Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan, kasus KSP Indosurya yang merugikan banyak masyarakat memberikan contoh buruk bagi koperasi simpan pinjam (KSP) di Indonesia.
“Kasus KSP Indosurya menjadi preseden buruk bagi koperasi simpan pinjam. Putusan pengadilan telah mengabaikan rasa keadilan bagi ribuan anggota KSP Indosurya yang dirugikan. Kalau seperti ini orang akan semakin kapok menjadi anggota koperasi simpan pinjam,” kata MenKopUKM Teten Masduki di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Baca Juga
MenKopUKM berharap jaksa melakukan upaya banding karena ada dugaan bahwa persoalan ini bukan murni masalah perdata. Kemenkop akan segera berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Advertisement
“Ini memang sudah masuk wilayah hukum, bukan di wilayah kami lagi” katanya.
Dalam kesempatan itu, Teten mengatakan, sejumlah pembelajaran dari kasus delapan KSP bermasalah, termasuk Indosurya, di antaranya pemerintah akan segera merevisi UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Hal itu agar ada kewenangan KemenKopUKM untuk mengawasi KSP lebih kuat, karena saat ini tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi termasuk sanksi pidana bagi manajemen koperasi yang nakal.
Teten juga menekankan bahwa koperasi yang menjalankan praktik jasa keuangan idealnya memang bukan hanya diawasi anggota saja namun juga oleh Otoritas yg memiliki instrumen Pengawasan yg lengkap, termasuk pengenaan sanksi yg bertingkat.
“Kami menduga banyak KSP yang melakukan praktik shadow banking, untuk yg ini akan kami minta mereka mengubah kelembagaannya bukan lagi KSP, tapi berubah menjadi koperasi jasa keuangan yg ijin usaha dan pengawasannya berada di bawah pengawasan OJK,” katanya.
Teten mengaku sampai saat ini masih banyak KSP di Indonesia yang berlindung di balik filisofi “jati diri koperasi” yang menolak pengawasan di bawah OJK atau berlandaskan UU P2SK.
“Tapi kami sudah ada kesepakatan dengan OJK dalam masa transisi dua tahun ke depan mereka, jika ingin menjalankan KSP maka harus kembali menjadi KSP murni (closed loop) atau pindah sebagai koperasi yang open loop,” pungkas Teten Masduki.
Terdakwa Kasus KSP Indosurya Divonis Bebas, Mahfud Md Dorong Kejagung Banding
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan banding atas vonis bebas terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya, June Indria.
“Kita harus hormati pertimbangan hakim dan tentu saja ini masih ada naik banding, ada kasasi, dan sebagainya. Saya akan dorong Kejaksaan Agung agar naik banding,” kata Mahfud Md saat ditemui wartawan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta Pusat, Jumat (20/1/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan Mahfud menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memvonis bebas terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya June Indria.
Majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa June Indria tidak terbuti bersalah sebagaimana dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU).
"Petugas administrasi itu kan dihukum juga sebagai penyertaan, ya, di dalam kejahatan, tapi ini terserah hakim saja," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Mengenai Henry Surya selaku pelaku utama dalam perkara ini, Mahfud berharap majelis hakim dapat memberikan keadilan bagi masyarakat yang kekayaannya dirampas hingga total sekitar Rp106 triliun.
"Menurut dakwaan yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung, sungguh merupakan kejahatan yang keji terhadap orang yang punya modal-modal kecil yang dipercayakan ke Koperasi Indosurya. Ternyata sebesar Rp106 triliun itu dihabiskan uangnya, dicuri, disalahgunakan," kata Mahfud.
Advertisement
Korban KSP Indosurya Capai 23 Ribu Orang
Mahfud meyakini majelis hakim memiliki rasa kemanusiaan dan hati nurani untuk menegakkan keadilan dan kebaikan bagi publik dan negara.
Terdakwa June Indria merupakan kepala administrasi di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, sedangkan Henry Surya adalah Ketua KSP Indosurya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Fadil Zumhana mengatakan jumlah kerugian dalam perkara ini mencapai Rp106 triliun dengan jumlah korban sekitar 23.000 orang.