Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri khawatir wealth management consulting (WMC) atau family office malah jadi sarana pencucian uang. Mengingat, sifat family office yang tak memungut pajak bagi dana-dana dari orang super kaya.
Dia mengatakan, wajah satu negara yang menerapkan family office adalah Singapura. Dia menuturkan, Singapura mulai memperketat family office imbas dari kekhawatiran atas praktik pencucian uang.
"Ada (potensi pencucian uang). Tapi gampang dideteksi kok. Di Singapura itu masalahnya. Cukup banyak family business office itu menjadikan Singapura pencucian uang. Jadi mereka sekarang lebih ketat. Ya, itu pencucian uang. Dan jangan-jangan ada judi online, narkoba, pelaku-pelakunya di luar, terus ya lewat nama orang, bikin family (office), bisa saja seperti itu," ujar Faisal, ditemui di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Advertisement
Dia mempertanyakan kesiapan instrumen hukum Indonesia untuk menghadapi tantangan tersebut. Apalagi, pengusaha super kaya yang mendatangu family office kerap mengejar kemudahan, salah satunya tanpa pajak.
Menurut dia, hal itu bisa dihadapi dengan adanya Financial Action Task Force (FATF). Indonesia sendiri sudah menjadi bagian FATF melalui keterlibatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Tidak ada lagi yang kebal. Ada yang namanya rezim FATF, Financial Action Task Force. Nah itu, lintas negara itu. Kayak Interpol-nya untuk money laundering segala macam begitu," ucapnya.
Â
Ingin Investasi yang Berkualitas
Dia turut mempertanyakan maksud dari pembentukan family office di Indonesia. Dia berharap ada tujuan jelas dan manfaatnya bagi Indonesia dari rencana tersebut. Dia bilang, Singapura pun mulai mengerem untuk pertumbuhan family office baru karena rawan akan pencucian uang.
"Kembali identifikasi masalah kita apa. Ya kan? Identifikasi masalah kita apa. Kita ingin investasi yang berkualitas, menyerap lapangan kerja banyak, kemudian alih teknologi, meningkatkan devisa, gitu-gitu ya, hampir nggak ada itu (dari family office)," tuturnya.
"Di Singapura yang hukumnya bagus segala macam saja, sekarang menahan diri, menciptakan, karena dia tidak mau lagi diperlakukan atau di-imagine-kan sebagai negara tempat nyuci uang. Faktanya begitu. 'Enggak, kita bisa'. Lihat, pusat data nasional. Mana nanti si yang punya duit itu 'wah nanti rahasia saya dihack' gitu-gitu. Investasi langit itu," Faisal Basri menambahkan.
Advertisement
Rencana Menko Luhut
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan usul pembentukan Wealth Management Centre (WMC) kepada Presiden Jokowi Widodo (Jokowi), untuk menjaring dana berbasis perusahaan keluarga (family office) dari luar negeri.
Menurut data dari The Wealth Report, Menko Luhut menyebut populasi individu super kaya raya di Asia diperkirakan akan tumbuh sebesar 38,3 persen selama periode 2023-2028. Peningkatan jumlah aset finansial dunia yang diinvestasikan di luar negara asal juga diproyeksikan akan terus meningkat.
"Berangkat dari trend tersebut, saya melihat adanya kesempatan bagi Indonesia untuk menarik dana-dana dari family office global," ujarnya melalui akun Instagram resmi @luhut.pandjaitan, Senin (1/7/2024).
Dari perhitungan terkini, ia menambahkan, ada sekitar USD 11,7 triliun dana kelolaan family office di dunia. Menurut dia, family office merupakan salah satu upaya untuk menarik kekayaan dari negara lain untuk pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan memiliki family office, bukan hanya meningkatkan peredaran modal di dalam negeri nantinya, tetapi juga menghadirkan potensi peningkatan PDB dan lapangan kerja dari investasi dan konsumsi lokal," kata Luhut.
Contoh Beberapa Negara
Saat ini ada beberapa negara di dunia yang menjadi tuan rumah dari aset tersebut. Dua di antaranya berasal dari Asia, yakni Singapura dengan 1500 family office, dan Hong Kong yang memiliki 1400 family office.
Namun, Luhut menilai, peningkatan kondisi geopolitik di Hongkong serta perubahan regulasi investasi di Singapura akhir-akhir ini meningkatkan risiko dan ketidakpastian investor.
"Inilah yang membuat Indonesia bisa mengambil kesempatan untuk menjadi alternatif dengan membentuk Wealth Management Centre, karena kondisi pertumbuhan ekonomi kita cukup kuat, kondisi politik pun juga stabil, serta orientasi geopolitik kita yang netral," tegasnya.
Â
Advertisement