Koperasi Ini akan Punya Kebun Sawit 5.657 Hektar di Merauke

Pada tahap awal, pembangunan kebun sawit berfokus pada area seluas 1.000 hektar.

oleh Tim Bisnis diperbarui 09 Jul 2024, 21:18 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2024, 21:18 WIB
Potret Pekerja Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh
Seorang pekerja mengangkut cangkang sawit di atas rakit di sebuah perkebunan sawit. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Liputan6.com, Jakarta Koperasi Serba Usaha Iska Bekai di Kabupaten Merauke, Papua Selatan memulai tahapan pembangunan perkebunan sawit berbasis masyarakat seluas 5.657,33 hektar. Pada tahap awal, pembangunan kebun sawit berfokus pada area seluas 1.000 hektar di Kampung Salam Epe dan Nakias, Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.

Ketua Koperasi Serba Usaha Iska Bekai, Abraham E. Yolmen menyampaikan apresiasinya kepada Bupati Merauke dan masyarakat, khususnya 17 marga yang memberikan dukungan termasuk masyarakat 4 kampung dari Salam Epe, Nakias, Taga Epe, dan Ihalik.

“Koperasi mandiri ini merupakan kebanggaan masyarakat Merauke dan Papua serta diharapkan menjadi percontohan bagi koperasi mandiri sawit di daerah lain,” ujar Abraham Yolmen melansir Antara, Selasa (9/7/2024).

Pembukaan lahan ini telah melewati berbagai proses sosialisasi dan persetujuan masyarakat, perizinan dan survei teknikal, termasuk IPL/IPK, timber cruising, analisis spasial (GIS/Geographic Information System), serta penunjukan kontraktor.

Setelah pembukaan lahan, akan dilanjutkan dengan tahap pembibitan dan penanaman hingga akhirnya memasuki tahap pemanenan. Koperasi Iska Bekai berkomitmen pada standard pembangunan sawit berkelanjutan (sustainability) dan tata kelola yang baik, tegasnya.

Koperasi Iska Bekai didirikan pada 13 Februari 2016 dan telah menjadi koperasi mandiri sejak mendapatkan arahan dari Pemerintah Daerah Merauke dan dukungan pemangku kepentingan, untuk berupaya mempercepat kemandirian. Dengan dukungan PT Tritama Lestari sebagai pendamping, Koperasi Iska Bekai kini mengelola manajemen koperasi mandiri, termasuk tenaga kerja dan keuangan secara mandiri.

Pejabat perwakilan dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Merauke, Mariana menyampaikan dukungan penuh terhadap inisiatif ini dan siap membina koperasi dari tahap pembukaan lahan hingga penjualan tandan buah segar (TBS).

“Koperasi Iska Bekai telah sesuai dengan regulasi pemerintah yaitu Permen Pertanian Nomor 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar dan ketentuan alokasi 20 persen untuk masyarakat,” ujar Mariana.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bukan Kawasan Hutan

Koperasi
Koperasi Serba Usaha Iska Bekai di Kabupaten Merauke, Papua Selatan memulai tahapan pembangunan perkebunan sawit berbasis masyarakat seluas 5.657,33 hektar.

Sedangkan menurut Yeri Reba, Kepala Bidang Perencanaan dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua Selatan, lahan yang akan digunakan untuk pembukaan kebun sawit memang sudah sesuai peruntukannya, bukan merupakan kawasan hutan.

Koperasi telah membayar iuran sesuai dengan ketentuan yaitu iuran PSDH-DR (Provisi Sumber Daya Hutan – Dana Reboisasi).

Sekretaris Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Merauke, Miftakhul Azizah mengharapkan koperasi Iska Bekai bisa mewujudkan manfaat koperasi untuk masyarakat sekitar, khususnya untuk masyarakat 17 marga di empat kampung yang menjadi anggota koperasi.


Ikuti Standar

Potret Pekerja Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh
Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Edward Ginting dari PT Tritama Lestari, selaku pendamping koperasi Iska Bekai, menambahkan bahwa koperasi berkomitmen pada standard pembangunan kebun kelapa sawit berkelanjutan.

Diantaranya melestarikan hutan bernilai konservasi tinggi (NKT/Nilai Konservasi Tinggi) melalui perlindungan area keramat, sepadan sungai, daerah rawa/lahan basah, mata air dan sumber kehidupan penting bagi masyarakat.

“Serta penerapan proses Persetujuan Bebas Didahulukan dan Tanpa Paksaan atau FPIC (Free, Prior, and Informed Consent). Semua proses pengambilan dilakukan melalui sosialisasi dan persetujuan anggota koperasi, ketua marga, kepala kampung, dan ketua adat, serta pemerintah setempat,” tambah Edward Ginting.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya