Ibadah Penyempurna Saat Ramandan Usai, Kenali Amalan Sunah Bulan Syawal

Syawal adalah bulan peningkatan, dari arti harfiyah "syawal" yakni "meningkat" --meningkatkan ibadah sebagai hasil "latihan" selama bulan Ramadan.

oleh Arie Nugraha Diperbarui 30 Mar 2025, 03:00 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2025, 03:00 WIB
Melihat Kebersamaan Umat Muslim Berbuka Puasa Ramadhan di Masjid Istiqlal
"Makan sahur tidak kita siapkan. Kecuali 10 hari terakhir Ramadhan bagi jemaah yang ingin iktikaf, kita siapkan 1.500 boks," ucapnya. (Liputan6 com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Bandung - Bulan Ramadan tinggal menghitung hari berganti ke bulan Syawal. Saat ini merupakan detik-detik terakhir seluruh umat muslim akan meninggalkan bulan yang penuh rahmat dan hidayah.

Namun jangan salah sangka dahulu, berakhirnya bulan Ramadan bukan berarti ujung ibadah saat menjalankan shaum atau puasa selama sebulan penuh.

Dilansir laman Risalah Islam, terdapat ibadah puasa sunah enam hari adalah amalan sunah bulan Syawal sebagai penyempurna Ibadah Ramadan. Selain itu, ada hahal bihalal, silaturahmi, dan menjaga fitrah. Keutamaan Bulan Syawal adalah ia bulan silaturahmi, halal bihalal, diawali dengan Idul Fitri tanggal 1 Syawal.

Dalam sebuah cerita imaginer, disebutkan Syawal marah kepada umat Islam. Pasalnya, kaum Muslim sangat gembira dengan berakhirnya bulan Ramadan, yakni merayakan lebaran Idul Fitri 1 Syawal.

Syawal marah karena umat Islam yang selama Ramadan rajin ibadah, meninggalkan maksiat, justru kembali malas ibadah dan berbuat dosa di bulan Syawal.

Padahal, Syawal adalah bulan peningkatan, dari arti harfiyah "syawal" yakni "meningkat" --meningkatkan ibadah sebagai hasil "latihan" selama bulan Ramadan.

Tampaknya, Syawal tidak akan terlalu marah jika kita, kaum Muslim, melaksanakan amalan sunah bilan Syawal.

Setelah bulan Ramadan berlalu, semua amaliah khas Ramadan seperti mulai puasa, salat tarawih, hingga iktikaf memburu malam seribu bulan, serta zakat fitrah ditinggalkan.

Idul Fitri menutup semua amaliah Ramadan dengan keyakinan manusia kembali pada fitrah, baik fitrah dalam pengertian futhur (berbuka) atau tidak puasa lagi, maupun dalam pengertian fitrah manusia yang bersih, suci, tanpa dosa, dan hanief (cenderung pada kebenaran) serta berjiwa tauhid.

Bagaimana amaliah pasca Ramadan hingga bertemu lagi dengan Ramadan berikutnya, jika Allah memberi manusia panjang umur? Puasa enam hari bulan Syawal –biasa disebut "nyawalan", adalah penyempurna shaum Ramadan.

Seperti diriwayatkan oleh jamaah ahli hadis, kecuali Bukhari dan Nasa’i, dari Abu Aiyub al-Anshari, Rasulullah SAW, bersabda:

"Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan diiringinya dengan enam hari bulan Syawal, maka seolah-olah ia telah berpuasa sepanjang masa."

 

Halal Bihalal

Halal bihalal bukan amalan sunah karena secara istilah tidak tercantum dalam syariat Islam. Halal Bihalal adalah istilah khas Muslim Indonesia dalam mengisi Hari Raya Idul Fitri, yakni saling memaafkan di antara keluarga, kerabat, tertangga, sahabat, teman kerja, klien, dan sebagainya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, maaf-memaafkan sama arti dengan Halal Bihalal. Halal bihalal sering diartikan dengan ”saling menghalalkan” atau ”saling membebaskan”. Intinya, saling memaafkan kesalahan.

Sebenarnya, halal bihalal tidak usah dibatasi waktunya pada saat Idul Fitri, tetapi setiap saat serta menyangkut segala aktivitas manusia. Walaupun harus diakui, bahwa acara maaf-memaafkan sangat sesuai dengan hakikat Idul Fitri.

Maaf-memaafkan dan hahal bihahal hakikatnya adalah silaturahmi atau silaturrahim (shilah al-rahim). Silaturahim terdiri dari kata shilah, yang terambil dari akar kata washala yang berarti menyambung dan ar-rahim yang pada mulanya berasal dari nama Allah, lalu diberikannya kepada makhluk untuk menunjuk pada sesuatu yang menjadi penyebab kasih-sayang, yakni “rahim atau peranakan”.

Walaupun dalam Al-Quran tidak terdapat istilah shilaturrahim, namun ada sekian ayat yang mengisyaratkan pentingnya memelihara shilaturrahim, seperti QS Al-Nisâ’ (4): 1.

"Bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain (dan peliharalah hubungan) rahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."

Di samping perintah di atas, ada juga ayat yang mengecam orang-orang yang memutuskannya, seperti:

"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya pula mata mereka," (QS Muhammad [47]: 22-23).

 

Memelihara Fitrah

Setelah bermaaf-maafan, hahal bihahal, silaturahmi, bahkan berjuang untuk mudik, idealnya keadaan diri kita kembali kembali suci, bersih, dan kembali pada fitrah sebagai manusia beriman, berjiwa tauhid, hanya mengabdikan diri pada Allah SWT.

Lalu, apakah setelah itu kita mengikuti “arus balik”, berupa kembali kepad kehidupan yang kotor, hanya mengejar dunia, dan melupakan semangat ibadah yang begitu menggebu selama bulan Ramadan? Tentu idealnya tidak demikian. Harusnya, atmosfer Ramadan dapat dipertahanan.

Imam Syafi’i pernah berpesan, “Idul Fitri bukanlah diperuntukkan bagi orang yang mengenakan sesuatu yang serba baru, tetapi dipersembahkan bagi orang yang ketaatannya bertambah”.

Jika seorang muslim sudah kembali ke fitrah (Idulfitri), berarti menjadi berjiwa tauhid yang selalu cenderung pada kebenaran Ilahi (hanief).

Jiwa tauhid melahirkan semangat ibadah, dakwah, dan jihad untuk menegakkan syariat Islam dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Ringkasnya, kembali pada fitrah, berarti kembali pada syariat Islam.

Demikianlah amaliah sunah bulan syawal alias amalan pasca Ramadhan. Yang utama adalah meningkatkan ibadah dan memelihara kesucian jiwa (fitrah) yang cenderung pada kebenaran saja (hanief). Selamat berlebaran!

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya