Jakarta Bakal Terapkan Jalan Berbayar ERP, Ini Titik-Titiknya

Sistem jalan berbayar ERP di Jakarta tidak berdiri sendiri dalam mengatasi isu kemacetan dan polusi. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan pengembangan sistem transportasi yang berorientasi transit.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jan 2023, 22:57 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2023, 21:15 WIB
Tahun Depan, DKI Jakarta Mulai Berlakukan Konsep ERP
Kendaraan melintasi gerbang Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (20/11/2019). DKI Jakarta akan mengimplementasikan konsep ERP mulai tahun 2020. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan menerapkan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan Ibu Kota. Saat ini, Pemprov tengah menyusun rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE). 

Raperda PL2SE menjadi strategi terbaru Pemprov DKI Jakarta mengurai kemacetan dan mengurangi polusi dari emisi kendaraan bermotor. "Sistem elektronik diharapkan bisa menangani permasalahan transportasi di Jakarta yang menyebabkan kerugian ekonomi, baik biaya maupun waktu," tulis keterangan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dikutip dari Belasting.id, Rabu (25/1/2023).

Sistem jalan berbayar di Jakarta tidak berdiri sendiri dalam mengatasi isu kemacetan dan polusi. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan pengembangan sistem transportasi yang berorientasi transit. Sehingga, mampu mendorong minat warga menggunakan transportasi umum dalam melakukan mobilitas di wilayah DKI Jakarta.

Sementara itu, Raperda PL2SE yang mengatur sistem jalan berbayar akan menetapkan 25 titik koordinat kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik. Puluhan titik koordinat tersebut tersebar di jaringan jalan yang sudah diterapkan sistem ganjil-genap kendaraan bermotor.

Lampiran I draft Raperda PL2SE, berikut Titik Koordinat Kawasan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik pada Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Majapahit dan Jalan Medan Merdeka Barat.

Selanjutnya, titik koordinat di Jalan MH Thamrin,  Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sisingamaraja, Jalan Panglima Polim dan Jalan Fatmawati (simpang Jalan Ketimun 1-simpang Jalan TB Simatupang).

Lalu, di Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya, Jalan Jenderal S. Parman (simpang Jalan Tomang Raya-simpang Jalan Gatot Subroto), Jalan Gatot Subroto, Jalan MT Haryono dan Jalan DI Panjaitan.

Titik koordinat sistem jalan berbayar di Jalan Jenderal A. Yani (simpang Jalan Bekasi Timur Raya-simpang Jalan Perintis Kemerdekaan),  Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya,  Jalan Kramat Raya, Jalan Pasar Senen,  Jalan Gunung Sahari dan Jalan HR Rasuna Said.

 

MTI Usul Penerapan ERP Jakarta Berbasis Kawasan, Bukan Koridor Jalan 

Tahun Depan, DKI Jakarta Mulai Berlakukan Konsep ERP
Kendaraan melintasi gerbang Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (20/11/2019). DKI Jakarta akan mengimplementasikan konsep ERP mulai tahun 2020. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) soal pemberlakuan jalan berbayar elektronik (ERP). Sedikitnya, ada 25 ruas jalan yang akan diterapkan sistem jalan berbayar.

Namun, Ketua MTI Jakarta Yusa Cahya Permana mengusulkan, penerapan ERP seyogyanya dilakukan untuk sejumlah kawasan yang dilayani angkutan umum massal, bukan koridor jalan. 

"Secara ideal ERP sepatutnya diterapkan melingkupi sebuah kawasan dan bukan berupa koridor," tegas Yusa dalam keterangan tertulis, Kamis (19/1/2023).

Pasalnya, ia menekankan, penerapan ERP di DKI Jakarta secara koridor berpotensi melimpahkan beban lalu lintas ke koridor lain yang bersifat alternatif akses untuk asal dan tujuan pergerakan lalu lintas yang sama.

"Sejalan dengan konsekuensi logis penerapan ERP dengan konsep koridor yang berpotensi memindahkan beban lalu lintas ke koridor lain di DKI Jakarta, penerapan ERP harus melalui kombinasi dengan strategi manajemen kebutuhan transportasi lainnya. Seperti kombinasi dengan ITCS (intelligent traffic control system) untuk koridor tanpa angkutan massal agar mampu mengurai beban lalu lintas yang terlimpahkan dari koridor ERP," urainya.

Bersamaan dengan itu, Yusa juga menghimbau untuk dilakukan implementasi Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di koridor luar ERP untuk memastikan kedisiplinan lalu lintas.

"Penerapan ERP berbasis koridor sepatutnya diposisikan sebagai bagian langkah awal menuju penerapan berbasis kawasan untuk menghindari pelimpahan volume lalu lintas," kata Yusa.

 

Usul Lainnya

Tahun Depan, DKI Jakarta Mulai Berlakukan Konsep ERP
Kendaraan melintasi gerbang Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (20/11/2019). DKI Jakarta akan mengimplementasikan konsep ERP mulai tahun 2020. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Usul lainnya, apabila ERP direncanakan diterapkan dalam jangka pendek, disarankan regulasi tersendiri bagi operasional kendaraan komersial dan logistik yang selama ini berada dan beroperasi dalam kawasan /koridor ERP, namun tidak menggunakan nomor pelat umum karena penggunaan sendiri untuk mengurangi dampak sosial dan perekonomian pada kawasan/koridor ERP.

Lebih lanjut, Yusa pun mendesak implementasi ERP wajib diutamakan diimplementasikan pada kawasan/koridor jalan yang dilayani angkutan umum massal.

"Layanan angkutan umum pada kawasan yang terdampak ERP wajib mampu memenuhi kebutuhan baik secara kuantitas dan kualitas layanan sesuai dengan kebutuhan kawasan yang dilayani tersebut," serunya.

 

Dampak Penerapan ERP

Tahun Depan, DKI Jakarta Mulai Berlakukan Konsep ERP
Kamera terpasang pada gerbang Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (20/11/2019). DKI Jakarta akan mengimplementasikan konsep ERP tahun mulai 2020. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Menurut dia, pemahaman dan implementasi strategi pemenuhan kebutuhan mobilitas masyarakat melalui angkutan umum sebagai opsi pengganti kendaraan pribadi di kawasan yang terdampak ERP adalah hal yang tidak bisa dinegoisasikan.

Itu lantaran potensi besarnya dampak penerapan ERP baik bagi penghuni kawasan maupun pengunjung kawasan yang terdampak penerapan ERP.

"Kegagalan pembenahan dan pengembangan transportasi umum di kawasan/koridor ERP atau kawasan yang terdampak secara langsung adalah hal yang tidak dapat diterima secara konsep nalar dan keilmuan. Kegagalan tersebut artinya adalah kegagalan penempatan ERP sesuai fitrahnya sebagai bagian strategi besar yang menyeluruh," tuturnya. 

 

 

 

Infografis Perluasan Ganjil Genap Jakarta di 26 Ruas Jalan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Perluasan Ganjil Genap Jakarta di 26 Ruas Jalan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya