Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Amerika Serikat (AS) menyusut pada tingkat yang sedikit lebih cepat dari perkiraan sebelumnya selama kuartal pertama. Penurunan ini semakin menambah kekhawatiran resesi negara itu.
Dilansir dari CNN Business, Kamis (30/6/2022) badan statistik Bureau of Economic Analysis (BEA) mengatakan bahwa produk domestik bruto riil AS turun pada tingkat tahunan sebesar 1,6 persen dari Januari hingga Maret 2022.
Baca Juga
Perkiraan BEA sebelumnya yang dirilis pada bulan April menunjukkan kontraksi sebesar 1,4 persen. Kemudian pada Juni 2022, prediksi direvisi menjadi penurunan 1,5 persen.
Advertisement
Kinerja PDB AS di kuartal pertama, yang dicatat BEA mencakup beberapa efek tak terukur dari pandemi Covid-19 dan lonjakan varian Omicron, berbeda dengan kuartal keempat 2021, ketika ekonomi tumbuh pada tingkat 6,9 persen dari kuartal sebelumnya.
BEA mengaitkan penurunan terbaru ekonomi AS sebesar 0,1 poin persentase dengan pertumbuhan belanja konsumen yang lebih lambat dari perkiraan, meskipun telah sebagian diimbangi oleh keuntungan dalam investasi inventaris swasta.
Diketahui bahwa inflasi AS telah melonjak ke tingkat yang tidak terlihat dalam beberapa dekade di tengah tantangan rantai pasokan, kenaikan biaya untuk komoditas dan tenaga kerja serta lonjakan harga minyak.
Kuartal pertama 2022, yang melihat pecahnya perang Rusia-Ukraina, memicu badai pada ekonomi dan rantai pasokan global, serta pasar makanan, keuangan, hingga energi.
Ekonomi di perusahaan jasa keuangan AS Wells Fargo, yakni Shannon Seery memprediksi resesi ringan akan terjadi pada kuartal kedua tahun 2023, meskipun keuangan rumah tangga kuat dan neraca konsumen serta bisnis solid.
Ramalan Miliarder Investor: AS Sulit Berkelit dari Resesi
Sebagian besar pasar Amerika Serikat berfokus pada kenaikan suku bunga Federal Reserve yang agresif di tengah kekhawatiran akan resesi melanda negara tersebut.
Tetapi co-founder dan co-chairman Carlyle Group David Rubenstein, seorang investor miliarder sekaligus filantropis AS, mengatakan ekonomi negara itu mungkin berada di luar kendali bank sentral.
Dilansir dari CNBC International, Selasa (28/6/2022) Rubenstein mengatakan bahwa upaya The Fed untuk memerangi inflasi dengan suku bunga yang lebih tinggi "bisa jadi sulit untuk diketahui bagaimana cara kerjanya".
"Tidak ada yang tahu bagaimana langkah itu akan berhasil," ujar Rubenstein dalam sebuah wawancara dengan CNBC dari Aspen Ideas Festival.
Namun demikian, dua masalah ekonomi yang paling signifikan menurutnya adalah kebijakan Covid-19 di China yang menyebabkan ekonomi global semakin melambat, dan lamanya perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada pasar energi.
"Saya pikir ada kesulitan untuk menghindari resesi, tetapi bukan berarti tidak bisa dihindari," kata Rubenstein.
Dengan perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan lonjakan harga dan kekhawatiran kekurangan energi di Eropa, Rubenstein melihat transisi energi untuk menggantikan bahan bakar masih membutuhkan waktu dan tidak dapat tercapai secara singkat.
"Semua orang menginginkan lebih banyak energi ramah iklim, tentu saja, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Apa yang kami pelajari dari perang Rusia-Ukraina adalah bahwa dunia masih sangat bergantung pada energi karbon, dan saat ini, dunia sedang berjuang untuk mendapatkan lebih banyak energi karbon," jelasnya.
"Dunia menyadari bahwa Anda tidak dapat pergi ke kebijakan netral karbon dalam semalam; itu akan memakan waktu cukup lama," pungkasnya.
Advertisement
Kata Joe Biden soal Ramalan Resesi AS
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengakui adanya ancaman resesi, dengan luasnya dampak pandemi Covid-19 ditambah dengan kenaikan harga yang telah mendorong inflasi ke angka tertinggi.
Hal itu ia sampaikan dalam wawancara khusus selama 30 menit di Oval Office dengan kantor berita Associated Press.
"Masyarakat benar-benar terpuruk. Kebutuhan akan kesehatan mental di Amerika telah meroket. Tetapi sebagian besar adalah konsekuensi dari apa yang terjadi, sebagai konsekuensi dari, krisis Covid-19," ungkap Joe Biden, dikutip dari Associated Press, Senin (20/6/2022).
Joe Biden pun menanggapi peringatan para ekonom bahwa AS tengah berada dalam risiko menuju resesi.
“Pertama-tama, itu (resesi) tidak bisa dihindari,” katanya.
"Kedua, kita berada dalam posisi yang lebih kuat daripada negara mana pun di dunia untuk mengatasi inflasi ini," lanjut Joe Biden.
Joe Biden mengatakan, dirinya melihat alasan untuk tetap optimis dengan tingkat pengangguran AS yang hanya 3,6 persen.
Sementara itu, survei yang dilakukan Associated Press-NORC Center for Public Research pada Mei 2022 mengungkapkan bahwa hanya sekitar 2 dari 10 orang dewasa di AS yang mengatakan bahwa ekonomi negara itu dalam kondisi ekonomi yang baik.
Presiden ke-46 AS itu mengatakan dia ingin memberi rakyatnya lebih banyak semangat dan terus sabar.
"Percaya diri. Karena saya yakin kita berada di posisi yang lebih baik daripada negara mana pun di dunia untuk menguasai kuartal kedua abad ke-21," ujar Joe Biden.