Bank Dunia Sebut Bansos Efektif Turunkan Kemiskinan daripada Subsidi BBM, Ini Alasannya

Bank Dunia menilai, program bantuan sosial (bansos) lebih efektif dalam upaya pemerintah menurunkan angka kemiskinan dibandingkan dengan subsidi energi Bahan Bakar Minyak (BBM)

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Mei 2023, 17:16 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2023, 17:16 WIB
Angka Kemiskinan di Indonesia Turun
Warga beraktivitas di permukiman kumuh Muara Baru, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Indonesia turun menjadi 26,5 juta orang per September 2021 dari sebelumnya mencapai 27,54 juta orang pada Maret 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia menilai, program bantuan sosial (bansos) lebih efektif dalam upaya pemerintah menurunkan angka kemiskinan dibandingkan dengan subsidi energi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Hal itu diungkapkan Bank Dunia dalam laporan terbarunya, berjudul Indonesia Poverty Assessment Patways Towards Economic Security yang diluncurkan pada Selasa (9/5)

"Subsidi energi mahal dan tidak efektif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan," tulis Bank Dunia dalam laporan bertajuk Indonesia Poverty Assessment, dikutip Selasa (9/5/2023).

Laporan terbaru Bank Dunia juga menyoroti program jaminan sosial dapat mengurangi masalah pengangguran hingga kesehatan. Namun sayangnya, jaminan sosial saat ini hanya tersedia bagi pekerja formal.

"Saat ini, hanya pekerja formal yang memiliki perlindungan untuk kejadian-kejadian tersebut," ungkap Bank Dunia.

Sementara itu, program subsidi BBM dianggap tidak efektif untuk mengurangi angka kemiskinan. Menurut Bank Dunia, hal ini dikarenakan program tersebut memerlukan biaya yang mahal dan membebani fiskal negara.

Selain itu, program subsidi BBM juga tidak tepat sasaran sehingga berdampak kecil terhadap kelompok masyarakat ekonomi ke bawah.

"Subsidi (BBM) tersebut tidak tepat sasaran bagi petani miskin, sebagian besar tidak efektif," sebut Bank Dunia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bank Dunia Puji Indonesia dalam Kurangi Kemiskinan Ekstrem

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Country Director World Bank Indonesia, Satu Kahkonen memuji kemajuan yang dicapai Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan.

“Selama 20 tahun terakhir, kita telah melihat kemajuan yang luar biasa dalam kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia,” kata Satu Kahkonen dalam acara Indonesia Poverty Assessment yang digelar Bank Dunia di Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Seperti diketahui, pada 2021, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan upaya pemerintah untuk memberantas kemiskinan ekstrem mendekati 0 persen pada tahun 2024.

Di 2023 ini, dengan tingkat kemiskinan ekstrim di Indonesia yang berkurang sebesar 1,5 persen, Kahkonen menyakini, target ini pada dasarnya tercapai.

“Ini adalah pencapaian yang mengesankan. Dan saya ingin mengucapkan selamat kepada Indonesia dan Pemerintah Indonesia atas pencapaian yang luar biasa ini,” ujarnya.

Ketika melihat ke depan, dengan Indonesia yang kini berdokus fokus pada transisi ke status berpenghasilan tinggi, Bank Dunia menyarankan, akan membutuhkan kebijakan.

“Hal ini tidak hanya menyesuaikan kemajuan dalam pengentasan kemiskinan, tetapi juga memperhatikan pendapatan yang lebih tinggi dan ketahanan ekonomi ekonomi bagi masyarakat Indonesia,” jelas Kahkonen.

 


Selanjutnya

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2022
Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Oleh karena itu, sejalan dengan ambisi tersebut, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempertimbangkan perluasan definisi masyarakat miskin, katanya.

Hal ini dapat dilakukan, menurut Kahkonen, misalnya dengan menggunakan garis kemiskinan internasional sebesar USE 3,20 alih-alih garis USD 1,90 yang saat ini digunakan.

“Jika kita menerapkan definisi kemiskinan yang lebih luas ini, ada sekitar satu dari enam orang Indonesia yang dalam kondisi miskin, atau sekitar 40 juta orang,” ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya