Liputan6.com, Jakarta Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, membeberkan faktor penyebab kredit macet yang masih terjadi di Indonesia.
Menurutnya, faktor penyebab kredit macet lantaran Pemerintah kurang menggerakkan sektor riil. Pemerintah cenderung lebih mendorong kebijakan moneter, fiskal dan perbankan.
Baca Juga
Padahal sektor riil merupakan sektor yang penting dalam menentukan kebijakan, baik kebijakan moneter maupun kebijakan disektor perbankan.
Advertisement
Namun, hingga kini jika terjadi permasalahan dalam perekonomian Indonesia yang selalu menjadi perhatian adalah kebijakan moneter dan perbankan. Sebenarnya, kata Aviliani sektor riil juga tak kalah penting untuk digerakkan.
"Selama ini terbalik, selalu yang disalahkan adalah moneter dan perbankannya tapi sektor riilnya gak digerakkan. Nah ini yg sebenarnya dalam policy atau pemerintah harusnya sektor riilnya digerakkan, otomatis perbankan akan ikut di belakangnya," kata Aviliani dalam Diskusi Publik 'Evaluasi dan Perspektif Ekonom Perempuan INDEF terhadap Perekonomian Nasional, Kamis (28/12/2023).
Perhatian Pemerintah
Selain itu, kebijakan fiskal juga selalu menjadi perhatian Pemerintah, lantaran fiskal memiliki peran penting untuk menggerakkan ekonomi di sektor-sektor infrastruktur. Alhasil ketiga kebijakan baik moneter, fiskal dan perbankan tidak bisa dipisahkan.
Namun, penting juga untuk terus mendorong sektor riilnya. Karena jika tidak didorong, maka akan menyebabkan kredit macet.
"Nah jadi ini yang memang menjadi concern kita. Selama ini banyak kebijakan yang mendorong perbankan dulu, tapi sektor riilnya ga didorong. Ini yang akan menyebabkan kredit macet," ujarnya.
Cerita Agus Marto: Bank Mandiri Pernah Krisis, Kredit Macet Sentuh 25 Persen
Bankir Senior Agus Martowardojo, mengatakan sepanjang kariernya selama dua dasawarsa lebih di industri perbankan kerap dihadapkan pada krisis, baik kriris kecil maupun besar.
Bahkan ia sering kali diminta untuk membenahi bank-bank yang mengalami permasalahan, diantaranya bank plat merah. Mantan Dirut PT Bank Mandiri ini bercerita, dirinya pernah diminta untuk menduduki jabatan Direktur Utama Bank Mandiri pada tahun 2005.
Pada saat itu, Bank Mandiri tengah goyah dan dihadapkan dengan sejumlah permasalahan, yakni tingkat kredit macet (non performing loan/NPL) bank Mandiri saat itu berada di level 25 persen.
"Saya di tahun 2005 diundang kembali ke Bank Mandiri, karena Bank Mandiri pada tahun 2005 itu sedang mengalami krisis, karena besar sekali kredit bermasalahnya. Pada saat itu NPL Bank Mandiri sampai 25 persen gross," kata Agus dalam Top 100 CEO and The Next Leader Forum 2023, di Jakarta, Selasa (5/2/2023).
Â
Advertisement
GCG Lemah
Tak hanya itu saja, ternyata kata Agus, pada waktu itu permasalahan di Bank Mandi tidak hanya soal NPL yang tinggi, melainkan juga ditemukan banyak penyimpangan, diantaranya penerapan Good Corporate Governance-nya lemah, risk managemennya juga masih lemah, sistem auditnya belum jalan, hingga moral karyawan dan nasabahnya jatuh.
"Oh ternyata karyawan dan nasabahnya moralnya lagi jatuh, karena begitu banyak rubrikasi dari direksi Bank Mandiri yang saya gantikan, ada tiga figur yang harus masuk penjara dan pasti membuat moral turun," ujarnya.
Adapun langkah utama yang dilakukan Agus pada waktu itu terhadap Bank Mandiri adalah melakukan stabilisasi, dan berupaya mengembalikan kepercayaan nasabah, regulator, dan stakeholder.
"Kita harus melakukan stabilisasi, dan yang memang paling cepat yang harus kita lakukan adalah kembalikan kepercayaan, nasabah, regulator, dan stakeholder harus kita jaga," pungkasnya.