Liputan6.com, Jakarta - Sidang Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Pemeriksaan Lanjutan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 Huruf c dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia mulai memasuki tahap pembacaan putusan terhadap para Terlapor di perkara tersebut.
Namun dalam pembacaan putusan kartel minyak goreng tersebut terdapat terdapat enam perusahaan tidak hadir, diantaranya PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Cahaya Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, dan PT Karyaindah Alam Sejahtera.
Baca Juga
Putusan merupakan hasil dari proses pemeriksaan yang telah dilakukan pada 20 Oktober 2022 dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Lanjutan sejak tanggal 25 November 2022, serta perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan sejak tanggal 20 Februari 2023.
Advertisement
Dari pemeriksaan tersebut, KPPU berhasil memeriksa 31 Saksi dari pihak Investigator dan terlapor serta atas 11 Ahli dari pihak Investigator, Terlapor, dan Majelis Komisi guna menggali berbagai keterangan.
"Setelah mempertimbangkan para ahli, saksi, kesimpulan, hasil persidangan, dan dokumen perkara tentang duduk perkara sudah dibacakan. Untuk memutuskan perkara apakah terjadi atau tidak usaha tidak sehat," kata Ketua Majelis Komite KPPU, Dinni Melanie, di Kantor KPPU, Jumat (26/5/2023).
Berikut daftar 27 terlapor yang menjalani sidang:
- PT Asianagro Agungjaya sebagai Terlapor I
- PT Batara Elok Semesta Terpadu sebagai Terlapor II
- PT Berlian Ekasakti Tangguh sebagai Terlapor III
- PT Bina Karya Prima sebagai Terlapor IV
- PT Incasi Raya sebagai Terlapor V
- PT Selago Makmur Plantation sebagai Terlapor VI
- PT Agro Makmur Raya sebagai Terlapor VII
- PT Indokarya Internusa sebagai Terlapor VIII
- PT Intibenua Perkasatama sebagai Terlapor IX
- PT Megasurya Mas sebagai Terlapor X
- PT Mikie Oleo Nabati Industri sebagai Terlapor XI
- PT Musim Mas sebagai Terlapor XII
- PT Sukajadi Sawit Mekar sebagai Terlapor XIII
- PT Pacific Medan Industri sebagai Terlapor XIV
- PT Permata Hijau Palm Oleo sebagai Terlapor XV
- PT Permata Hijau Sawit sebagai Terlapor XVI
- PT Primus Sanus Cooking Oil Industrial sebagai Terlapor XVII
- PT Salim Ivomas Pratama, Tbk sebagai Terlapor XVIII
- PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT Smart Tbk) sebagai Terlapor XIX
- PT Budi Nabati Perkasa sebagai Terlapor XX
- PT Tunas Baru Lampung, Tbk sebagai Terlapor XXI
- PT Multi Nabati Sulawesi sebagai Terlapor XXII
- PT Multimas Nabati Asahan sebagai Terlapor XXIII
- PT Sinar Alam Permai sebagai Terlapor XXIV
- PT Wilmar Cahaya Indonesia, Tbk sebagai Terlapor XXV
- PT Wilmar Nabati Indonesia sebagai Terlapor XXVI
- PT Karyaindah Alam Sejahtera sebagai Terlapor XXVII.
Kebijakan Minyak Goreng Berubah-ubah, Ekonom: Tak Mungkin Ada Kartel
Sebelumnya, ekonom Ine Minara Ruky menyoroti soal kebijakan minyak goreng yang berubah-ubah. Dia menilai tidak mungkin ada kesepakatan kartel di antara produsen ketika terjadi kenaikan harga yang diikuti dengan kelangkaan minyak goreng pada tahun lalu.
Hal ini disebabkan kartel minyak goreng tidak mungkin efektif dilakukan di saat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berubah-ubah dalam waktu singkat untuk mengatasi masalah minyak goreng.
“Berdasarkan konsepnya, kartel biasanya dilakukan di tengah kondisi pasar yang stabil. Sementara saat itu pemerintah mengeluarkan banyak kebijakan yang berubah-ubah dalam waktu yang singkat," kata Ine saat memberi keterangan dalam sidang perkaraa dugaan kartel minyak goreng yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) secara daring, Minggu (26/2/2023).
"Melakukan kesepakatan kartel pada saat itu justru tidak rasional. Setiap kebijakan pasti akan mengubah perilaku pelaku usaha dan perhitungan cost yang harus dikeluarkan untuk melakukan kartel,” lanjut dia.
Menurutnya, kebijakan pemerintah yang terjadi saat itu harus dianalisis karena perilaku pelaku usaha tidak steril dari lingkungan kebijakan pemerintah. Di samping itu, motivasi pelaku usaha melakukan kartel adalah mendapatkan keuntungan jangka panjang.
Apabila kartel dilakukan dalam jangka pendek, maka probabilitas efektivitasnya menjadi kecil. Begitu juga, keuntungannya akan lebih kecil dan biaya yang harus dikeluarkan menjadi tidak rasional.
Misalnya, kalau ada kartel harga dalam dua atau tiga bulan, kemudian di tengah-tengah berhenti, karena ada structural break berupa kebijakan harga dari pemerintah. Namun, beberapa bulan kemudian kebijakan dicabut dan terjadi lagi kartel.
"Menurut saya itu tidak masuk akal. Pelaku usaha pasti rasional. Apabila ingin melakukan kartel biasanya jangka panjang, tidak sepotong-sepotong begitu,” katanya.
Advertisement
Masalah Kartel
Ine menegaskan, sesungguhnya keberhasilan kartel juga sangat bergantung berapa banyak pihak yang terlibat. Kartel semakin tidak efektif dengan semakin banyaknya peserta yang ikut dalam kesepakatan.
Dalam perkara ini, KPPU menduga sebanyak 27 perusahaan minyak goreng kemasan (Terlapor) melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).
Para Terlapor dituduh membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober - Desember 2021 dan periode Maret – Mei 2022, serta membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari – Mei 2022.
Ine mengingatkan KPPU agar berhati-hati dalam menyimpulkan adanya kartel terkait kenaikan harga minyak goreng pada periode tersebut. Keseragaman harga (price parallelism) yang terjadi tidak serta merta membuktikan adanya kartel.
“Hati-hati dalam mengartikulasikan price parallelism, karena bisa saja dibentuk oleh interdependensi (saling ketergantungan) pelaku usaha di pasar oligopoli. Interdependensi pasar oligopoli sangat tinggi. Setiap keputusan yang diambil perusahan, berdampak pada perusahaan yang lain. Keuntungan dan kerugian juga ditentukan strategi input-output perusahaan lain. Jadi, saling mengikuti, saling menyesuaikan harga itu wajar, selama tidak dilakukan melalui kesepakatan,” tegas Ine.