebentar tapi akan kembali lagi itu yang harus digaris bawahi. Kecuali kalau tagarnya ‘Kabur Aja Ah’ jadi ya udah enggak mau balik lagi misalnya,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Sabtu (15/2/2025).

Saat ditanya soal #KaburAjaDulu, Seto teringat pada istilah “Brain Drain” yang merujuk pada hijrahnya orang dengan kemampuan tinggi ke negara lain karena tak terfasilitasi di negaranya.

“Saya sering dengar juga istilah ‘Brain Drain’ ya, kasus-kasus fenomena kaburnya para intelektual, tokoh-tokoh muda yang energik yang kreatif tapi tidak mendapatkan tempat untuk berkembang. Akhirnya mereka mempertajam kemampuannya ke tempat lain, tapi mereka tetap memiliki nasionalisme yang tinggi sehingga pada saatnya dia akan kembali ke tanah air,” jelas Seto.

 

 Bukan Sekadar Tren Medsos

Sebelumnya, Fifi menyampaikan bahwa #KaburAjaDulu memang sedang trending akhir-akhir ini. Fenomena ini bukan sekadar tren media sosial, tetapi bisa dipahami sebagai bagian dari mekanisme psikologis dalam menghadapi tekanan sosial dan ekonomi.

"Kalau kita lihat, ini sebenarnya bukan sekadar tagar, tapi bentuk respons terhadap kondisi yang sedang tidak menentu, baik secara ekonomi maupun sosial," ujar Fifi.

Lantas, apakah #KaburAjaDulu bisa menjadi solusi dari keresahan para pemuda?

"Yang namanya tagar, kalau hanya sebatas aspirasi tanpa ada tindakan konkret, ya dia enggak bisa jadi solusi. Tapi kalau kita bicara apakah ke luar negeri bisa mengatasi rasa frustrasi terhadap situasi di dalam negeri, ini perlu disikapi dengan hati-hati. Karena pada dasarnya, ini berangkat dari ketidakpuasan terhadap tata kelola negara," jelas Fifi.

 

Fight or Flight: Kabur sebagai Mekanisme Coping

Dalam psikologi, sambung Fifi, ada teori fight-or-flight response. Ini adalah mekanisme alami manusia dalam menghadapi situasi penuh tekanan: memilih untuk melawan (fight) atau menghindar (flight).

Menurut Fifi, fenomena #KaburAjaDulu bisa dipahami sebagai bentuk flight response, yaitu ketika seseorang merasa kondisi dalam negeri sudah terlalu sulit untuk diperbaiki, maka pilihan terbaik yang mereka lihat adalah pergi.

"Dalam banyak kasus, ketika seseorang merasa tidak berdaya menghadapi situasi, seperti ketidakpastian ekonomi atau politik, insting dasarnya adalah keluar dari lingkungan itu. Ini adalah bentuk coping yang umum, tapi bukan berarti selalu solusi terbaik," kata Fifi.

Namun, flight response ini bukan berarti sekadar lari tanpa arah. Dalam beberapa kasus, mencari peluang di luar negeri bisa menjadi strategi adaptasi yang lebih rasional, terutama jika dilakukan dengan perencanaan yang matang.

Infografis Heboh Tagar Kabur Aja Dulu Bergema di Medsos.
Infografis Heboh Tagar Kabur Aja Dulu Bergema di Medsos. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya