Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan bahwa inflasi Indonesia pada Oktober 2022 yang mencapai 5,71 persen (yoy) masih relatif rendah dibandingkan negara lain.
“Overall Indonesia inflasinya 5,7 persen, masih dalam tahap yang relatif modest atau baik dibandingkan negara-negara lain,” kata Sri Mulyanidalam Konferensi Pers APBN KiTa November 2022, Kamis (24/11/2022).
Baca Juga
Kendati begitu, meskipun Inflasi Indonesia masih rendah dibanding negara-negara emerging maupun negara G20 inflasi masih di level dua digit, Pemerintah Indonesia masih tetap harus waspada. Apalagi kini Amerika Serikat inflasinya sudah mulai menurun di kisaran 7,7 persen.
Advertisement
“Kondisi ini yang akan terus kita pelajari dan waspadai dampaknya terhadap perekonomian kita,” ujarnya.
Inflasi Indonesia yang rendah ini karena sudah ditangani secara konvensional maupun non-konvensional. Konvensional yaitu, menggunakan instrumen moneter, dimana Bank Indonesia mulai menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi.
Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada November 2022. Artinya, sejak 2022 Bank Indonesia telah menaikkan 175 basis poin.
Penanganan non-konvensional yaitu, Pemerintah Indonesia membentuk Tim penanganan inflasi nasional dan daerah. Dibentuknya tim penanganan tersebut menghasilkan dampak yang positif.
“Kalau kita lihat faktor penyumbang inflasi terutama volatile food bisa diturunkan secara cukup impresif semenjak pertengahan tahun ini ke level hanya 7,2 persen.Ini merupakan langkah yang sangat tepat dari sisi waktu maupun dari sisi strategi,” ungkap Menkeu.
Meskipun pada saat yang sama bulan September yang lalu, Pemerintah menaikkan BBM Pertalite dan solar.
Menurut Menkeu, inflasi yang berasal dari administered price memang menunjukkan kenaikkan yang cukup tajam, sehingga mampu menciptakan inflasi. Ke depan, Core inflation atau inflasi inti akan menjadi perhatian bagi Bank Indonesia.
“Kalau dilihat faktor konsumen yang masih sangat kuat memang terlihat agregat demand kita meningkat secara cukup robust (kokoh). Inilah yang kemudian menjadi fokus Bank Indonesia untuk menetapkan policy rate,” pungkasnya.
KSSK: Inflasi Lebih Rendah dari Prakiraan Awal
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melihat bahwa realisasi angka inflasi lebih rendah dari prakiraan awal. Dalam laporan Rapat Berkala KSSK IV 2022, Kamis (3/11/2022), inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober 2022 tercatat 5,71 persen (yoy).
Angka tersebut lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat 5,95 persen (yoy) maupun prakiraan awal. Penurunan ini sejalan dengan dampak penyesuaian harga BBM terhadap inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile food) dan kelompok harga yang diatur Pemerintah (administered prices) yang tidak sebesar prakiraan awal.
Inflasi volatile food turun menjadi 7,19 persen (yoy) sejalan dengan sinergi dan koordinasi langkah-langkah nyata yang ditempuh oleh Pemerintah, Pusat dan Daerah, BI, serta mitra strategis lainnya melalui TPIP-TPID dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Inflasi administered prices juga tidak setinggi yang diprakirakan yaitu 13,28 persen (yoy) sebagai dampak penyesuaian harga BBM terhadap tarif angkutan yang lebih rendah.
Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga rendah, yaitu sebesar 3,31 persen (yoy), sejalan dengan lebih rendahnya dampak rambatan dari penyesuaian harga BBM tersebut di atas dan belum kuatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.
Advertisement
Pemerintah Optimistis Inflasi 2022 di Bawah 6 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis tingkat inflasi bulan Oktober 2022 sebesar 5,71 persen. Mengalami deflasi dari bulan sebelumnya 5,95 persen di bulan September.
"Seperti yang kita ekspektasi beberapa waktu yang lalu kan ya inflasi kita itu diumumkan 5,1 persen (mtm) terjadi deflasi," kata Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (1/11).
Pemerintah meyakini sepanjang tahun 2022 tingkat inflasi Indonesia masih bisa terkendali di bawah 6 persen. Walaupun menjelang akhir tahun, berpotensi terjadi kenaikan inflasi karena ada momentum natal dan tahun baru.
"Desember ini ada nataru, tapi kita usahakan seperti yang sudah kita bilang kalau kembali normal level," kata dia.
Demi meredam kenaikan inflasi, Suahasil mengatakan semua pihak telah bekerja sama dengan membentuk tim pengendalian inflasi hingga ke tingkat daerah. Utamanya inflasi dari kelompok volatile food yang memberikan andil besar pada tingkat inflasi nasional.
"Volatile food ini perlu diperhatikan untuk produk pangannya. Ada beras, hortikultura agar bisa sampai ke pasar," kata Suahasil.
Hasil produksi pangan juga perlu dijaga ketersediaannya dengan jumlah permintaan. "Kalau produksi cukup dan konsumsinya cukup, harusnya harganya bisa cukup stabil," ungkapnya.