Teten Masduki Bongkar Setumpuk Alasan UMKM Tak Bisa Bersaing Online

banyak produk UMKM tak mampu bersaing dengan merek asing di pasar digital. Menurut Teten Masduki, pelaku usaha mikro tak akan bisa menguasai ranah digital selama produk-produk luar dengan harga miring masih bertebaran online.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 24 Jul 2024, 17:30 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2024, 17:30 WIB
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta ternun Karaja Sumba bisa dijual dengan harga tinggi.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta ternun Karaja Sumba bisa dijual dengan harga tinggi. (dok: humas)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki membeberkan sederet alasan mengapa para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) belum bisa bersaing di pasar digital. 

Menurut hasil evaluasi timnya, Teten Masduki mengatakan, masalah utamanya bukan karena UMKM lokal tak punya animo untuk masuk ke pasar online. Namun lebih kepada kemampuan produksi barang tak bisa menyaingi perusahaan-perusahaan besar. 

"Kebanyakan dari UMKM kita terutama yang di kuliner, termasuk yang di fashion juga, kapasitas produksinya enggak bisa untuk pasar nasional. Sehingga banyak yang tidak bisa bertahan lama di e-commerce," ungkapnya saat ditemui di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu (24/7/2024).

Selain itu, Teten menambahkan, banyak produk UMKM juga tak mampu bersaing dengan merek asing di pasar digital. Menurutnya, pelaku usaha mikro tak akan bisa menguasai ranah digital selama produk-produk luar dengan harga miring masih bertebaran online

"Isu sekarang yang kami evaluasi bukan soal berapa banyak UMKM masuk di online-nya, tapi berapa kompetitifnya di sana. Kalau misalnya harus produk asing masih leluasa seperti sekarang, UMKM kita pasti kalah bersaing," ucapnya. 

"Tadi misalnya, roti aja sudah kalah. Apalagi produk fashion. Produk kita pasti lebih mahal daripada produk mereka, karena bahan bakunya kita impor. Sebanyak 90 persen kan akhirnya kita hanya jadi pedagang produk luar. Itu kita evaluasi," tegas Teten. 

Sehingga, ia menyimpulkan bahwa problem soal UMKM bukan tidak siap menjemput kemajuan zaman, tapi kalah bersaing. Pemerintah disebutnya juga terus memperkuat regulasi terkait sektor perdagangan online. 

Semisal tercantum di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023. Aturan ini melarang penjualan barang jadi dari luar negeri di platform e-commerce, dengan harga di bawah USD 100 per unit.

"Karena itu penting proyeksi terhadap pengaturan perdagangan di online. Kita sudah batasin kan, enggak boleh lagi yang crossborder di bawah USD 100 (dijual di platform online). Itu lumayan, karena jadi enggak jalan produk itu," pungkas Teten. 

Ekspor UMKM Indonesia Kalah dari Malaysia dan Thailand

Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid menyoroti masih minimnya porsi ekspor dari UMKM lokal.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mencatat jumlah UMKM di Indonesia menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Namun, Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid menyoroti masih minimnya porsi ekspor dari UMKM lokal.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mencatat jumlah UMKM di Indonesia menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Namun, Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid menyoroti masih minimnya porsi ekspor dari UMKM lokal.

Dia mencatat, 65 juta UMKM Indonesia mampu menyerap 97 persen tenaga kerja. Jumlah ini juga disebut setara dengan 90 persen UMKM di Asean. "Ini adalah potensi yang juga harus kita rayakan, untuk itu sekali lagi kami ingin supaya jelas bahwa umkm itu adalah pejuang, pejuang UMKM Indonesia," ungkap Arsjad dalam Pesta Rakyat UMKM Indonesia, di JCC Senayan, Jakarta, Senin (22/7/2024).

Kendati begitu, dia mengantongi data lainnya. Khususnya terkait porsi ekspor produk UMKM yang baru menyentuh 15 persen dari jumlah total tadi. Angka ini berada di bawah perolehan Malaysia dan Thailand.

"Namun kita belum boleh berpuas diri, terlebih baru 15 persen UMKM Indonesia yang menembus ekspor dan angka ini terbilang jauh bila kita bandingkan nilai ekspor tetangga kita di di Asean seperti di Malaysia di angka 17,3 persen dan Thailand di angka 28,7 persen," tuturnya.

Arsjad menemukan banyak keluhan dari pelaku UMKM yang belum bisa merambah ke pasar ekspor. Mulai dari sulitnya memilih agen eskportir hingga mencari mitra negara tujuan ekspor.

"Beberapa kali saya membaca DM yang komentar ini di Instagram dari pelaku UMKM yang bingung bagaimana cara menembus pasar ekspor. Misalnya kesulitan mencari jasa ekspor yang kredibel, susah mencari informasi mitra negara tujuan dan akses ekspor dan masih banyak lagi," urainya.

Strategi Perluas Pasar

Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, Arsjad menerangkan sudah ada wadag di Kadin Indonesia untuk membantu UMKM merambah pasar internasional. Wadah yang disebut Kadin Wiki Export ini dinilai jadi upayanya mendukung program pemerintah.

"Nah untuk menjawab kebingungan tersebut. Kadin Indonesia sebagai mitra strategis yang berkomitmen dalam mendukung agenda pemerintah, kami hadir. Di Kadin kami berkomitmen untuk mendukung UMKM Indonesia untuk naik kelas dan menembus pasar ekspor," katanya.

"Tahun ini Kadin berkomitmen mendorong lebih banyak lagi UMKM mengakses pasar internasional. Melalui Kadin Wiki Ekspor dengan 50 program, Kadin mendukung lebih dari 200 UMKM untuk mendapatkan pelatihan bersertifikasi ekspor dan menjadi pusat informasi resmi tentang ekspor-impor," pungkasnya.

Infografis Ragam Tanggapan Pasar Tanah Abang dan Produk UMKM Tergerus Lapak Online. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Pasar Tanah Abang dan Produk UMKM Tergerus Lapak Online. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya