Tak Semua Karyawan Wajib Potong Gaji Buat Tapera, Ini Penjelasannya

Tetiap karyawan atau pekerja mandiri yang diwajibkan untuk mengikuti program Tapera adalah yang memiliki gaji paling sedikit sebesar upah minimum yang ditetapkan setiap tahunnya oleh pemerintah.

oleh Tim Bisnis diperbarui 31 Mei 2024, 15:15 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2024, 15:15 WIB
BTN Bantu Biayai 4,05 Juta Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Besaran iuran untuk program Tapera diterapkan sebesar 3 persen. Rinciannya, iuran sebanyak 2,5 persen ditanggung pekerja, dan 0,5 persen ditanggung perusahaan.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak pihak menolak aturan wajib mengikuti program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Baik dari kalangan pemberi kerja atau pekerja, dari yang belum punya rumah maupun yang masih menyicil Kredit Pemilikan Rumah (KPR).  

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo mencoba memberikan jawaban dari penolakan-penolakan wajib mengikuti program Tapera ini. Menurutnya, tidak semua pekerja ataupun karyawan wajib mengikuti program Tapera. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tapera.

"Terkait siapa saja yang wajib menjadi peserta Tapera, itu wajib atau nggak? Kalau melihat substansi Undang-Undang No 4 Tahun 2016 tentang Tapera harus di pahami, tidak semua diwajibkan menjadi peserta," kata Heru dalam Konferensi Pers tentang Tapera di Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Jumat (31/5/2024).

Dia menyebut setiap karyawan atau pekerja mandiri yang diwajibkan untuk mengikuti program Tapera yang memiliki gaji paling sedikit sebesar upah minimum.

Sedangkan, peserta yang tidak diwajibkan mengikuti program Tapera ialah karyawan atau pekerja mandiri yang berpenghasilan di bawah upah minimum tidak diwajibkan mengikuti program Tapera.

"Peserta Tapera yang diwajibkan hanya yang pendapatannya lebih dari upah minimum, di bawah upah minimum tidak wajib menjadi peserta Tapera," bebernya.

Apapun, besaran iuran untuk program Tapera diterapkan sebesar 3 persen. Rinciannya, iuran sebanyak 2,5 persen ditanggung pekerja, dan 0,5 persen ditanggung perusahaan.

"Kami juga sudah melakukan benchmarking kepesertaan ke lembaga eksisting seperti PT Taspen, ASN, BPJS Ketenagakerjaan untuk swasta dan untuk bekerja mandiri," tegas Heru mengakhiri.

Apindo: Iuran Tapera Harusnya Sukarela, Tidak Wajib

Penyaluran KPR Subsidi BTN
Suasana perumahan subsidi Griya Srimahi Indah, Tambun Utara, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (16/2/2022). Dirut Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, dari total 13.192 unit rumah subsidi yang berhasil dibukukan, 11.117 unit diantaranya adalah KPR Sejahtera konvensional. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang kebijakan iuran Tapera.

Sebagai informasi, kebijakan terbaru mengenai tarif Tapera diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken Jokowi pada 20 Mei 2024.

Aturan tersebut menunjukkan, simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta, atau dari penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani mengatakan bahwa dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah untuk menjamin kesejahteraan pekerja.

“PP No.21/2024 yang ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 20 Mei 2024 lalu, kami nilai sebagai duplikasi program existing, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang berlaku bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek. Sehingga kami berpandangan TAPERA dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena pekerja swasta dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” kata Shinta dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jumat (31/5/2024).

Dengan itu, APINDO danKSBSI menyarakan, pemerintah baiknya lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, dimana sesuai PP adalah sebesar maksimal 30 % (138 Triliun).

Karena Aset JHT sebesar 460 Triliun dianggap bisa digunakan untuk program MLT perumahanbagi pekerja, mengingat ketersediaan dana MLT yang sangat besar dan dinilai belum maksimalpemanfaatannya, jelas Shinta.

 

KSBSI: Pemerintah Dapat Maksimalkan MLT BPJS Ketenagakerjaan

Pembangunan Sejuta Rumah Bersubsidi Masih Berlanjut
Suasana embangunan rumah bersubsidi di Kompleks Perumahan Grand Viona, Ciseeng, Bogor, Selasa (8/6/2021). Kementerian PUPR memastikan pembangunan rumah bersubsidi dalam program sejuta rumah tahun ini masih berlanjut meski di tengah pandemi Covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Adapun, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban memaparkan bahwa pemerintah sebenarnya bisa memaksimalkan pemanfaatan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan yang diperuntukkan bagi program kepemilikan rumah untuk pekerja yang belum memiliki tempat tinggal.

“Untuk itu, kami minta setidaknya pemerintah merevisi pasal 7 dari yang wajib menjadi sukarela,” ujar Elly.

“Penerapan Undang-Undang Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun dan sampai usia pensiun, untuk bisa mendapatkan rumah tempat tinggal. Belum lagi sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), ini masih jauh dari harapan untuk bisa mensejahterakan buruh. Kami menganggap. Undang-Undang TAPERA bukanlah Undang-Undang yangmendesak, sehingga tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini,” jelas dia.

Dalam kesempatan itu, APINDO dan KSBSI juga mengungkapkan bahwa keduanya akan membentuk tim untuk menyusun Kertas Posisi dalam menyikapi kebijakan terbaru Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Infografis Bantuan DP Rumah Pekerja Informal
Infografis Bantuan DP Rumah Pekerja Informal
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya