Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengucurkan sekitar Rp 190 miliar untuk membayar klaim nasabah dari 7 bank perekonomian rakyat (BPR) yang bangkrut di awal 2024.
Berdasarkan data per 21 Maret 2024, LPS telah kucurkan Rp 190.156.949.070 kepada klaim nasabah dari 7 BPR yang telah dicabut ijin usahanya sejak Januari 2024.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengklaim, jatuhnya ketujuh bank tersebut tidak cukup signifikan untuk menganggu keuangan pihaknya. Purbaya mengaku pihaknya sejauh ini masih punya kecukupan dana untuk membayar klaim simpanan BPR yang jatuh.
Advertisement
"Sekarang ada 7 BPR yang jatuh dan diselamatkan. Tujuh itu enggak cukup signifikan untuk mengganggu keuangan LPS," ujar Purbaya di Jakarta, dikutip Selasa (26/3/2024).
"Kita kan kaya. Saya kan punya Rp 214 triliun, nanti Juli akhir nambah, akhir tahun nambah lagi. Tahun ini bisa Rp 240 triliun lebih," dia menambahkan.
Lebih lanjut, ia juga buka suara soal rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan memangkas jumlah bank perekonomian rakyat, dari 1.500 bank menjadi hanya 1.000 bank.
Purbaya menilai, jika OJK melakukan pemangkasan 500 BPR tersebut dalam waktu serentak, ia lebih mengkhawatirkan pihak otoritas yang lebih bakal kewalahan.
"Tapi kalau Anda bilang ada 500 bank jatuh, kalau setahun bukan saya yang pusing. OJK justru yang pusing nanganin gimana ngendaliin dampak sosialnya," kata dia.
"Kalau saya sih pasti bisa bayar, enggak ada masalah. Tapi saya pikir 500 (BPR) harusnya OJK melakukan secara bertahap. Enggak mungkin sekaligus 500," ungkapnya.
Sebagai catatan, total bank yang dilikuidasi oleh LPS selama 18 tahun sejak 2006 jumlahnya sebanyak 128 BPR. Adapun dalam triwulan pertama tahun ini sudah ada 7 bank bangkrut yang dicabut izinnya oleh OJK.
Mulai dari PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma.
LPS Siap Jadi Penyelenggara Program Penjaminan Polis
Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan siap mengemban amanat barunya sesuai UU No 4 Tahun 2023, yaitu sebagai penyelenggara Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan berlaku pada 12 Januari 2028.
"LPS terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam rangka menyusun dan menyelesaikan RPP Program Penjaminan Polis yang diamanatkan oleh UU P2SK. Yang pasti ketika pelaksanaan PPP sudah mulai kita sudah siap,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Bukti kesiapan mengemban program penjaminan polis, kata Purbaya, LPS juga telah menyusun draft pokok-pokok peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh UU P2SK.
Hal itu yang meliputi beberapa substansi pengaturan dalam Peraturan Pemerintah (PP), antara lain terkait iuran awal kepesertaan serta iuran berkala penjaminan dan lini usaha tertentu yang menjadi objek penjaminan dan beberapa substansi pengaturan dalam Peraturan LPS (PLPS), yaitu mengenai kriteria persyaratan tingkat tertentu dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan likuidasi perusahaan asuransi. Adapun, peraturan pelaksanaan tersebut berdasarkan UU P2SK harus selesai 2 tahun sejak UU ditetapkan atau paling lambat 2 Januari 2025.
Advertisement
Susun Peraturan Teknis
"Dalam penyusunan draft dan RPLPS amanat UU P2SK tersebut, LPS juga terus berdiskusi da memperoleh masukan dari OJK, perusahaan asuransi, asosiasi perusahaan asuransi dan dari berbagai pakar dan ahli di bidang asuransi," ujar Purbaya.
Selain berbagai perkembangan tersebut, LPS bersama dengan Kemenkeu dan OJK pada 2024 juga sedang melakukan, penyusunan peraturan teknis pelaksanaan seperti Peraturan Dewan Komisioner (PDK) dan Peraturan Anggota Dewan Komisioner (PADK) dan juga yang tidak kalah penting adalah persiapan pemenuhan SDM dan kompetensi untuk menunjang pelaksanaan PPP dan melakukan pembekalan kepada karyawan dengan pendidikan dan pelatihan mengenai perasuransian.