Para Bos, Ini Dia Kualitas Diri Paling Dicari Saat Memimpin Perusahaan

Itu berarti karyawan butuh bos yang mampu memimpin dengan menunjukkan rasa empati.

oleh Aprilia Wahyu Melati diperbarui 23 Sep 2022, 08:00 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2022, 08:00 WIB
Ilustrasi Bos
Ilustrasi Bos (pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta Pandemi telah banyak mengubah dunia. Keadaan saat ini mengharuskan tiap perusahaan perlu meningkatkan kemampuan diri dalam menyesuaikan kondisi yang ada.

Salah satunya butuh seorang pemimpin yang punya kualitas diri sehingga mampu membawa bisnis mencapai kesuksesan.

Menurut salah satu direktur penelitian di perusahan konsultan Gartner Caitlin Duffy, meningkatnya kecemasan dan stres - baik ketika di rumah maupun di tempat kerja - sejak awal pandemi Covid-19 membuat karyawan membutuhkan lebih banyak empati dan fleksibilitas dari atasan.

“Pandemi telah membuat kehidupan pribadi dan profesional menyatu,” kata Duffy seperti dilansir CNBC, Jumat (23/9/2022).

Sebelumnya, Gartner telah melakukan penelitian ekstensif tentang apa saja yang diharapan para karyawan dari para manajernya.

Setelah meninjau artikel akademis, mensurvei ribuan pekerja, dan melakukan wawancara, Gartner menemukan bahwa kepemimpinan mempengaruhi perusahaan.

"Itu berarti karyawan butuh bos yang mampu memimpin dengan menunjukkan rasa empati. Para bos perlu sikap tersebut demi memenuhi kebutuhan karyawan dan memungkinkan ekspresi diri untuk menciptakan tempat kerja yang lebih bahagia dan produktif," kata Duffy.

Namun sayangnya, tipe bos seperti itu mungkin jarang ditemukan di beberapa perusahaan. Hanya lebih dari 1 dari 4 karyawan atau sekitar 29 persen mengatakan bahwa supervisor mereka efektif dalam kepemimpinan manusia, menurut survei Gartner tahun 2022.

Hal yang jadi masalah, kata Duffy, adalah dampak emosional pandemi telah menciptakan “perubahan permanen dalam angkatan kerja” yang membutuhkan empati dan fleksibilitas kepemimpinan manusia.

“Karyawan sekarang mengharapkan para pemimpin di tempat kerja untuk mengatasi semua kebutuhan pribadi mereka yang telah menjadi lebih kompleks dan sensitif selama beberapa tahun terakhir,” tambahnya.

Sementara itu, sebenarnya bukan hanya pekerja yang diuntungkan, tapi perusahaan pun. Menurut Gartner, tempat kerja yang memiliki supervisor mampu menunjukkan kepemimpinan manusia cenderung memiliki karyawan yang jauh lebih terlibat dengan pekerjaan mereka sehingga membuat kinerja keseluruhan lebih baik.

Baik Anda mencari bos yang lebih suportif atau Anda yang merupakan seorang bos atau atasan yang tengah mencari cara untuk melayani kebutuhan karyawan dengan lebih baik, berikut ini tiga kualitas utama kepemimpinan manusia, menurut Duffy:

 

 

 

Terbuka

Ilustrasi bos di kantor (istimewa)
Ilustrasi bos di kantor (istimewa)

Seorang bos yang memungkinkan ekspresi diri mendukung Anda untuk lebih tampil apa adanya di tempat bekerja. Misalnya, seorang manajer yang lebih otentik mungkin bisa membawa karyawannya berbagi ide baru. Entah dengan tim atau mengungkapkan perasaan selama peristiwa sosial dan politik yang tegang yang muncul di dunia.

Bos Anda dapat memastikan karyawan merasa nyaman dengan berbagi pikiran dan perasaan dengan terlebih dahulu membuka diri.

“Karyawan benar-benar ingin dapat membawa diri mereka sepenuhnya untuk bekerja, dan para pemimpin perlu mengundang mereka untuk melakukannya,” kata Duffy. “Ini dimulai dengan para pemimpin yang melakukannya terlebih dahulu.”

Empati

Seorang bos dengan rasa empati menunjukkan perhatian, rasa hormat, dan perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan karyawan.

Menjadi bos yang berempati bisa terlihat seperti mengenali kesulitan karyawan. Entah soal kelelahan, masalah kesehatan mental, atau keadaan darurat keluarga. Rasa ini pun bisa menciptakan ruang yang aman di tempat kerja bagi mereka untuk membicarakan masalah dan pengalaman pribadi mereka.

 

Kemampuan Beradaptasi

Ilustrasi bekerja, bercanda bersama teman di kantor
Ilustrasi bekerja, bercanda bersama teman di kantor. (Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash)

Kualitas terakhir adalah kemampuan beradaptasi, yang berarti menjadi bos juga perlu memberikan fleksibilitas kepada karyawan, kata Duffy. Ini melibatkan pemahaman terkait kebutuhan setiap karyawan dan mendukung mereka dengan cara yang telah disesuaikan.

Misalnya, bos yang adaptif mungkin memberi satu karyawan lebih banyak fleksibilitas dalam hal bekerja dari rumah karena mereka harus merawat anggota keluarga yang sakit. Atau bos itu mungkin mengizinkan karyawan yang berbeda untuk beristirahat lebih banyak setiap hari kerja jika mereka mengalami kelelahan mental.

“Karyawan menginginkan pengalaman yang dipersonalisasi, dan para pemimpin harus beradaptasi dengan itu,” kata Duffy.

“Kualitas-kualitas ini mungkin penting untuk kepemimpinan di masa lalu, tetapi mereka tidak dapat dinegosiasikan hari ini,” tambahnya.

 

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya