Liputan6.com, Jakarta Kegiatan ekspor pasir laut dinilai lebih banyak mendatangkan efek negatif ketimbang sisi positif atau kelebihannya. Mengingat, kerusakan yang terjadi usai pengerukan berlebihan untuk tujuan ekspor.
Pengamat Maritim dari Ikatan Alumni Lemhanas Strategic Center (IKAL SC) Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai, ada beberapa dampak negatif dari kegiatan pengerukan pasir laut. Utamanya, berdampak buruk pada ekosistem pesisir.
Baca Juga
"Pasir laut jelas memiliki peran penting dalam mencegah abrasi, melindungi mangrove, dan menjaga garis pantai dari banjir dan intrusi air laut. Jika pengerukan pasir ini diperbolehkan, maka dapat membahayakan kelangsungan hidup masyarakat pesisir dan infrastruktur pulau yang mereka tinggali," paparnya kepada Liputan6.com, Selasa (30/5/2023).
Advertisement
Tak hanya itu, spesies yang ada secara khusus di wilayah-wilayah terdampak juga dinilai akan merasakan dampaknya. Misalnya, ikan di terumbu karang, dan spesies ikan yang bergantung pada pasir sebagai lingkungan hidupnya.
Di sisi lain, Marcellus menilai ada dampak negatif yang cukup berarti dari sisi ekonomi. Sebut saja bagi kelompok masyarakat nelayan dan masyarakat di pesisir pantai.
Pengerukan pasir
Pengerukan pasir dengan skala besar akan berpengaruh langsung ke dua kelompok ini. Sebut saja, hasil penangkapan ikan yang disinyalir akan ikut menurun seiring kegiatan pengerukan pasir.
"Wilayah penangkapan ikan nelayan akan terganggu oleh aktivitas kapal yang melakukan penambangan pasir laut. Hal ini akan signifikan mengurangi pendapatan nelayan dari penangkapan ikan di wilayah tersebut," urainya.
Selain itu, penambangan pasir laut yang tidak terkendali juga dapat merusak sumber daya perikanan. Lalu, mengurangi produktivitas ekosistem perairan yang terkait dengan pasir laut.
"Namun demikian, juga dari sisi ekonomi, kita harus jujur mengatakan bahwa penambangan dan ekspor pasir laut dapat memberikan beberapa manfaat jika dilakukan secara terukur. Seperti dapat meningkatkan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar," jelasnya.
Lama Pemulihan
Dihubungi terpisah, Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan proses pemulihan dari kegiatan pengerukan pasir cenderung butuh waktu yang lama. Ini terjadi di kawasan Kepulauan Riau yang pada 20 tahun lalu baru saja disetop kegiatan pengerukan untuk tujuan ekspor.
"Saya ini dari daerah Kepulauan Riau, itu 20 tahun yang lalu itu jadi tempat pasirnya dikeruk gitu, untuk dikirim ke Sungapura. Itu Tanjung Balai Karimun namanya daerah saya, itu sampai sekarang itu belum pulih kerusakan lingkungannya," ungkapnya.
Dengan demikian, dia menentang kebijakan yang dikelarkan Jokowi yang membolehkan adanya pengerukan pasir untuk tujuan ekspor. Melihat dampak buruk terhadap ekologi dan ekolomi wilayah terdampak
"Terus sekarang kita mau hidup kan lagi ekspor pasir itu. Daerah mana yang mau dirusak? Atau mau dihilangkan? Karena kalau dikeruk ada potensi hilang itu pulaunya habis pasirnya gituloh," tegasnya.
Advertisement
Jokowi Bolehkan Ekspor Pasir Laut
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Salah satu isi dari aturan ini adalah memperbolehkan ekspor pasir laut.
Dikutip dari aturan tersebut, Senin (29/5/2023), aturan ini dirilis sebagai upaya pemerintah dalam bertanggung jawab untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2O14 tentang Kelautan.
Selain itu, aturan ini juga untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan laut serta untuk mendukung keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut, sehingga meningkatkan kesehatan laut.
Menarik, dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 ini, hasil sedimen di laut dapat dimanfaatkan untuk empat hal. Sedimen laut tersebut didefinisikan sebagai pasir laut dan atau material sedimen lain berupa lumpur.
Rinciannya adalah:
• Reklamasi di dalam negeri;
• Pembangunan infrastruktur pemerintah;
• Pembangunan prasarana oleh pelaku usaha; dan/atau
• Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Meski pasir laut diperbolehkan diekspor, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pelaku usaha. Misalnya perizinan, syarat penambangan pasir laut, hingga ketentuan ekspor karena menyangkut bea keluar.
Aturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 2023 oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada 15 Mei 2023 oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Ekspor Pasir Laut Dihentikan Sejak 2003
Pemerintah sebelumnya sudah melarang total ekspor pasir laut sejak 2003 melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Dituliskan dalam Surat Keputusan yang ditandatangani Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Sumarno pada 28 Februari 2003 disebutkan alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir laut.
Advertisement