Liputan6.com, Washington, DC - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance mengatakan dia akan bergabung dengan istrinya dalam lawatan ke Greenland pada Jumat (27/3/2025).
"Kami akan memeriksa bagaimana keadaan di sana," kata Vance dalam video yang dibagikan Selasa, seperti dilansir AP. "Atas nama Presiden Trump, kami ingin menghidupkan kembali keamanan rakyat Greenland karena kami yakin ini penting untuk melindungi keamanan seluruh dunia."
Baca Juga
Presiden Donald Trump sebelumnya telah memicu ketidaksukaan banyak pihak di Eropa dengan memunculkan gagasan bahwa AS harus menguasai Greenland, wilayah otonom kaya mineral milik sekutu AS, Denmark. Sebagai pintu gerbang maritim menuju Arktik dan jalur akses strategis dari Atlantik Utara ke Amerika Utara, Greenland memiliki nilai geopolitik yang vital, terlebih, saat China maupun Rusia dilaporkan gencar berupaya membuka akses ke perairan dan kekayaan alam di kawasan ini.
Advertisement
Keputusan Vance untuk mengunjungi pangkalan militer AS di Greenland menghindari risiko pelanggaran norma diplomatik karena kunjungan semacam itu tidak memerlukan undangan resmi dari pemerintah setempat. Vance sendiri kerap mengkritik sekutu-sekutu Eropa yang sudah lama bergantung pada dukungan militer AS—sikap konfrontatif ini justru memicu kekhawatiran akan keandalan AS sebagai mitra.
Sebelum Vance mengumumkan akan bergabung dengan istrinya, ketidaksenangan pemerintah Greenland dan Denmark semakin menguat. Pemerintah Greenland bahkan secara tegas menyatakan melalui unggahan Facebook pada Senin (24/3) malam bahwa mereka "tidak mengeluarkan undangan apa pun dalam rangka kunjungan, baik bersifat pribadi maupun resmi."
Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen mengatakan kepada siaran nasional Denmark pada Selasa bahwa hal ini merupakan "tekanan yang tidak dapat diterima."
Kantor istri wakil presiden, Usha Vance, menyatakan pada Minggu (23/3) bahwa dia akan berangkat pada Kamis (26/3) ke Greenland dan pulang pada Minggu (30/3). Usha dan salah satu dari tiga anaknya awalnya berencana mengunjungi situs bersejarah dan mempelajari budaya Greenland, namun keikutsertaan suaminya mengalihkan fokus perjalanan ini ke masalah keamanan nasional.
Vance menyatakan tak ingin membiarkan istrinya "menikmati keseruan sendirian" sambil mengonfirmasi rencana kunjungannya ke Space Force (Pangkalan Luar Angkasa Pituffik) di pesisir barat laut Greenland. Dia mengungkapkan kekhawatiran bahwa beberapa negara telah menunjukkan ancaman tidak hanya terhadap Greenland, namun juga terhadap keamanan AS dan Kanada."
Penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, awalnya tercatat sebagai bagian dari rombongan pejabat AS yang juga menuju Greenland—namun namanya dihapus setelah diumumkan bahwa wakil presiden akan ikut serta.
Gedung Putih tidak memberikan konfirmasi pada Selasa apakah rencana perjalanan Waltz berubah setelah terungkap bahwa dia tanpa sengaja menambahkan seorang jurnalis ke dalam percakapan aplikasi pesan aman tentang serangan militer di Yaman.
Vance menyebutkan para pemimpin di Denmark dan Amerika Utara telah "mengabaikan" Greenland "terlalu lama."
Kunjungan ke Pangkalan Luar Angkasa Pituffik akan dilakukan menggantikan rencana awal Usha untuk menghadiri balap kereta luncur anjing atau Avannaata Qimussersu di Sisimiut.
Waktu yang Salah
Dwayne Ryan Menezes, pendiri dan direktur Polar Research & Policy Initiative, mengatakan "intimidasi" pemerintahan Trump terhadap Greenland bisa berbalik merugikan.
Menezes menyatakan bahwa jika Trump benar-benar paham nilai strategis Greenland, seharusnya dia sadar bahw tidak ada cara yang lebih buruk untuk melemahkan posisi AS dan merusak kepentingan jangka panjangnya selain mengkhianati sekutu-sekutunya – yang justru menjadi keunggulan tak seimbang (asimetris) utama AS dibanding lawan-lawannya.
Meskipun pejabat Greenland dan Denmark semakin vokal menolak, Marc Jacobsen, profesor di Royal Danish Defense College, mengatakan Vance diizinkan mengunjungi pangkalan luar angkasa tersebut berdasarkan perjanjian 1951 antara Denmark dan AS tentang pertahanan Greenland.
"Yang kontroversial di sini adalah masalah waktu," jelasnya. "Greenland dan Denmark telah menyatakan sangat jelas bahwa mereka tidak ingin AS berkunjung sekarang, saat Greenland belum memiliki kabinet pemerintahan yang sah."
Selama masa jabatan pertamanya, Trump sempat mengusulkan ide membeli pulau terbesar di dunia itu, meskipun Denmark—sekutu NATO—bersikeras bahwa Greenland tidak dijual. Rakyat Greenland dengan tegas menolak rencana Trump.
Kembalinya Trump ke Gedung Putih disertai ambisi perluasan wilayah. Presiden AS ini ingin menjadikan Kanada sebagai negara bagian ke-51 dan mengambil alih kembali Terusan Panama. Dia bahkan menyatakan kepentingan AS bisa menguasai tanah di Jalur Gaza yang hancur akibat perang, lalu mengubahnya menjadi properti mewah.
Â
Advertisement
