Liputan6.com, Jakarta Kebutuhan hunian yang terintegrasi menjadi syarat wajib bagi pengembang untuk menghadirkan solusi bagi masyarakat urban. Transit Oriented Development (TOD) menjadi solusi yang banyak ditawarkan, seperti masyarakat yang tinggal di sekitar Jakarta.
Advertisement
Kemacetan jadi salah satu masalah yang masih mendera kaum pekerja di Jakarta. Banyak kaum pekerja yang saat ini didominasi kaum milenial yang menganggap masalah ini kian hari kian serius.
Akibat kemacetan, para pekerja lebih banyak menghabiskan waktu di jalan, menurunkan konsentrasi kerja dan menurunkan waktu di rumah bersama keluarga. Akibatnya, produktivitas para pekerja juga ikut menurun sekaligus memicu turunnya kualitas hidup bersama keluarga.
Sejak pertama kali diperkenalkan dan dipelopori oleh Perum Perumnas beberapa tahun belakangan ini, pengembangan hunian berkonsep TOD langsung menjadi tren karena dianggap relefan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi para pekerja milenial tadi.
Dengan adanya TOD, aktivitas masyarakat yang bekerja di kota tak akan banyak terbuang di jalan karena macet. Konsep pengembangan hunian seperti ini pun dinilai positif oleh pakar properti.
"Kalau kota semakin besar artinya semua penduduk akan ke pinggir wilayah penyangga. Nah, warga penyangga ke jakarta harus ada transprotasi apakah MRT, LRT ataupun kereta api. Tapi ketika masuk ke Jakarta dia harus terkonek dengan simpul-simpul TOD yang lebih lengkap," jelas Pengamat Properti Ali Tranghanda, ditulis Selasa (20/9/2022).
Dari sisi pemanfaatan lahan, menurutnya, TOD dianggap sebagai solusi untuk penataan perkotaan karena mengoptimalkan fungsi lahan yang kian terbatas dan mahal dengan basis transportasi publik di kawasannya. Hal ini akan memudahkan mobilitas penghuni selain mengurangi permasalahan macet hingga polusi perkotaan.
Solusi Jitu
Selain itu, TOD juga dianggap sebagai solusi paling mujarab dalam rangka mengatasi masalah kemacetan yang kerap melanda kota-kota besar termasuk Jakarta. Dengan TOD, para pekerja dan masyarakat secara umum, akan lebih mudah mengakses moda transportasi umum dari hunian tempat tinggalnya.
Dengan begitu, masyarakat akan memilih menggunakan moda transportasi umum ketimbang membawa kendaraan sendiri yang menyebabkan kemacetan.
Kesadaran ini lah yang membuat Perum Perumnas semakin serius menerapkan proyek hunian berkonsep TOD tersebut. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2020 yang dilaksanakan BPS pada 2021, angka backlog perumahan di Indonesia mencapai 12,75 juta.
Cukup tingginya angka kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan (backlog) rumah khususnya di kota-kota besar, menjadi perhatian kita bersama pada sektor properti Indonesia, jelas Budi Saddewa Soediro Direktur Utama Perum Perumnas .
Dalam mengatasi permasalahan ini, Budi mengatakan Perumnas sebagai BUMN telah menggandeng banyak kerja sama, khususnya dalam penyediaan rumah di kota-kota besar. Salah satunya adalah dengan PT KAI dalam penyedian hunian berkonsep TOD yang langsung nempel dengan stasiun KRL di beberapa wilayah Jakarta dan pinggiran Jakarta.
Advertisement
Terjangkau
Hunian dengan konsep seperti ini, tidak hanya akan membantu permasalahan backlog yang ada, melainkan akan menengahkotakan hunian. Artinya, masyarakat berkesempatan memiliki hunian yang terjangkau yang berada di tiga lokasi di kota besar Jakarta dan sekitarnya, tambah Budi.
Ketiga lokasi tersebut yakni Samesta Mahata Serpong di Stasiun Rawa Buntu Tangerang Selatan, Samesta Mahata Margonda di Stasiun Pondok Cina Depok, dan Samesta Mahata Tanjung Barat di Stasiun Tanjung Barat Jakarta.
Rencananya jumlah unit yang dibangun Perumnas di Samesta Mahata Serpong sebanyak 1.816 unit, Samesta Mahata Tanjung Barat sebanyak 1.216 unit dan Samesta Mahata Margonda sebanyak 940 unit yang mana telah dilaksanakan topping off.
“Konsep hunian terintegrasi transportasi masal dari Perumnas ini tidak hanya diimplementasikan pada tipe hunian rumah susun, tetapi juga pada tipe hunian rumah tapak yang terdapat pada lokasi Samesta Parayasa Bogor dan kawasan Nusa Dua Bekala Medan”, lanjutnya.
Dengan demikian, para pekerja ibu kota bisa memiliki lebih banyak alternatif hunian layak yang bisa menunjang keseimbangan antara kehidupan keluarga di rumah dengan karir dan pekerjaannya, papar Budi.