Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang menyampaikan, Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara atau RAPBN 2023 memiliki tantangan tersendiri.
Pasalnya, di tengah situasi dunia yang memanas akibat masih berlanjutnya pandemi Covid-19 hingga ketegangan konflik geopolitik, pemerintah pada tahun depan harus kembali menyusun defisit dalam APBN kembali ke maksimal 3 persen dari PDB.
Hal tersebut sesuai amanat Pasal 2 ayat (1) huruf a UU Nomor 2 tahun 2020. Seperti diketahui bersama, di masa pandemi dua tahun terakhir ini, APBN mengalami tekanan yang cukup berat. Sehingga pemerintah diberikan keleluasaan untuk menyusun APBN dengan defisit yang melebihi ambang batas 3 persen.
Advertisement
Adapun amanat ambang batas defisit maksimal 3 persen terhadap PDB juga merupakan amanat dalam penjelasan Pasal 12 ayat (3) UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Dalam upayanya menuju defisit kembali ke 3 persen terhadap PDB pada APBN 2023 nanti, Dian mengatakan, proses penyusunan tersebut terjadi di tengah kondisi perekonomian global yang masih turbulensi. Itu lantaran adanya krisis konflik internasional dan pandemi yang masih terjadi dengan berbagai variannya,
"Tetapi di sisi lain, terdapat reformasi struktural perekonomian nasional yang menguatkan sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, transparan dan akuntabel," ujar Dian dalam siaran pers yang dikeluarkan Kementerian Keuangan, Selasa (26/7/2022).
Oleh sebab itu, ia melanjutkan, RAPBN 2023 layak disebut sebagai wujud rencana keuangan negara yang berkarakter prospektif dan antisipatif.
"Untuk itu, dalam rangka merespon tantangan tersebut, di dalam RUU APBN 2023 perlu dituangkan langkah-langkah kebijakan baik dari sisi pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan yang mencerminkan upaya-upaya pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang lebih baik," tuturnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Defisit APBN 2022 Diyakini Bisa Sentuh 3,9 Persen
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, memproyeksikan defisit APBN tahun 2022 pada kisaran Rp 732 triliun atau 3,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR RI dan Gubernur Bank Indonesia, dalam rangka Pembahasan Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II APBN TA 2022, Jumat (1/7/2022).
Sebelumnya, pada rapat kerja bersama Banggar beberapa waktu lalu, Menkeu mengatakan defisit APBN tahun 2022 diproyeksi di kisaran 4,5 persen.
Namun, kini pihaknya menyampaikan outlook APBN 2022, defisit diperkirakan dibawah 4 persen yaitu 3,9 persen.
“Defisit kita akan turun lebih dalam lagi dari yang tadinya setelah kami sampaikan di banggar. Sekarang kami memperkirakan akan dibawah 4 persen. Jadi ini drop ke Rp 732 triliun atau hanya 3,9 persen dari PDB,” kata Menkeu.
Menurutnya, defisit yang turun drastis menggambarkan APBN menjadi relatif lebih sehat dan kuat. Sehingga hal itu sesuai dengan strategi menghadapi kondisi yang sedang rentan, terutama di sektor keuangan dengan global dan kenaikan suku bunga.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Pendapatan Negara
Lebih lanjut, Menkeu juga memperkirakan pada akhir tahun 2022 pendapatan negara diproyeksi bisa mencapai Rp 2.436,9 triliun atau lebih 107,5 persen dari target Perpres 98 tahun 2022 sebelumnya yakni Rp 2.266,2 triliun.
“Jadi Perpres sendiri sudah naik lebih dari Rp 400 triliun, ini masih akan tembus di atas itu yaitu 107,5 persen atau umbuh 21,2 persen,” ujar Menkeu.
Kemudian, penerimaan pajak diprediksi bisa mencapai Rp 1.608 triliun atau lebih 108,3 persen dari target Perpres yang Rp 1.485 triliun, angka ini ini sudah naik lebih tinggi dari APBN awal yang hanya Rp 1.265 triliun.
Penerimaan Cukai
Selanjutnya, penerimaan Kepabeanan dan cukai dalam hal ini diperkirakan mencapai di atas Rp 316,8 triliun atau tumbuh 17 persen, angka itu tentunya juga lebih tinggi dari target Perpres yaitu 105,9 persen sebesar Rp 299 triliun.
“(Angka) ini sudah jauh lebih tinggi dari APBN awal,” imbuhnya.
Demikian juga dengan PNBP, diperkirakan mencapai di atas Rp 510 triliun atau naik 11,4 persen sebesar Rp 106,1 triliun. Artinya, jauh lebih tinggi dari target Perpres yang hanya Rp 481,6 triliun.
Lebih lanjut, untuk belanja negara diperkirakan akan berjalan cukup baik. Perkiraannya belanja pemerintah pusat akan tumbuh 18,5 persen. Menurut Menkeu, belanja K/L barangkali mungkin masih akan mengalami tekanan meskipun pihaknya melakukan beberapa relaksasi untuk automatic adjustment.
Advertisement