Liputan6.com, Jakarta Permintaan migas global diperkirakan mencapai puncaknya tahun 2029. Sebab itu industri hulu minyak dan gas perlu mendapat insentif untuk menggenjot investasi guna meningkatkan produksi.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, mengatakan, produksi migas haru dioptimalkan hingga tahun 2029 sebelum permintaan mulai turun kembali. Sebab itu, Insentif non-fiskal seperti izin dan pembebasan lahan dari pemerintah sangat penting bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama untuk terus berinvestasi di Indonesia.
Baca Juga
“Perubahan profil investor dan potensi biaya tambahan dari satgas yang dibentuk pemerintah menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan investasi migas ke depan,” kata Moshe, di Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Dalam laporan BMI, sebuah unit riset Fitch Solutions, Indonesia dan Malaysia diproyeksikan menjadi pusat investasi hulu migas di Asia Tenggara. Hal ini didorong penemuan baru ladang gas alam cair (LNG) serta inisiatif proyek penangkapan karbon di kedua negara.
Advertisement
Menurut BMI, total belanja modal (capex) empat perusahaan migas utama di ASEAN diperkirakan mencapai USD 24 miliar pada tahun 2024, naik 8 persen dari tahun sebelumnya. Tahun 2025 total capex akan menjadi USD 31 miliar, di atas perkiraan awal USD 22 miliar.
BMI mencatat sebagian besar belanja modal akan difokuskan pada pengembangan ladang gas alam dan infrastruktur LNG dan regasifikasi. Investasi ini diharapkan mendominasi sektor hulu migas di kawasan tersebut.
“Pertumbuhan produksi gas alam diproyeksikan meningkat mulai 2025 dan seterusnya karena BUMN migas bersiap mengembangkan jaringan proyek di negara-negara tersebut,” tulis BMI.
BUMN Migas
BMI memperkirakan, BUMN migas di ASEAN akan mempertahankan belanja modal yang tinggi untuk meningkatkan produksi gas alam, dengan pertumbuhan produksi gas antara 2024-2028 mencapai 4,7 persen year on year (yoy). Ini merupakan peningkatan signifikan dibandingkan pertumbuhan rata-rata -1,4 persen yoy selama 2019-2023.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan, hingga tahun 2029 investasi sektor hulu migas Indonesia akan mencatatkan portofolio signifikan dengan total 141 proyek senilai USD 36,25 miliar, atau setara Rp543 triliun.
Enam merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan nilai investasi USD 32,47 miliar setara Rp487 triliun, sementara 135 proyek non-PSN senilai USD 3,78 miliar setara Rp57 triliun.
Advertisement
Hulu Migas
Data SKK Migas juga mencatat, investasi sektor hulu migas sepanjang 2024 akan mencapai USD 16 miliar. Dengan asumsi setiap US$1 yang dibelanjakan memberi nilai tambah 5,4 kali lipat maka multiplier effect ekonomi yang diciptakan mencapai USD 86 miliar, atau setara Rp1.380 triliun.
Hingga tahun 2029, total investasi sektor hulu migas diperkirakan Rp543 triliun dengan potensi nilai tambah Rp2.932 triliun. Jumlah ini setara anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) saat ini.
Adapun tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sektor hulu migas saat ini sudah di atas 58%, melampaui target pemerintah sebesar 50 persen. Hal ini menunjukkan bahwa investasi besar di sektor hulu migas tidak hanya menguntungkan perusahaan asing tetapi juga pengusaha nasional. Dampak positif lainnya termasuk peningkatan penyediaan lapangan kerja dan penguatan sektor ekonomi domestik.