Liputan6.com, Jakarta Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) kembali menekankan urgensitas daerah untuk memiliki neraca pangan. Itu didorong untuk menjaga ketersediaan stok sekaligus inflasi pangan.
Deputi 3 Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Pangan Nasional, Andriko Noto Susanto, pihaknya telah melakukan berbagai strategi dan upaya ekstra dalam pengendalian inflasi pangan.
Baca Juga
Itu dimulai dengan penyusunan data pangan yang terintegrasi jadi satu data neraca pangan, yang kini sedang disinkronisasikan oleh Badan Pangan Nasional bersama Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, hingga Perum Bulog.
Advertisement
"Saya mendorong data neraca pangan ini juga dilakukan di masing-masing provinsi dan kabupaten, agar dapat diambil kebijakan yang tepat sesuai kondisinya masing-masing," pinta Andriko dalam acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Wilayah Bali Nusra, Jumat (9/12/2022).
Arahan itu juga bentuk tindak lanjut penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022, tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Itu dilakukan melalui konsolidasi penguatan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) bersama seluruh Dinas Urusan Pangan Daerah, yang menjadi tugas Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Bila sudah terbentuk data neraca pangan, Andriko melanjutkan, maka mobilisasi pangan dari daerah surplus ke daerah defisit akan lebih efektif. Termasuk untuk operasi pasar hingga gelar pangan murah serentak di seluruh wilayah Indonesia.
"Sebelumnya, pada Agustus 2022 kami telah melaksanakan pengiriman gula dan minyak goreng ke NTT dengan tol laut. Kami juga telah memobilisasi sapi dari Sumbawa ke Jakarta, jagung dari NTB ke daerah sentra peternak, dan bawang merah ke daerah konsumen," paparnya.
"Langkah ini jadi quick win pengendalian inflasi menjelang HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional) dan Nataru 2022-2023," pungkas Andriko.
Terungkap, Biang Kerok Bulog Sulit Serap Beras Petani
Perum Bulog terus berupaya untuk bisa menyerap beras impor untuk bisa menjaga stok cadangan beras pemerintah (CBP) pada akhir 2022 ini. Pasalnya, Bulog mengaku kesulitan untuk bisa menyerap beras dari dalam negeri.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengutarakan, data yang dihimpun pihaknya sampai dengan 6 Desember 2022, stok beras total yang dimiliki oleh Bulog mencapai 503.000 ton. Sebanyak 61 persen diantaranya merupakan CBP.
Sementara Bulog memperkirakan, pada Desember 2022 masih harus mengeluarkan stok sebanyak 200.000 ton. Sehingga sisa stok yang ada hanya sekitar 300.000 ton.
Menurut Yeka, apabila melihat data kebutuhan beras nasional dalam sebulan rata-rata mencapai 2,5 juta ton, serta angka stok beras minimum sesuai penugasan kepada Perum Bulog dari Rakortas rata-rata sekitar 1,5 juta ton, maka dengan stok beras yang ada saat ini terdapat gap yang masih perlu dipenuhi dengan berbagai skema yang bisa dilakukan.
“Proses pemenuhan kekurangan stok beras yang akan dilakukan dihadapkan pada pilihan yang cukup krusial, dimana ketika pilihan dijatuhkan kepada penyerapan dalam negeri, maka akan dihadapkan pada kondisi tingginya harga gabah,” tutur Yeka, Kamis (8/12/2022).
Advertisement
Harga Beras
Berdasarkan catatan Ombudsman, harga gabah di penggilingan saat ini sudah mencapai Rp 6.000-6.300 per kg, dan hal ini akan berdampak pada harga beras di hilir yang idealnya ada pada rentang Rp 11.000-12.000 per kg.
Sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium adalah Rp 9.450-Rp10.250 per kg. Berdasarkan temuan Ombudsman di Provinsi Banten, Bengkulu, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan Gorontalo, selama Oktober-November 2022, harga gabah terendah yang ditemukan di lima provinsi tersebut Rp 5.150 per kg.
“Dengan kondisi harga gabah yang tinggi, Perum Bulog mengalami kesulitan dalam melakukan pengadaan beras dalam negeri, karena harga pasar gabah sudah diatas Harga Pembelian Pemerintah (HPP),” jelas Yeka.