Liputan6.com, Jakarta - Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengungkapkan bahwa upaya meredam inflasi di Amerika Serikat tidak akan cepat atau mudah.Â
Dalam pidato tahunan di Jackson Hole Economic Symposium, Powell menyebut, upaya meredam inflasi AS kemungkinan akan mengakibatkan beberapa pelemahan ekonomi dan pasar kerja.
Baca Juga
"Sementara suku bunga yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih lambat, dan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih lemah akan menurunkan inflasi, hal itu juga akan membawa penderitaan bagi rumah tangga dan bisnis," kata Powell dikutip dari CNN Business, Senin (29/8/2022).Â
Advertisement
Dalam pernyataan sebelumnya, Powell telah menyerukan urgensi stabilitas harga untuk menjaga ekonomi."Tanggung jawab kami untuk mengupayakan stabilitas harga tidak bersyarat," katanya.
Sementara itu, Powell tidak memberikan indikasi apakah kenaikan suku bunga The Fed yang tinggi, hingga 75 basis poin akan kembali dilakukan pada pertemuan penetapan suku bunga bulan depan.Â
"Ini jelas meningkatkan kemungkinan naik 75 (poin) lagi ", kata Jay Hatfield, pendiri dan CEO Manajemen Modal Infrastruktur.
"Dia jelas menyiratkannya," ujar Hatfield.
"Powell dengan jelas menyatakan bahwa saat ini, memerangi inflasi lebih penting daripada mendukung pertumbuhan," kata Jeffrey Roach, Kepala Ekonom di LPL Financial, dalam sebuah catatan penelitian.
Drew Matus, kepala strategi pasar di MetLife Investment Management mengatakan bahwa yang menjadi pertanyaan saat ini adalah seberapa besar dampak yang dapat ditoleransi oleh The Fed ketika berupaya mengurangi inflasi dengan menaikkan suku bunga dan mensurutkan permintaan konsumen.
"Kita harus melihat apakah keyakinan mereka masih kuat. Jika kita terus melihat inflasi lebih moderat, sementara ada beberapa kelemahan di pasar tenaga kerja," ucap Matus.
Â
Â
Pertumbuhan Ekonomi AS Susut 0,6 Persen di Kuartal II 2022
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat kembali menyusut pada tingkat yang sedikit lebih lambat dari perkiraan selama kuartal kedua 2022.
Dilansir dari CNN Business, Jumat (26/8/2022) data terbaru yang dirilis oleh US Bureau of Economic Analysis menunjukkan produk domestik bruto (PDB) negara itu menyusut 0,6 persen pada periode April hingga Juni 2022.
Angka ini sedikit lebih rendah dari perkiraan yang dirilis pada bulan Juli di mana ekonomi AS diprediksi kontraksi 0,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, banyak ekonom yang tidak percaya bahwa ekonomi AS berada di tengah-tengah resesi.
Di sisi lain, pendapatan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dalam produksi semua barang dan jasa naik 1,4 persen secara tahunan.
Adapun data dari Departemen Tenaga Kerja AS, yang mengungkapkan bahwa selama sepekan yang berakhir 20 Agustus 2022 ada 243.000 klaim pengangguran. Jumlah itu turun 2.000 dari minggu sebelumnya menjadi 245.000 dari 250.000.
"Telah ada keputusasaan besar antara PDB riil dan langkah-langkah ekonomi lainnya pada paruh pertama tahun 2022. PDB riil turun, tetapi pertumbuhan lapangan kerja sangat kuat, GDI riil naik dengan kokoh dan produksi industri meningkat," kata Kepala Ekonom PNC Financial Services Group, Gus Faucher.Â
Dalam beberapa bulan terakhir, Federal Reserve telah melakukan serangkaian kenaikan suku bunga sebagai bagian dari upayanya untuk mendinginkan inflasi.Â
"Dengan demikian pertumbuhan ekonomi melambat dan risiko resesi meningkat," ujar Faucher.
"Perkiraan dasar PNC pertumbuhan jauh lebih lemah selama beberapa tahun ke depan dan inflasi melambat, tetapi tidak ada resesi. Tetapi kemungkinan resesi sekitar 45 persen," tambahnya.
Advertisement
Para Ekonom Ramal Resesi AS Terjadi di Pertengahan 2023
Ekonom memprediksi Federal Reserve akan sulit menjinakkan inflasi tanpa melindungi ekonomi Amerika Serikat dari jurang resesi.Â
Prediksi resesi AS diungkapkan dalam survey yang dilakukan asosiasi ekonom internasional terbesar, National Association of Business Economics (NABE).Â
Dilansir dari CNN Business, Selasa (23/8/2022) 72 persen ekonom yang disurvei NABE melihat resesi AS berikutnya akan terjadi pada pertengahan tahun depan, jika belum dimulai.
Temuan itu mencakup hampir satu dari lima ekonom (19 persen) yang mengatakan ekonomi AS sudah dalam resesi, sebagaimana ditentukan oleh organisasi penelitian swasta Amerika, NBER.
Sementara itu, 20 persen ekonom lainnya tidak memperkirakan resesi akan terjadi sebelum paruh kedua tahun depan.
"Hasil survei mencerminkan banyak pendapat yang berbeda di antara para panelis," kata Presiden NABE David Altig dalam sebuah pernyataan.
"Ini dengan sendirinya menunjukkan ada kejelasan yang kurang dari biasanya tentang prospek," ungkapnya.Â
Survei NABE, yang dilakukan antara 1 Agustus dan 9 Agustus, menampilkan tanggapan dari 198 anggota asosiasi ekonom tersebut.
Bulan lalu, Ketua Fed Jerome Powell menyatakan dalam konferensi pers bahwa masih ada jalan untuk mengendalikan inflasi tanpa memicu penurunan.
Namun, bahkan Powell mengakui bahwa jalan itu semakin sempit karena The Fed terpaksa menggunakan kenaikan suku bunga drastis untuk menurunkan inflasi.
Hampir tiga dari empat peramal ekonomi, atau 73 persen dalam survei NABE mengatakan mereka sama sekali tidak yakin atau tidak terlalu yakin bahwa The Fed dapat menurunkan inflasi kembali ke sasaran 2 persesn tanpa menyebabkan resesi dalam dua tahun ke depan.
Hanya 13 persen ekonom yang disurvei NABE mengatakan mereka yakin atau sangat yakin The Fed dapat melakukan langkah tersebut.Â