Spotify PHK 200 Karyawan di Unit Podcasting

Spotify melakukan PHK terhadap sekitar 200 karyawannya. Jumlah itu setara dengan 2 persen tenaga kerja perusahaan secara global.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 06 Jun 2023, 11:30 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2023, 11:30 WIB
Spotify
Logo Spotify

Liputan6.com, Jakarta - Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi pada sekitar 200 karyawan unit podcasting di platform layanan musik digital, Spotify

Jumlah itu setara dengan 2 persen tenaga kerja Spotify secara global.

Dilansir dari CNN Business, Selasa (6/6/2023) dalam sebuah pernyataan tertulis, Spotify mengatakan telah membuat keputusan yang sulit tetapi perlu untuk membuat penataan kembali strategis dalam departemen podcastnya. 

Perombakan ini termasuk menggabungkan studio Parcast dan Gimlet Media.

"Kami memperluas upaya kemitraan kami dengan podcaster terkemuka dari seluruh dunia dengan pendekatan khusus yang dioptimalkan untuk setiap acara dan pembuat konten," demikian pernyataan VP Spotify, Sahar Elhabashi.

"Poros fundamental dari proposisi yang lebih seragam ini akan memungkinkan kami mendukung komunitas kreator dengan lebih baik," ungkapnya.

Ini adalah PHK putaran kedua Spotify di tahun ini. Pada bulan Januari 2023, Spotify memberhentikan sekitar 6 persen tenaga kerja globalnya  karena perlambatan belanja iklan.

"Seperti banyak pemimpin lainnya, saya berharap untuk mempertahankan angin kencang dari pandemi dan percaya bahwa bisnis global kami yang luas dan risiko yang lebih rendah terhadap dampak pelambatan iklan akan melindungi kami. Kalau dipikir-pikir, saya terlalu ambisius untuk berinvestasi sebelum pertumbuhan pendapatan kami," kata CEO Spotify Daniel Ek, saat itu.

Salah satu eksekutif yang terdampak PHK saat itu adalah Dawn Ostroff, chief content officer, yang menandatangani sejumlah kesepakatan podcasting selama masa jabatannya yang singkat.

Upaya Spotify dalam Menjalankan Bisnis Podcast

Ilustrasi Spotify
Ilustrasi Spotify. Kredit: StockSnap via Pixabay

Diketahui, Spotify bertaruh besar pada podcast dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2019, platform tersebut mendesain ulang aplikasi untuk menekankan layanan podcastnya, dan telah menghabiskan biaya lebih dari USD 500 juta dolar untuk studio penghasil podcast.

Spotify bahkan juga memiliki sejumlah podcast eksklusif yang didistribusikannya, seperti "Pengalaman Joe Rogan" dan podcast "Call Her Daddy" oleh Alex Cooper.

Namun, perusahaan telah mengurangi jumlah eksklusif yang dimilikinya. Kesepakatan dengan guru swadaya Brené Brown, jurnalis olahraga Jemele Hill, dan kesepakatan Barack dan Michelle Obama akan segera berakhir.

Spotify memiliki 100 juta pendengar podcast dan merupakan penerbit podcast ternama di Amerika Serikat. Perusahaan mengungkapkan bahwa pendapatan iklan podcast mengalami pertumbuhan dua digit yang tinggi dari 2021 hingga 2022.

Produsen Sepatu Puma PT Horn Ming Indonesia Bakal PHK 600 Karyawan

Puma Ultra
Sepatu Puma Ultra, produk terbaru apparel Puma pada Januari 2021. (Istimewa)

Gelombang Pemutusah Hubungan Kerja (PHK) di Tanah Air belum berhenti. Terbaru, PT Horn Ming Indonesia yang merupakan produsen sepatu merek Puma berencana merumahkan ratusan pekerja. 

Horn Ming Indonesia yang beroperasi di Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, akan memberhentikan atau melakukan PHK terhadap 600 orang pekerja.

Hal tersebut tertuang dalam rencana pemutusan kerja telah disampaikan secara resmi oleh pihak perusahaan melalui surat pemberitahuan bernomor 023/HR/V/2023 tanggal 8 Mei 2023 kepada pemerintah daerah (pemda) melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Tangerang, Banten.

"Ya betul, minggu lalu kita sudah dapat informasi akan adanya PHK kepada 600 orang karyawan PT Horn Ming Indonesia," ucap Kepala Disnaker Kabupaten Tangerang, Rudi Hartono dikutip dari Antara, Senin (5/6/2023).

Ia menyebutkan produsen sepatu merek ternama di dunia tersebut tengah mengambil langkah efisiensi dengan memutus kerja kepada 600 orang dari jumlah total 2.400 karyawan yang ada.

"Dari total 2.400 karyawan rencananya ada 600 orang yang bakal di PHK," katanya.

Menurutnya, langkah yang diambil oleh perusahaan dengan melakukan gelombang pemutusan kerja tersebut akibat adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi global, sehingga perusahaan itu mengalami penurunan produksi yang mempengaruhi pengurangan tenaga kerja.

"Alasannya order sepi karena efek pasar Eropa lesu setelah perang Ukraina dan Rusia," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya