Sasaran Sertifikasi Lahan Transmigrasi Tak Tercapai, Apa Masalahnya?

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyadari sertifikasi tanah transmigrasi belum sepenuhnya mencapai target.

oleh Arief Rahman H diperbarui 14 Jun 2024, 20:39 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2024, 20:39 WIB
Presiden Joko Widodo Akan Serahkan 10.323 Sertipikat Tanah Elektronik Hasil Redistribusi Tanah di Banyuwangi
Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo didampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan menyerahkan Sertipikat Tanah Elektronik di Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.

Liputan6.com, Bali Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyadari sertifikasi tanah transmigrasi belum sepenuhnya mencapai target. Sehingga, dinilai perlu ada revisi target yang ditetapkan tersebut.

DirekturJenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Dalu Agung Darmawam mengatakan, persoalan tanah transmigrasi ini menjadi persoalan berbagai pihak. Baik di Kementerian ATR/BPN, maupun Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

"Tanah tranamigrasi tadi daikui pak Dirjen (Transmigrasi) juga bahwa ini jadi PR ktia juga," kata Dalu usai Reforma Agraria Summit 2024, di Sanur, Bali, Jumat (14/6/2024).

Dia mengatakan, target yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebesar 600 ribu hektare lahan dinilai cukup. Bahkan, dia menyebut luasan lahan dalam hak pengelolaan (HPL) tanah transmigrasi yang diserahkan ke Pemerintah Daerah (Pemda) sudah melebihi target tadi.

"Namun demikian ternyata para peserta transmigrasi ketika diberikan luasan transmigrasi 2 hektare, maka sebenarnya tidak cukup antara luasan dengan para peserta transmigran itu tidak memenuhi, itulah yang menyebabkan capaian transmigrasi itu menjadi seperti itu," tuturnya.

Diketahui, sertifikasi tanah transmigrasi baru mencapai 148.621 hektare dari target 600 ribu hektare. Dalu Agung membuka kesempatan adanya revisi target bagi RPJMN 2025-2029 mendatang, sesuai dengan masukan yang diterimanya.

"Makanya teman-teman dari (direktorat) transmigrasi menyarankan agar ada revisi target. Nah ini sedang kita upayakan," ungkapnya.

Dia menegaskan, data sebaran lahan yang akurat menjadi satu kunci penting agar dapat jadi acuan. Artinya, perlu ada penyelarasan data antar kementerian/lembaga yang terkait.

"Tadi bu deputi Bappenas juga menyampaikan kita harus patokannya data dulu setelah itu baru bicara rentetan masalah," ucapnya.

 

Konsolidasi Data

Jokowi Bagikan 3.000 Sertifikat Tanah di Pasar Minggu
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi sambutan saat membagian sertifikat tanah di Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (22/2). Jokowi menjawab tuduhan bahwa pembagian sertifikat tanah untuk rakyat tidak ada gunanya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalu mengatakan konsolidasi data diperlukan dalam memperkuat basis pencapaian target reforma agraria yanh dicanangkan. Utamanya pada data spasial di masing-masing kementerian.

"Jadi tadi dengan dasar pemahaman bahwa administrasi pertanahan yang kokoh itu akan menjadi prakondisi yqng sangat penting bagi pencapaian RA kedepan dari situ kita bicara mengenai penyamaan data spasial," katanya.

"Ketika bicara data spasial maka kita merujuk pada kebijakan satu data. Nah tadi sudah dibicarakan itu sebagai peluang tim perumus sudah merumuskan pentingnya one map policy itu sebagai platform untuk menyamakan data-data," imbuh Dalu Agung.

 

Data Berbeda

Banner Infografis Siap-Siap Sertifikat Tanah Elektronik. (Liputan6.com/Trieyasni)
Banner Infografis Siap-Siap Sertifikat Tanah Elektronik. (Liputan6.com/Trieyasni)

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat adanya perbedaan data terkait sebaran pertanahan di kementerian-kementerian terkait. Dengan begitu, diperlukan konsolidasi guna menjadikan basis data yang tepat.

Beberapa data pertanahan diantaranya dikantongi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, hingga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Asisten Deputi Penataan Ruang dan Pertanahan Kemenko Perekonomian Marcia Tamba mencontohkan, ada perbedaan data pelepasan kawasan hutan antara KLHK dan Kementerian ATR/BPN. Sehingga diperlukan survei lanjutan untuk memastikan luasan lahannya.

"Seperti untuk pelepasan kawasan htuan yang kami dengar hasil evaluasinya adalah data atau lahan yang sudah dilepas oleh kawasan hutan oleh KLHK itu datanya tidak sinkron dengan data yang ada di Kementerian ATR/BPN. Sehingga untuk melakukan proses sertifikasi ini perlu lagi ada survei-survei untuk melihat lagi kondisinya apakah memungkinkan untuk dapat sertifikat atau tidak," urai Marcia dalam Reforma Agraria Summit 2024, di Sanur, Bali, Jumat (14/6/2024).

Maka, kata dia, Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentan Percepatan Reforma Agraria meminta kedua kementerian itu melakukan survei bersama. Tujuannya mencocokan data lahan yang dimiliki masing-masing.

"Kemudian juga untuk dati lahan transmigrasi ini kalau kami lihat datanya berbeda-beda nih yang dimiliki oleh teman-teman di Kementerian Transmigrasi (Kemendes PDTT) kemudian dari teman-teman Bappenas yang ditetapkan targetnya di RPJMN ini berbeda," paparnya.

"Nah hal ini yang perlu kita dudukan bersama kira mungkin perlu diverifikasi ke lapangan bersama-sama supaya kita paling tidak memiliki dulu data-data yang sama," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya