Liputan6.com, Jakarta Indonesia akan memasuki masa kekeringan pada Mei 2023. Kekeringan atau El Nino ini menjadi siklus alam yang harus dihadapi setelah dalam bebera tahun Indonesia dilanda La Nina atau curah hujan tinggi. Namun demikian, Menko Luhut mengaku sudah memiliki senjata dalam menghadapi El Nino ini.
Menko Luhut menjelaskan, El Nino ini akan membuat produksi pangan terdampak sehingga sangat berpotensi meningkatkan angka inflasi. Hal inilah yang diminta oleh Menko Luhut untuk diantisipasi.
Baca Juga
“Saya meminta seluruh K/L terkait juga pemerintah daerah untuk mulai bersiap sejak dini, memperhitungkan segala langkah yang mesti ditempuh agar pengalaman buruk delapan tahun lalu tidak terulang kembali. Setidaknya sejak saat ini kami menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai senjata menghadapi El Nino,” katanya dalam unggahan di akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan, dikutip Jumat (28/4/2023)
Menko luhut juga menambahkan, tingginya suhu udara di sejumlah wilayah Indonesia juga sebagai tanda dari mulaid atangnya El Nino.
Advertisement
Penjelasan El Nino
Mengutip laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) RI,
El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan yang terjadi pada SML akan meningkatkan risiko pertumbuhan awan untuk area Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di Indonesia. Secara singkat, El Nino akan menyebabkan kekeringan secara umum.
Menurut LindungiHutan, fenomena El Nino sendiri dapat disebabkan oleh banyak hal. Seperti garis khatulistiwa, interaksi laut-atmosfer, sirkulasi walker atau tinggi rendahnya tekanan udara di wilayah tertentu, hingga angin monsoon.
Dampak El Nino
Ketika El Nino mampir, kekurangan angin pasat dan monsoon akan melemah. Sekaligus, daerah yang dilintasi oleh garis khatulistiwa akan mengalami penurunan curah hujan.
Dampak utama saat El Nino terjadi adalah beberapa kawasan di Indonesia rawan terkena dampak kekeringan. Beberapa kawasan yang berisiko jadi korban El Nino adalah Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Akibat terjadinya cuaca ekstrem tersebut, berbagai penyakit bisa timbul. Masyarakat menjadi lebih rentan mengalami diare, flu, demam berdarah, kolera, ataupun penyakit lainnya.
Dalam hal pertanian, fenomena perubahan iklim seperti terjadinya El Nino dapat menyebabkan tanaman rusak dan kekurangan pasokan air. Kelembaban udara yang meningkat dapat memancing kehadiran hama serta menyebabkan tanaman tidak bisa dipanen karena kekeringan.
Begitupun dalam konteks kehidupan laut, El Nino bisa memicu terjadinya perpindahan ikan ke kawasan yang lebih sesuai, yang mana berujung mengurangi pendapatan nelayan untuk mencari ikan.
Ancam Ekonomi Indonesia
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menilai El Nino perlu diwaspadai karena jadi ancaman serius ke ekonomi. Ia mengatakan, El Nino bisa berdampak signifikan terhadap stok pangan di dalam negeri dan menyebabkan kenaikan inflasi.
Pada 2015, fenomena El Nino menyebabkan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) mencapai 4,84 persen year on year (YoY). Sementara pada Januari 2016, inflasi harga pangan bergejolak menembus 6,77 persen YoY. Bhina menuturkan, padahal Januari biasanya inflasi cenderung rendah, tapi El Nino menyebabkan anomali pada awal 2016.
“Dengan kondisi inflasi pada 2023 diperkirakan berkisar 4,5 persen-5 persen, kondisi El Nino bisa memperburuk ekspektasi inflasi. Kekeringan ekstrem harus mulai di mitigasi terutama di kantong penghasil pangan utama,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Jumat (28/4/2023).
Advertisement
Picu Inflasi
Bhima prediksi, inflasi dapat mencapai 5-5,5 persen pada akhir 2023. Bhima menyarankan Badan Pangan harus segera bertindak. Hal ini tidak selalu dijalankan dengan menambah impor beras. “Beberapa daerah yang sedang panen rayah gabah mungkin prioritas diserap pemerintah dulu,” kata dia.
Ia menambahkan, khawatir efek turunan dari naiknya harga pangan dapat menciptakan berbagai dampak negatif mulai dari kenaikan jumlah rumah tangga miskin hingga pengangguran di sektor pertanian.
Pengaruhi Investasi di Sektor Perkebunan
Selain itu, Bhima mengatakan, risiko El Nino juga mempengaruhi keputusan penambahan investasi di sektor perkebunan dalam 2-3 tahun ke depan.
Pada 2021-2022, investasi di sektor perkebunan meningkat, menurut Bhina terutama bertepatan dengan lonjakan harga CPO di luar perkiraan di pasar ekspor. Harga CPO pada 28 April 2023 alami tekanan hingga merosot 48,8 persen Yoy. “Jadi faktor harga yang turun juga berkontribusi pada tertundanya investasi di sektor sawit,” ujar dia.