Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mematok nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, serta pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar dan pajak penghasilan yang berlaku pada 31 Mei-6 Juni 2023.
Hal tersebut telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27/KM.10/2023 tentang nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar dan pajak penghasilan yang berlaku pada 31 Mei 2023-6 Juni 2023.
Keputusan tersebut juga menimbang bahwa untuk keperluan pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar dan pajak penghasilan atas pemasukan barang, utang pajak yang berhubungan dengan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar dan penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing, harus terlebih dahulu dinilai ke dalam uang rupiah. Demikian mengutip dari fiskal.kemenkeu.go.id, Jumat (2/6/2023).
Advertisement
Berikut penetapan nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar dan pajak penghasilan yang berlaku pada 31 Mei 2023-6 Juni 2023:
- Rp 14.919 untuk dolar Amerika Serikat (USD)
- Rp 9.794,99 untuk dolar Australia (AUD)
- Rp 10.991,73 untuk dolar Kanada (CAD)
- Rp 2.154,25 untuk kroner Denmark (DKK)
- Rp 1.904,61 untuk dolar Hong Kong (HKD)
- Rp 3.251,29 untuk ringgit Malaysia (MYR)
- Rp 9.177,98 untuk dolar Selandia Baru (NZD)
- Rp 1.357,87 untuk kroner Norwegia (NOK)
- Rp 18.462,76 untuk poundsterling Inggris (GBP)
- Rp 11.050,35 untuk dolar Singapura (SGD)
- Rp 1.393,23 untuk kroner Swedia (SEK)
- Rp 16.518,88 untuk frans Swiss (CHF)
- Rp 10.696,81 untuk yen Jepang (JPY)
- Rp 7,09 untuk kyat Myanmar (MMK)
- Rp 180,34 untuk rupee India (INR)
- Rp 48.522,54 untuk dinar Kuwait (KWD)
- Rp 52,12 untuk rupee Pakistan (PKR)
- Rp 267,17 untuk peso Filipina (PHP)
- Rp 3.977,89 untuk riyal Arab Saudi (SAR)
- Rp 49,32 untuk rupee Sri Lanka (LKR)
- Rp 430,69 untuk baht Thailand (THB)
- Rp 11.045,21 untuk dolar Brunei Darussalam (BND)
- Rp 16.046,31 untuk euro (EUR)
- Rp 2.110,44 untuk renminbi Tiongkok (CNY)
- Rp 11,30 untuk won Korea (KRW)
Dalam aturan ini juga menyebutkan kalau dalam hal kurs valuta asing lainnya tidak tercantum dalam diktum kesatu, maka nilai kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan adalah kurs spot harian valuta asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap dolar Amerika Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya dan dikalikan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini.
Apa Itu Kurs Pajak?
Lalu apa itu kurs pajak? Â Kurs pajak menurut Kementerian Keuangan adalah nilai tukar satu mata uang ke mata uang lainnya yang diaplikasikan dalam setiap transaksi perpajakan di Indonesia. Kurs pajak bersifat fluktuatif dan nilainya ditetapkan setiap seminggu sekali oleh Kementerian Keuangan melalui KMK yang berlaku selama tujuh hari.
Nilai dari kurs pajak akan berubah-berubah atau fluktuatif tergantung pada perubahan nilai mata mata uang dolar Amerika Serikat yang dijadikan acuan utama. Demikian dikutip dari laman pajak.com.
Bagi pengusaha, kurs pajak ini berfungsi saat akan menghitung bea masuk, menghitung bea keluar, menghitung pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Adapun payung hukum dari kurs pajak ini antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang sebelumnya mengacu pada UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Â
Advertisement
Pengadilan Pajak Pindah ke Mahkamah Agung, Kemenkeu Hormati Putusan MK
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan sikap terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memindahkan sistem pengadilan pajak, dari semula di bawah Kemenkeu ke Mahkamah Agung (MA).
Stafsus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pihak instansi menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan dengan nomor perkara 26/PUU-XXI/2023, tentang pengujian terhadap pasal 5 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terhadap UUD 1945.
Pada sidang tersebut, MK memutuskan untuk mengabulkan satu dari tiga permohonan yang diajukan. Adapun sidang diselenggarakan tanpa dilakukan permintaan keterangan baik ke Pemerintah maupun DPR dimana hal tersebut dimungkinkan berdasarkan Undang-Undang MK.
"Kami hormati keputusan MK sebagai lembaga peradilan yang independen. Kami akan terus mendukung penguatan pengadilan pajak yang sejalan dengan reformasi perpajakan yang telah dan sedang kami jalankan," kata Prastowo dalam pesan tertulisnya kepada Liputan6.com, Sabtu (27/5/2023).
Sebelumnya, MK telah mengabulkan permohonan untuk sebagian dan menyatakan, frasa Departemen Keuangan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor Tahun 2002 dinyatakan tidak berkekuatan hukum.
Sehingga dimaknai menjadi, pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026.
Salah satu pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi menilai Pengadilan Pajak tetap mempertahankan pembinaan badan peradilan pada lembaga yang tidak terintegrasi. Maka hal tersebut dapat memengaruhi kemandirian badan peradilan, atau setidak-tidaknya berpotensi lembaga lain turut mengontrol pelaksanaan tugas dan kewenangan badan peradilan, dalam hal ini (in casu) Pengadilan Pajak. Sehingga tidak dapat secara optimal melaksanakan tugas dan kewenangannya secara independen.
Â
Percepatan e-tax court system
Terkait putusan MK tersebut, Prastowo melanjutkan, Kementerian Keuangan akan melakukan percepatan implementasi secara penuh e-tax court system. Kemudian juga sistem lain yang mendukung transparansi penanganan perkara yang saat ini sedang ditangani oleh Sekretariat Pengadilan Pajak.
Selanjutnya, ia menambahkan, Kemenkeu akan melakukan kajian secara lebih komprehensif yang meliputi berbagai aspek terkait. Sehingga proses transisi berjalan lancar.
"Terutama dari sisi struktur kelembagaan dan kepegawaian Sekretariat Pengadilan Pajak di Kemenkeu yang akan beralih ke MA akan kami siapkan alternatif-alternatif kebijakannya dan kami komunikasikan dengan MA," pungkas Prastowo.
Â
Advertisement