Baru 501 Koperasi Simpan Pinjam yang Tercatat di PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatatkan tingkat pelaporan dari koperasi simpan pinjam (KSP) masih rendah.
Berdasarkan data Sektoral Risk Assesment yang dihimpun PPATK, sejak 2010 hingga Juni 2020, tercatat ada sebanyak 67.891 KSP. Namun, hanya 501 yang sudah terdaftar dan menyampaikan 297 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM).
Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi menyampaikan, jumlah koperasi di seluruh Indonesia saat ini sangat banyak. Untuk KSP saja, itu jumlahnya ada sekitar 16.300 unit.
"Kemudian usaha simpan pinjam, artinya sebagai sebuah unit, totally dari koperasi yang melaksanakan usaha simpan pinjam mencapai 73 ribu," kata Zabadi kepada Liputan6.com, Jumat (12/6/2020).
"Tetapi untuk sebagian besar itu adalah koperasi dalam skala kecil, jadi hanya melayani dalam wilayah kerja yang terbatas," dia menambahkan.
Menurut Zabadi, tidak semua koperasi simpan pinjam berskala ekonomi kecil didukung oleh layanan IT yang memadai. Di sisi lain, KSP berbasis transaksi besar perlu didukung layanan digital memadai sehingga wajib terlapor di PPATK.
"Sehingga ketika di-link-kan kepada PPATK, tentu koperasi-koperasi yang sudah berbasis digital. Jadi ada kewajiban dari koperasi skala besar tadi, mereka wajib lapor setiap transaksi," ucap dia.
Amankah Pinjam Uang dari Koperasi Kecil Tak Terdaftar?
Berdasarkan data Sektoral Risk Assesment yang dihimpun PPATK, sejak 2010 hingga Juni 2020, tercatat ada sebanyak 67.891 KSP. Namun, hanya 501 yang sudah terdaftar dan menyampaikan 297 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM).
Lantas, amankah meminjam dana dari koperasi simpan pinjam yang belum terdaftar?
Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengatakan, jumlah KSP di seluruh Indonesia kini berjumlah ribuan, dan banyak diantaranya yang berskala ekonomi kecil dan hanya melayani anggota untuk wilayah tertentu.
"Bayangkan koperasi tingkat RT di Wonogiri. Kan tidak mungkin skalanya besar. Saya enggak kebayang kalau koperasi di tingkat RT di Wonogiri, itu kan hanya transaksi tidak boleh di luar mereka. Kalau secara logika itu transaksinya kecil," ungkapnya kepada Liputan6.com, Jumat (12/6/2020).
Menurut Zabadi, bukan berarti koperasi kecil tersebut masuk ke dalam zona rawan lantaran belum terdaftar secara legal di PPATK.
"Terkadang orang terjebak, berarti koperasi yang tidak nge-link ke PPATK, tentu banyak. Tetapi saya kira itu tidak kemudian menjadikan koperasi sebagai tidak patuh terhadap kewajiban melapor tadi," tuturnya.
Sementara untuk koperasi berskala besar, Kemenkop UKM dan PPATK telah sepakat bahwa mereka wajib mendaftarkan ke PPATK sebagai lembaga keuangan yang laik.
Adapun kategori koperasi simpan pinjam besar tersebut yakni sudah berbasis digital serta melayani transaksi antar daerah, antar pulau, bahkan hingga antar negara.
"Ini yang kemudian kami sepakat dengan PPATK, kami sedang listing sesuai dengan penilaian kesehatan dari PPATK, koperasi-koperasi yang masuk dalam nominasi sebagai wajib lapor tadi, kita terus edukasi dan sosialisasi pada mereka bersama PPATK," tukas Zabadi.
Berita Terbaru
1.078 Keluarga di Bantul Terima Bansos PKH dan Sembako
Bagaimana Cara Cek Asam Urat? Begini Prosedur dan Cara Membaca Hasilnya
Mengulik Tren Busana Raya 2025 di Garis Poetih, Kolaborasi Ivan Gunawan dengan Perancang Modest Fesyen
Soal Pembayaran QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Penjelasan DJP
Inovatif, Perusahaan ini Buat Popok untuk Penonton Konser yang Tak Mau Kehilangan Momen
Polisi Akan Periksa Kondisi Psikologis MS, Istri yang KDRT Suami di Jaktim
Hasil BRI Liga 1 PSM Makassar vs Barito Putera: Menang 3-2, Juku Eja Perpanjang Rekor Tak Terkalahkan
Ramai Isu Kenaikan PPN 12%, Benarkah Bisa Memicu Inflasi yang Tinggi?
Model Baju Kurung Lebaran 2025, Tampil Simple Namun Elegan
Prabowo Terbitkan Perpres Dewan Pertahanan Nasional, Berikut Tugasnya
Israel Tuduh Paus Fransiskus Terapkan Standar Ganda Usai Kritik Kondisi di Gaza
4 Cara Sederhana Mengatasi Stres Saat Liburan, Wajib Dicoba