Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengungkapkan penyebab Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa industri, terutama pada industri tekstil.
Menko Airlangga menyebut hal itu dikarenakan pelemahan permintaan global, yang berdampak pada kinerja ekspor menjadi terganggu. Akibatnya, sejumlah perusahaan memilih mengurangi produksi.
Baca Juga
"Kondisi ini sudah mulai berdampak pada beberapa industri khususnya terkait dengan sektor tekstil dan produk tekstil," kata Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Capaian Pertumbuhan Ekonomi Triwulan ke-3, yang akan diselenggarakan secara daring, Senin (7/11/2022).
Advertisement
Menko perekonomian juga menilai saat ini kondisi ketenagakerjaan dalam negeri belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19. Walaupun, angka pengangguran mulai menurun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2022 tercatat 5,86 persen. Angka tersebut turun dibanding periode yang sama tahun lalu yakni sebesar 6,49 persen.
"Ini terjadi penurunan penguatan ekonomi dari peningkatan rata-rata upah rata-rata upah Agustus mencapai 3 juta ini naik dibandingkan Agustus 2021 sebesar 12,22 persen," ujar Airlangga.
Kinerja Ekspor
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja ekspor produk tekstil dan alas kaki Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan yang positif pada bulan September 2022.
"Kalau kita lihat buat pabrik tekstil ini dari data ekspor masih menunjukkan pertumbuhan yang tinggi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (3/11).
Menkeu membeberkan ekspor pakaian dan aksesoris rajutan tumbuh 19,4 persen. Lalu ekspor pakaian dan aksesoris nonrajutan tumbuh lebih tinggi, yakni 37,5 persen. Begitu juga dengan ekspor alas kaki yang juga tumbuh 41,1 persen.
"Jadi, dalam hal ini produk-produk tekstil ini masih cukup tinggi," pungkas Menkeu.
Advertisement
Neraca Perdagangan Indonesia Surplus Rp 234,2 Triliun di Kuartal III-2022
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) pada kuartal III-2022 mengalami surplus sebesar USD 14,92 miliar atau setara Rp 234,20 triliun. Angka ini tumbuh 12,58 persen dibandingkan kuartal III-2021.
"Neraca perdagangan Indonesia pada kuartal III-2022 ini surplus sebesar USD 14,92 miliar tumbuh sebesar 12,58 persen (yoy)," kata Kepala BPS, Margo Yuwono dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (7/11/2022).
Surplus NPI di kuartal ketiga tahun ini berasal dari ekspor sejumlah komoditas unggulan. Pertama, batubara yang tercatat USD 13,31 miliar.
Kedua, komoditas kelapa sawit yang nilai ekspornya mencapai USD 8,9 miliar. Ketiga komoditas besi dan baja yang mencatatkan nilai ekspor mencapai USD 6,38 miliar.
Surplus di Berbagai Negara
Selain ketiga komoditas tersebut, surplus NPI juga didukung pertumbuhan negara mitra dagang Indonesia di kuartal III-2022.
Mulai dari China yang ekonominya tumbuh 3,9 persen di kuartal III. Disusul Amerika Serikat tumbuh 1,8 persen, Singapura 4,4 persen. Kemudian Vietnam tumbuh 13,7 persen, Taiwan tumbuh 4,1 persen, dan Uni Eropa 2,4 persen
"Jadi kalau dilihat dari mitra dagang kita di kuartal III semuanya mengalami pertumbuhan dan pertumbuhan tertinggi ada di Vietnam 13,7 persen," kata Margo.
Kondisi ekonomi negara mitra dagang ini kata Margo sangat memberikan pengaruh kepada Indonesia. Mengingat kinerja ekspor Indonesia menjadi salah satu tulang punggung ekonomi nasional.
"Kondisi ini akan berpengaruh ke perdagangan kita karena biar bagaimanapun kita ekonomi terbuka, sangat tergantung kepada perkembangan ekonomi mitra dagang kita," pungkasnya.
Advertisement