Terbongkar, Alasan Orang Indonesia Banyak Terjerat Pinjol Ilegal hingga Bunuh Diri

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkap alasan banyaknya masyarakat Indonesia terjebak pinjaman online (pinjol). Bahkan, diantaranya berakhir bunuh diri hingga dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja.

oleh Tim Bisnis diperbarui 23 Jan 2024, 13:30 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2024, 13:30 WIB
Ilustrasi korban pinjaman online atau fintech lending
Ilustrasi korban pinjaman online atau fintech lending ( Ilustrasi: Abdillah/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkap alasan banyaknya masyarakat Indonesia terjebak pinjaman online (pinjol). Bahkan, diantaranya berakhir bunuh diri hingga dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja.

Tulus menyebut, banyaknya masyarakat yang menjadi korban pinjol ilegal akibat rendahnya literasi keuangan. Alhasil, masyarakat tidak memahami konsekuensi yang ditanggung jika mengakses pinjaman melalui pinjol ilegal.

 

"Konsumen itu terbukti dengan kasus pengaduan pinjaman online, khususnya pinjol ilegal karena menyangkut literasi digital rendah, literasi finansial rendah, inklusivitas keuangan juga rendah," ujar Tulus dalam acara Jumpa Pers Laporan YLKI 2023 di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (23/1).

Akses Layanan Pinjol

Bahkan, tak sedikit masyarakat yang tidak mengetahui sama sekali telah mengakses layanan pinjol ilegal setelah mengikuti link yang diterima melalui handphone (hp). Selain itu, banyak masyarakat yang tidak mengetahui besaran bunga yang dikenakan pinjol ilegal yang membuat masalah dikemudian hari.

"Jadi, konsumen hanya membuka handphone, kemudian mengklik, klik, klik tanpa membaca ketentuan yang berlaku, tanpa membaca buangannya berapa, tanpa membaca cara penagihannya seperti apa dan seterusnya. Kemudian konsumen di kejar oleh DC (debt colector) ada yang bunuh diri, ada yang dipecat perusahaan, ada yang cerai, karena menyangkut piutang pinjaman online," bebernya.

Berdasarkan catatan YLKI, pinjaman online menempati urutan pertama atas pengaduan di komoditi jasa keuangan hingga 50 persen pada 2023. Disusul, perbankan sebanyak 25,3 persen pengaduan, uang elektronik 10 persen,  leasing 7,5 persen, asuransi 4,2 persen, dan lembaga non bank 3,1 persen.

 

Kasus Bunuh Diri

Ilustrasi Pinjaman Online alias Pinjol. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)
Ilustrasi Pinjaman Online alias Pinjol. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Sebelumnya, kasus seorang pria (23 tahun) yang tewas gantung diri di Kediri, Selasa, 12 Desember 2023, menambah panjang jumlah orang bunuh diri akibat pinjaman online (pinjol).

Total, sebanyak 25 orang bunuh diri karena pinjol, bank keliling dan bank emok hingga 16 Desember 2023. Jumlah ini yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Pada tahun 2019, saat pinjaman online mulai memasyarakat, jumlah orang yang mengakhiri hidupnya, percobaan bunuh diri (berhasil diselamatkan), dan membunuh orang lain mencapai 51 kasus.

Pada tahun 2021, saat puncak pandemi Covid-19, jumlah kasus bunuh diri karena masalah utang tersebut sebanyak 13 orang.

"Data ini diolah dari berbagai berita media massa sejak tahun 2019 hingga 16 Desember 2023. Dengan asumsi bahwa tidak semua kasus bunuh diri karena terjerat utang online ilegal dan sejenisnya diberitakan media, maka bisa diduga jumlah kasus tersebut dapat saja lebih dari 51 kasus," ungkap Founder Center for Financial and Digital Literacy, Rahman Mangussara, dikutip dari siaran pers, Selasa (19/12/2023).

 

Angka Kasus Bunuh Diri

banner grafis ilustrasi bunuh diri
banner grafis ilustrasi bunuh diri

Menurut Rahman, angka kasus bunuh diri ini sungguh sangat mencemaskan dan seharusnya sudah membunyikan alarm tanda bahaya bagi semua pihak, otoritas, pemerintah dan pelaku usaha untuk segera bertindak mengatasi dan mencegah hal ini terjadi lagi. Solusinya harus menyeluruh, dari masalah ekonomi hingga kesehatan mental.

Rahman mengatakan masyarakat yang terjebak utang online dan mungkin juga judi online yang makin marak belakangan ini, mesti mendapat perhatian serius sebelum mereka telanjur bermasalah. Rahmat menilai, jalan pintas dengan melakukan bunuh diri, seharusnya bisa dicegah seandainya ada pihak yang dari awal sudah mendeteksinya.

"Pertama-tama dan terutama adalah membereskan akar masalahnya yakni ekonomi keluarga. Kedua, penegakan hukum yang keras terhadap pinjol ilegal. Fakta bahwa sudah ratusan pinjol ilegal sudah ditutup, tetapi tetap muncul lagi. Di satu sisi mereka tidak jera dan di sisi lain ada permintaan dari masyarakat," pungkas Rahman. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya