Liputan6.com, Jakarta - Kepala strategi global perusahaan layanan keuangan di TD Securities, Richard Kelly, melihat kemungkinan ekonomi Amerika Serikat jatuh ke dalam resesi pada tahun depan lebih besar dari 50 persen.
Menurut Kelly, naiknya harga gas ditambah dengan langkah The Fed yang agresif menaikan suku bunga, serta ekonomi yang melambat adalah salah satu risiko yang dihadapi ekonomi AS saat ini.
Baca Juga
"Bisakah masalah ini meningkatkan kemungkinan resesi? Saya tidak berpikir lagi hal itu potensial," kata Kelly, dikutip dari CNBC International, Selasa (12/7/2022).
Advertisement
"Kemungkinan resesi dalam 18 bulan ke depan justru lebih besar dari 50 persen," ujarnya kepada "Street Signs Europe" CNBC.
Kelly memprediksi ekonomi AS bisa tergelincir ke dalam resesi teknis - didefinisikan sebagai dua kuartal berturut-turut pertumbuhan negatif -setelah akhir kuartal kedua 2022.
Atau, dampak dari melonjaknya harga gas menyusul perang Rusia-Ukraina dan kenaikan suku bunga The Fed yang berkelanjutan dapat membebani ekonomi pada akhir tahun atau hingga awal 2023, katanya.
"Kita bahkan belum melihat puncak kenaikan harga gas, dan kenaikan suku bunga The Fed benar-benar tidak akan mencapai hingga akhir tahun ini. Di situlah hambatan puncak dalam perekonomian. Saya pikir di situlah risiko jangka pendek untuk resesi AS berada saat ini," lanjutnya.
"Lalu, jika Anda melewati itu, ada perlambatan bertahap secara keseluruhan saat kita memasuki paruh pertama atau awal tahun 2023," Kelly menambahkan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tenaga Kerja yang Bertambah Bantu Cegah Resesi AS?
David Roche, mantan ahli strategi investasi dan presiden perusahaan layanan investasi Independent Strategy, mengatakan bahwa prospek ekonomi global baru-baru ini telah bergeser, dan sekarang menjadi lebih mudah untuk menilai bagaimana berbagai negara fi dunia mungkin merespons berbagai tekanan.
"Anda sekarang dapat membuat prognosis terperinci untuk berbagai belahan dunia yang sangat berbeda dari gambaran resesi yang sebenarnya," katanya.
Roche mengatakan dia menganggap resesi sebagai 2-3 persen orang yang kehilangan pekerjaan mereka, menunjukkan bahwa resesi AS mungkin masih jauh.
Data yang diterbitkan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan pertumbuhan pekerjaan terjadi lebih dari perkiraan, dengan pembayaran gaji meningkat bagi 372.000 di bulan Juni 2022, jauh di depan 250.000 yang diprediksi.
Namun, dia mengatakan, Eropa mungkin dilanda krisis energinya sendiri dari dampak perang. Resesi yang disebabkan oleh perang".
Masalah itu terjadi ketika Nord Stream 1, pipa utama yang memasok gas alam ke Eropa dari Rusia, ditutup pekan ini menyusul serangkaian sanksi blok tersebut terhadap perang di Ukraina, meningkatkan kekhawatiran akses gas dapat dimatikan tanpa batas waktu.
Advertisement
Ekonom Bank Dunia Ragu Ekonomi Global Bisa Berkelit dari Resesi
Kepala ekonom Bank Dunia Carmen Reinhart skeptis atau meragu jika Amerika Serikat dan ekonomi global dapat menghindari resesi.
Adanya lonjakan inflasi, kenaikan suku bunga yang tajam dan perlambatan pertumbuhan di China jadi penyebab keraguan tersebut.
Dikutip dari Channel News Asia, Kamis (30/6/2022) Reinhart mengakui bahwa mengurangi inflasi dan merancang soft landing pada saat yang sama merupakan tugas yang berat.
"Yang mengkhawatirkan semua orang adalah bahwa semua risiko menumpuk pada sisi negatifnya," kata Reinhart dalam wawancara jarak jauh, mengutip serangkaian guncangan dan langkah Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga.
"Saya cukup skeptis. Pada pertengahan 1990-an, di bawah Ketua ( The Fed) (Alan) Greenspan, kami mengalami soft landing, tetapi kekhawatiran inflasi pada saat itu sekitar 3 persen, bukan sekitar 8,5 persen. Ini tidak seperti Anda dapat menunjukkan banyak episode pengetatan The Fed yang signifikan yang belum berdampak pada perekonomian," ungkap dia ketika ditanya apakah resesi dapat dihindari di Amerika Serikat atau secara global.
Bank Dunia bulan ini memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global hampir sepertiga menjadi 2,9 persen untuk tahun 2022 ini.
Lembaga keuangan internasional itu memperingatkan bahwa perang Rusia-Ukraina telah menambah kerusakan yang terjadi akibat pandemi Covid-19, dan banyak negara sekarang menghadapi resesi.
Selain itu, Bank Dunia juga mengatakan pertumbuhan global bisa turun menjadi 2,1 persen pada 2022 dan 1,5 persen pada 2023, mendorong pertumbuhan per kapita mendekati nol, jika risiko penurunan terwujud.
"The Fed seharusnya bertindak - dan saya sudah mengatakan ini sejak lama - lebih cepat daripada nanti dan lebih agresif. Semakin lama Anda menunggu, semakin keras tindakan yang harus Anda ambil," pungkas Reinhart.