Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Tenaga Kerja Afriansyah Noor mengungkap banyak pihak yang menyalahgunakan visa ziarah ke Arab Saudi untuk keperluan bekerja. Ini berkaitan dengan maraknya pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang diberangkatkan ke negata tersebut.
Langkah tegas pun diambil pemerintah dan penerintah Arab Saudi. Keduanya sepakat untuk menyetop penerbitan visa ziarah dalam waktu dekat.
Baca Juga
Sebetulnya, Afriansyah menyebut kalau tujuan PMI ilegal ini tak hanya ke Arab Saudi, tapi juga menyasar ke negara-negara Timur Tengah lainnya. Namun, langkah menyetop penerbitan visa ziarah dilakukan lebih dulu untuk tujuan Arab Saudi.
Advertisement
Afriansyah berharap, disetopnya penerbitan visa ziarah bisa juga menahan pergerakan dari pengiriman PMI ilegal di Arab Saudi.
"Kemarin duta besar Arab Saudi yang baru kemarin mereka berkunjung ke Kemenaker bertemu dengan bu Menteri. Dan hasil kesepakatan, visa ziarah itu akan disetop," ujarnya dalam Konferensi Pers di Kementerian Ketenagakerjaan, Rabu (12/4/2023).
Menurutnya, rencana ini sudah dikoordinasikan bersama dengan pemangku kepentingan terkait, seperti Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Kendati begitu, dia belum mengungkap kapan waktu pasti penyetopan ini berlaku.
"Mulai bulan ini kita akan minta kepada pemerintah Arab Saudi menyetop visa ziarah. Jadi tidak lagi diberikan dengan gampang," ujar dia.
Perlu diketahui, visa ziarah sendiri sebenarnya tidak bisa digunakan untuk kepentingan kerja di negara tujuan seperti Arab Saudi. Sementara, menurut temuan Afriansyah, masih banyak oknum yang menyalahgunakannya.
Â
Sanksi Hukum
Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Tenaga Kerja Afriansyah Noor menegaskan sanksi bagi penyalur pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal atau non prosedural bakal kena sanksi lebih berat. Sebelumnya, sanksi yang diberikan adalah pencabutan izin usaha.
Afriansyah menerangkan, sanksi berat itu merujuk pada sanksi pidana. Apalagi, jika kedapatan penyaluran merupakan bagian dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Guna menindaklanjuti adanya TPPO tadi, Afriansyah bakal terus menggandeng Kementerian dan Lembaga terkait untuk berkoordinasi untuk memberantas tindakan ini. Termasuk, adanya penambahan sanksi yang diberikan kepada penyalur tenaga kerja.
"Selama ini kami hanya memberikan sanksi ringan, hanya cabut atau men-skorsing. Tapi sekarang kami ingin melakukan semacam efek jera kepada yang mereka lakukan," ujarnya dalam Konferensi Pers di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Â
Advertisement
Gandeng Polri
Langkah ini diambil atas kerja sama Kemnaker dengan kepolisian agar penyalur nantinya tidak lagi menyalurkan tenaga kerja secara ilegal. Harapannya, bisa mencegah kejadian serupa terulang kembali.
"Jadi tidak boleh mereka melakukan pemberangkatan secara non prosedural. Jadi Kita harap hukuman diberikan dengan berita acara yang kami buat sesuai kenyataan di lapangan," bebernya.
Afriansyah menjelaskan, upaya itu bukan hanya berangkat dari kepolisian dengan hukuman pidana saja. Dari sisi Kemnaker pun, diakui akan mengatur kembali regulasi terkait dengan pemberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke sejumlah negara.
"Kami Kementerian Lembaga akan sepakat akan perbaiki regulasi yang ada terhadpa siatme penempatan PMI yang berangkat ke negara-negara penempatan, terutama ada Arab Saudi, Timur Tengah, Malaysia, Singapura, dan beberapa negara yang memang menerima banyak pekerja yang informal, ya pekerja seperti pembantu rumah tangga," terangnya.
Â
Tak Jamin Keselamatan Pekerja
Pada kesempatan ini, Afriansyah menjelaskan mengenai dampak buruk dari penyaluran pekerja yang tak sesuai regulasi. Misalnya adalah tak adanya jaminan keselamatan kerja di negara tujuan.
Dia mengakui, banyak kasus-kasus pelanggaran terhadap PMI di luar negeri disebabkan oleh penyaluran tenaga kerja ilegal.
"Artinya teman-teman yang melakukan pemberangkayan secara non proseduran termasuk PMI kita ke luar negeri harus kita cegah," katanya
"Karena banyak yang terjadi di luar negeri ketika berangkat nonprodsdural, perlindungan, keselamatan dan seluruh fasilitas yang harusnya mereka dapat, tak mereka dapat. Ini yang harus kita sikapi," terang Afriansyah Noor menegaskan.
Advertisement