Liputan6.com, Jakarta - PT Danareksa (Persero) dalam implementasi Indonesia Water Fund (IWF) membangun Sistem Pengelolaan Air Minum atau SPAM Bandung melalui pembentukan konsorsium. Terdiri dari ekosistem Holding BUMN Danareksa beserta PT CITIC Environtech Indonesia dan SUEZ (Singapura) Services Pte Ltd.Â
Pengumuman konsorsium ini dilakukan di sela-sela kegiatan World Water Forum ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center, dan turut disaksikan langsung oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo.
Seusai acara, Tiko sapaan akrab Kartika mengemukakan, pemerintah bersama BUMN dan stakeholders terkait hendak membangun ekosistem air. Mulai dari air baku, pemasangan pipa hingga ke reservoir, sampai dengan penyaluran ke masyarakat.Â
Advertisement
"Harapannya nanti bandung jadi salah satu pilot project dari kita yang bisa memberikan akses air yang baik kepada masyarakat bandung," ujar Tiko, dikutip Selasa (21/5/2024).
Direktur Utama Danareksa Yadi Jaya Ruchandi menjelaskan, pembangunan SPAM Bandung berkapasitas 3.500 liter per detik ini menghabiskan investasi sekitar Rp 3,7 triliun.
"Kalau yang di Bandung investasinya Rp 3,7 triliun, dari distribusi dari source to tap. Jadi masuk dari pengambilan air di (Waduk) Saguling sampai ke rumah. Ada 350 ribu sambungan rumah," jelas Yadi.Â
Menimpali pernyataan Yadi, Tiko mengasumsikan itu bukan nilai investasi kecil. "Satu kota aja Rp 3,7. Jadi bayangin kalau satu Indonesia, kebayang berapa kan?" ungkapnya.
Lebih lanjut, Yadi mengatakan pembangunan SPAM Bandung ini membutuhkan waktu penyelesaian bertahap selama 3 tahun hingga 2027. Pembangunannya pun 100 persen menggunakan pipa baru, sehingga nantinya sambungan air ledeng ini diklaim bakal memberikan saluran air laik minum.
"Jadi kita benar-benar menampung, mengolah kembali dan memasukan lagi menjadi paling tidak clean water," ungkap dia.
World Water Forum ke-10: UNESCO Dorong Kerja Sama Global untuk Pengelolaan Air Berkelanjutan
Sebelumnya, UNESCO mempromosikan kerja sama internasional dan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan air global yang mendesak pada World Water Forum ke-10 pada 18-24 Mei di Bali, Indonesia.
Forum ini akan mempertemukan para pembuat kebijakan, ilmuwan, dan pemangku kepentingan dari seluruh dunia untuk mencapai komitmen global dalam ketersediaan dan kerja sama pada isu air.
World Water Forum tahun ini, yang dipimpin bersama oleh UNESCO, akan menekankan hubungan penting antara pengelolaan air dan gangguan iklim, menyoroti bahwa peningkatan kerja sama yang ditingkatkan dan pengumpulan data yang lebih baik dapat mengarahkan dunia menuju keamanan dan ketahanan air. UNESCO fokus pada tiga tujuan utama, yaitu:
- Meningkatkan kerja sama pada pengelolaan air
- Meningkatkan pengetahuan dan pengumpulan data
- Meningkatkan pendidikan dan kesadaran mengenai isu-isu terkait air
"Seiring dengan meningkatnya kelangkaan air dan perubahan iklim yang bervariasi, sangat penting bagi kita untuk meningkatkan kerja sama internasional untuk mengukur dan mengelola sumber daya air secara bersama dan berkelanjutan serta melatih dan memberdayakan generasi baru untuk para profesional di bidang air," kata Direktur Jenderal UNESCOÂ Audrey Azoulay dalam pernyataan tertulisnya seperti dikutip Selasa (21/5).
Berikut masing-masing penjelasan dari tiga tujuan utama UNESCO.
Advertisement
Meningkatkan Kerja Sama di Bidang Perairan Lintas Batas
Berawal dari sungai, danau hingga lapisan kulit bumi berpori yang dapat menahan air (akuifer) yang lintas - batas, negara-negara perlu segera berkolaborasi dalam mengelola sumber daya air bersama yang mengalir bebas melintasi batas negara.
Langkah pertama yang sering kali dilakukan adalah mengidentifikasi sumber air bersama. Sebagai pemimpin dalam pemantauan akuifer lintas batas, UNESCO telah membantu mengidentifikasi sistem lintas batas di 153 negara, yang mencakup 468 akuifer dan 286 sungai dan danau.
Program UNESCO, Proyek Tata Kelola Sumber Daya Air Tanah dalam Akuifer Lintas Batas (GGRETA) di dunia yang telah berlangsung selama satu dekade, telah memberikan penilaian, tata kelola, dan kebijakan mengenai akuifer lintas batas di tiga benua. Program ini telah diadaptasi di Afrika Barat, Mediterania, Balkan, dan Amerika Selatan.
Kerangka kerja "sumber daya air bersama" dapat menjadi katalis utama bagi pembangunan kolektif, namun hanya sebagian kecil negara-negara tepi sungai yang memiliki perjanjian lintas batas. Praktik terbaik terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Senegal pada Bendungan Manantali, meskipun secara fisik berlokasi di Mali, bendungan tersebut dimiliki dan dikelola secara kolektif oleh Otoritas Pembangunan Wilayah Sungai Senegal yang berkontribusi pada sektor energi di negara-negara wilayah sungai (Guinea, Mali, Mauritania dan Senegal). Kerja sama ini menghasilkan listrik dengan biaya lebih rendah dan dari sumber daya yang bersih.