Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Presidensi G20 menekankan pentingnya untuk kemajuan yang lebih lagi, dalam agenda keuangan yang berkelanjutan dan mendukung transisi ekonomi hijau guna mencapai target bebas karbon.
“Dalam hal ini, G20 menitikberatkan peran penting dalam pencapaian agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan dan target Perjanjian Paris,” kata Menkeu dalam keterangan Hasil Finance Ministers and Central Bank Governors Ke-4 di Washington DC, Jumat (14/10/2022).
Baca Juga
Menkeu menjelaskan, dalam sebuah kemajuan dari peta jalan G20 untuk keuangan berkelanjutan yang dibangun di 2021, pada tahun ini Presidensi G20 Indonesia mendukung Laporan Ekonomi Berkelanjutan G20 yang mana mewujudkan 3 agenda utama.
Advertisement
Diantaranya, pertama, pembangunan kerangka transisi keuangan yang menyadari aktivitas transisi iklim, termasuk transisi energi, dan meningkatkan kredibilitas komitmen institusi keuangan.
Kedua, memperbesar keuangan berkelanjutan dengan berfokus pada peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan; dan ketiga, mendiskusikan pengungkit kebijakan yang menginsentifkan keuangan dan investasi serta mendukung transisi.
“Negara-negara G20 mendukung hasil kerja yang dibawa Presidensi dan Kerjasama Global untuk Keuangan Inklusif dalam memanfaatkan digitalisasi untuk meningkatkan inklusi keuangan, terutama untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah, serta kelompok-kelompok rentan seperti perempuan dan anak muda,” ujarnya.
Adapun dalam topik keuangan berkelanjutan, negara- negara G20 berdiskusi akan implementasi dari FSB Roadmap yang menunjukan resiko keuangan dari perubahan iklim yang mana menambah Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan G20, dan menyambut implementasi atas peta jalan sejauh ini.
“Sebagai tambahan, negara- negara G20 mendukung inisiatif dalam mempersempit perbedaan data dan mendukung program kerja atas New Data Gap Initiatives guna memastikan ketersediaan akan data yang penting untuk mendukung pembuatan keputusan yang berdasarkan data,” kata Menkeu.
Permintaan G20
G20 meminta IMF, FSB dan IAG untuk mulai bekerja serta mendata perbedaan data dan laporan di baliknya yang berjalan selama setengah tahun berjalan di 2023, dengan catatan target yang ambisius dan penyampaian yang akan membutujkan penghitungan kapasitas nasional secara terhitung, utama, dan situasi negara yang baik guna menghindari tumpang tindih dan duplikasi di tingkat internasional.
Lebih lanjut, guna melanjutkan komitmen guna mendukung semua negara rentan untuk pulih bersama, pulih lebih kuat, G20 menyambut penyaluran sukarela Special Drawing Rights (SDR) sebesar USD 80,6 milar dan menyambut kontribusi sukarela kepada IMF Resilience and Sustainability Trust (RST).
“Fasilitas RST diciptakan sebagai pilihan bagi anggota untuk secara sukarela mengalokasi bagian mereka dalam Special Drawing Rights (SDR) yang telah dibagikan untuk mendukung negara rentan dalam mengatasi permasalahan struktural jangka panjang yang memiliki risiko ekonomi makro, termasuk yang berasal dari pandemi dan perubahan iklim,” ujar Menkeu.
Advertisement
Kesepakatan Lain
Selanjutnya, G20 sepakat untuk memperkuat Global Financial Safety Net dan mendorong Bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks/MDB) untuk memperkuat pembiayaan pembangunan guna mendukung pemulihan ekonomi.
Dalam hal ini, G20 menyambut pembahasan awal dan mendorong MBD untuk melanjutkan pembahasan terkait opsi untuk menerapkan rekomendasi Kajian Independen tentang Kerangka Kecukupan Modal (Capital Adequacy Framework/CAF) dari MDB dalam kerangka tata kelola mereka, dan menantikan laporan perkembangan di Musim Semi 2023.
Untuk mengatasi kerentanan utang, khususnya pada negara berpendapatan rendah, G20 mendorong perkembangan lebih lanjut dari implementasi Common Framework for Debt Treatment di luar DSSI dalam cara yang terprediksi, tepat waktu, teratur, dan terkoordinasi, dan menyambut kemajuan yang tercapai, termasuk penyediaan penjaminan pembiayaan untuk Zambia serta menyambut perkembangan dari komite kreditur sejauh ini dan mendorong penyelesaian yang tepat waktu untuk penanganan utang bagi Chad dan Ethiopia.