Liputan6.com, Jakarta Laju pertumbuhan ekonomi nasional terus berlanjut dengan mendapatkan dukungan dari sejumlah sektor utama seperti kesehatan, telekomunikasi, perdagangan, pertanian, konstruksi, dan termasuk industri pengolahan.
Baca Juga
Meski ikut terdampak pandemi Covid19, industri makanan dan minuman (mamin) mampu tumbuh 3,57 persen (yoy) dan mencatatkan diri sebagai subsektor dengan kontribusi terbesar terhadap PDB industri pengolahan non migas pada kuartal III tahun 2022, dengan sokongan sebesar 38,69 persen.
Advertisement
“Indonesia memiliki landasan ekonomi yang kuat, dimana di kuartal ketiga kita tumbuh 5,72 persen. Dan ini lebih baik dari beberapa negara seperti Tiongkok, Singapura, Korsel, Jerman dan yang lain,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto secara virtual dalam kegiatan CEO Forum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Kamis (1/12).
Neraca perdagangan non migas juga mengalami surplus selama periode Januari hingga Oktober 2022. Surplus tersebut ditunjang dari nilai ekspor subsektor industri mamin, termasuk minyak sawit, yang bertumbuh sebesar 10,73 persen (yoy) atau senilai USD 37.6 miliar.
Hal tersebut merupakan indikator positif guna mempertahankan daya saing produk Indonesia di pasar global, ditengah kondisi ketidakpastian ekonomi dunia saat ini.
“Pertumbuhan industri makan dan minuman perlu terus dijaga, agar kita mampu tahan terhadap guncangan global, termasuk krisis pangan,” tegas Menko Airlangga.
Transformasi sistem pangan di masa post pandemic juga harus dilakukan agar dapat lebih inovatif dan mampu menjaga rantai pasok.
Seluruh stakeholder diharapkan dapat saling bekerja sama membangun ekosistem agar sistem ekonomi pangan bisa tahan terhadap guncangan maupun terhadap perubahan iklim.
Transformasi sistem pangan
Pemerintah juga terus melakukan berbagai upaya peningkatan koordinasi antara sektor pangan dan pertanian melalui sejumlah program untuk mencapai target pertumbuhan sektor pertanian.
Beberapa diantaranya yakni stabilisasi pasokan dan harga pangan, kemitraan berbasis closed loop hortikultura, serta pengembangan korporasi petani dan nelayan.
“Sinergi Pemerintah, dunia usaha, akademisi, serta seluruh komponen masyarakat merupakan persyaratan agar pemulihan sektor ekonomi dapat bersifat inklusif. Saya minta agar seluruh rantai pasok daripada industri pangan ini bisa dijaga dan balance antara supply dan demand terus terukur,” pungkas Menko Airlangga.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut antara lain Menteri Perindustrian, Ketua Umum KADIN Indonesia, Ketua Umum GAPMMI, dan sejumlah CEO yang tergabung dalam GAPMMI.
Advertisement
Ramalan BI di 2023: Pertumbuhan Ekonomi Turun Tapi Neraca Dagang Tetap Surplus
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2023 akan mengalami penurunan di tengah situasi global yang tak pasti. Namun, neraca perdagangan diramal masih tetap akan surplus, ditopang oleh angka ekspor lebih tinggi dari impor.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan, negara tak mungkin memungkiri situasi ekonomi dunia yang kini hingga tahun depan masih akan terus carut marut.
"Kita open economy, kita negara yang terbuka. Artinya, enggak mungkin kalau enggak ada dampak dari luar ke kita. Ini terlihat kok dari sisi pertumbuhan ekonomi kita, yang mungkin proyeksi kita 2023 lebih rendah dari perkiraan semula," ujarnya, Jumat (2/12/2022).
Kendati begitu, Dody menambahkan, Bank Indonesia cukup optimistis bahwa perlambatan ekonomi tidak akan terlalu jatuh sampai ke bawah.
"Artinya, mungkin ekspor melambat, jelas karena globalnya menurun. Tapi mungkin konsumsi, investasi, sudah mulai bangkit karena mobilitas masyarakat relatif sudah kembali normal," imbuhnya.
"Kedua, dari sisi aliran modal asing masuk relatif kita masih bisa harapkan dari ekpsor, meski tidak sebesar yang lalu. Artinya, dari neraca perdagangan kita masih perkirakan surplus meski tidak setinggi 2021-2022," terangnya.
Sisi terang lainnya, Dody menyampaikan, tingkat inflasi saat ini sudah dalam tren yang mulai menurun meski bertahap. Sehingga daya beli masyarakat cenderung masih terjaga.
"Itu semua artinya kebijakan yang kita lakukan 2022 akan kita teruskan pada 2023. Intinya sinergi, kolaborasi, dan inovasi itu jadi kunci bahwa kita tidak bisa menggunakan kebijakan-kebijakan business as usual. Kita gak bisa bergerak sendiri, gandeng teman lain, detilnya seperti apa itu next," tuturnya.
Jokowi: Indonesia Titik Terang di Tengah Kesuraman Ekonomi Global
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, Indonesia titik terang di tengah kesuraman ekonomi global. Hal itu merujuk dari pernyataan Managing IMF, karena mereka menilai perekonomian Indonesia masih tumbuh positif di tengah gempuran gejolak ekonomi dunia.
“Managing IMF sendiri menyampaikan bahwa Indonesia ini adalah titik terang di kesuraman ekonomi global. Hati-hati di tengah kesuraman ekonomi global Indonesia adalah titik terangnya,” kata Jokowi dalam Rapimnas KADIN 2022, Jumat (2/12/2022).
Jokowi mengungkapkan alasan IMF menyebut ‘Indonesia titik terang di tengah kesuraman ekonomi global’, karena dilihat dari angka-angka pertumbuhan ekonominya, Indonesia relatif stabil dan positif dibanding negara lain.
“Apa alasannya dia berbicara seperti itu? karena dia baca angka-angka, coba dilihat inflasi kita terjaga 5,7 persen Dunia sudah di atas 10-12 persen bahkan ada yang sudah lebih dari 80 persen. Kenapa kita harus pesimis kalau angkanya terjaga seperti itu, kita harus optimis,” ujarnya.
Kemudian pada kuartal III pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,72 persen. Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia direvisi menjadi 3,2 persen, justru Indonesia masih tumbuh positif. Artinya, tidak ada alasan untuk pesimis di tahun depan.
“Kuartal ketiga kita tumbuh 5,72 persen. Proyeksi untuk dunia di Tahun 2022 3,2 persen, kita tumbuh 5,72 persen. Kenapa kita tidak optimis dengan angka-angka itu harus optimis,” ungkap Jokowi.
Disisi lain, Purchasing Manager's index (PMI) Indonesia berada di level yang ekspansif, sedangkan semua negara PMI nya terkontraksi. Rata-rata dunia sudah di bawah level 50, tapi Indonesia PMI-nya di level 51,8.
“Masih di atas level 50 (PMI), kenapa kita tidak optimis dengan angka-angka level ekspansif seperti itu harus optimis ini kita baca angka terus,” ujarnya.
Advertisement