BERANI BERUBAH: Payung Batik Mendunia Jadi Pembawa Rezeki Melimpah

Usaha yang telah dirintis pria asal Klaten ini dimulai sejak 1998 silam. Sularto awalnya hanya perajin batik yang memanfaatkan kayu dan serat kain sebagai bahan utamanya.

oleh Aprilia Wahyu Melati diperbarui 15 Nov 2022, 22:00 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2022, 22:00 WIB
Perajin Payung Batik
Sularto yang merupakan perajin payung batik asal Klaten.

Liputan6.com, Jakarta Dihantam pandemi Covid-19 tak membuat Sularto sebagai perajin batik putus asa. Dia terus berinovasi hingga akhirnya mampu membuat terobosan baru memproduksi payung batik yang bahkan sudah mulai mendunia.

Usaha yang telah dirintis pria asal Klaten ini dimulai sejak 1998 silam. Sularto awalnya hanya perajin batik yang memanfaatkan kayu dan serat kain sebagai bahan utamanya.

Sayangnya, usahanya itu menyusut karena imbas dari pandemi Covid-19. Namun, hal itu tak menyurutkan tekad dan semangatnya untuk tetap bertahan di tengah hantaman tersebut. Dia kemudian memunculkan ide baru dengan memanfaatkan payung yang dihias dengan beragam motif batik.

”Sebenarnya kemarin kita bikinnya dari kayu, garang payung yang payungnya itu kita bikin dari kain cap tulis dan tulis. Ternyata terobosan kami kurang, kurang menarik di pangsa pasar. Kita mencoba lagi dengan payung yang memang benar-benar bisa dipakai yaitu dari payung dari plastik atau parasit yang kita motif dengan batik. Itu alhamdulillah ada terobosan baru itu kita banyak peluang rezeki yang ada,” ceritanya kepada Tim Berani Berubah.

Dia pun bercerita, ketika pandemi kemarin usahanya memang benar-benar menurun. Sularto tidak menerima orderan sehingga tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh para pekerjanya. Karena memikirkan nasib pegawainya tersebut, alhasil dirinya memilih payung batik sebagai terobosan baru.

“Karena kemarin pandemi batik kayu itu memang drop enggak ada kegiatan, enggak ada orderan. Karena kegiatan kami itu enggak ada sama sekali, padahal ibu-ibu yang membantu bekerja di sini juga perlu yang namanya pekerjaan, makanya kita mencoba batik payung itu sehingga ada terobosan lain,” tuturnya.

 

Harga Sesuai Kualitas

Sementara itu, untuk harga, Sularto menawarkan payung batik ini dengan kisaran Rp 150-450 ribu. Harga tersebut tentu sesuai dengan kualitas payung yang dibuat. Harga yang terbilang sesuai dengan proses pembuatannya itu membuat payung batik ini kerap dijadikan sebagai souvenir. Hal ini diungkapkan oleh salah satu pembeli, Rizky Juniyanti.

“Kalau untuk harga, menurut saya sesuai dengan prosesnya. Kebanyakan untuk souvenir. Jadi, kebanyakan kalau ada acara gitu terus kita biasanya diminta untuk pengadaan souvenir,” ujarnya.

Tak disangka, tidak hanya pembeli lokal, payung batik ini ternyata juga sudah mendunia. Sularto berhasil mengenalkan bisnis payung batiknya ini sampai ke beberapa negara, seperti India, Hong Kong, Amerika, dan Australia.

“Untuk ekspornya itu melalui teman itu ada yang India, Hong Kong, Amerika, dan Australia,” ungkap dia.

 

Mempekerjakan 45 Perajin Payung Batik

Meskipun ketika pandemi Sularto hanya memiliki 10 pekerja, kini dia telah sukses membuka peluang usaha untuk 45 perajin yang terdiri dari ibu-ibu.

Dia mengatakan, “Untuk sekarang ini kurang lebihnya 45 ibu-ibu yang membantu. Kalau di pas pandemi itu memang 10 ibu-ibu. Tapi alhamdulillah sekarang sudah lebih. Di situlah bisa menolong ekonomi.”

Sri Lestari sebagai salah satu perajin dan pegawai Sularto mengungkapkan, meskipun terasa sulit ketika awal membuat payung batik, dia berharap bisnis ini tetap lancar.

“Awal-awalnya ya itu agak sulit soalnya belum lancar. Jadi, agak sulit. Alhamdulillah lancar mencari rezeki saya, mugi-mugi lancar semua,” kata dia.

Sularto mengungkapkan, usaha yang dibuatnya ini sebagai salah satu upaya untuk melestarikan batik. Sebab, dia bisa mengenalkan motif-motif batik yang ada di klasik, yang ada di Jawa, maupun di luar Jawa.

Dia berharap, bisnis payung batiknya ini kian diminati bahkan dikenal di seluruh dunia.

“Untuk mimpi, kami ya supaya untuk kelanjutan kita ada terus dan semoga peminat payung di seluruh dunia itu bisa menikmati payung batik yang kita buat. Kita harus berkarya, berinovasi dan berani berubah,” pungkasnya.

Kisah ini pasti menjadi inspirasi agar lebih semangat dan pantang menyerah meski kondisi sedang terpuruk.

Karena itu, mari ikuti kisah ini maupun yang lainnya dalam Program Berani Berubah, hasil kolaborasi antara SCTV, Indosiar bersama media digital Liputan6.com dan Merdeka.com.

Program ini tayang di Stasiun Televisi SCTV setiap Senin di Program Liputan6 Pagi pukul 04.30 WIB, dan akan tayang di Liputan6.com serta Merdeka.com.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya