Rupiah Dihantam Data Tenaga Kerja AS, Turun Jadi Segini

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan rupiah akan berada di rentang 15.350 per dolar AS sampai dengan 15.500 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

oleh Arthur Gideon diperbarui 09 Sep 2024, 11:00 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2024, 11:00 WIB
dolar ke rupiah
Pada Senin (9/9/2024), nilai tukar rupiah melemah 97 poin atau 0,63 persen menjadi 15.475 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.378 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada pembukaan perdagangan di awal pekan ini. Pelemahan nilai tukar rupiah ini dipengaruhi data tenaga kerja Non-Farm Payrolls (NFP) AS yang lebih rendah dari perkiraan.

Pada Senin (9/9/2024), nilai tukar rupiah melemah 97 poin atau 0,63 persen menjadi 15.475 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.378 per dolar AS.

"Data pasar tenaga kerja AS terkini memberikan sinyal beragam kepada pasar, yang menyebabkan pergerakan dolar AS berfluktuasi," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dikutip dari Antara.

Josua menuturkan Non-Farm Payrolls (NFP) AS pada Agustus 2024 menambahkan 142 ribu pekerjaan, yang lebih rendah dari estimasi konsensus sebesar 165 ribu.

Tingkat pengangguran AS pada Agustus 2024 turun menjadi 4,2 persen dari 4,3 persen pada Juli 2024, namun sesuai dengan ekspektasi pasar.

Meskipun sinyal beragam dari pasar tenaga kerja, investor masih meningkatkan ekspektasi mereka terhadap pemotongan suku bunga AS Fed Funds Rate (FFR) dari 100 basis poin (bps) pada 2024 menjadi 125 bps, menambahkan pemotongan suku bunga 50 bps lagi pada Desember 2024.

Pada sisi lain, investor juga khawatir tentang pertumbuhan ekonomi AS. Kekhawatiran tersebut tercermin dari kinerja pasar saham yang lebih lemah. DJIA, S&P500, dan NASDAQ turun masing-masing sebesar 1,01 persen, 1,73 persen, dan 2,55 persen.

Ekspektasi tersebut juga mendorong imbal hasil (yield) US Treasury 10 tahun yang lebih rendah sebesar dua bps menjadi 3,71 persen.

Dari sisi internal, Bank Indonesia (BI) telah merilis data cadangan devisa, yang meningkat sebesar 4,8 miliar dolar AS menjadi 150,2 miliar dolar AS pada Agustus 2024, didukung oleh aliran masuk dana asing dan pencairan pinjaman luar negeri.

Ia memproyeksikan rupiah akan berada di rentang 15.350 per dolar AS sampai dengan 15.500 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

Rupiah Bakal Menguat pada Kuartal Tiga 2024, Ini Syaratnya

Hari Ini Rupiah Kembali Melemah Tembus Rp16.413 per Dolar AS
Bank Indonesia (BI) juga menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah ini sejalan dengan pergerakan mata uang Asia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Chief Economist Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta prediksi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS bisa menguat di bawah  16.000 atau di kisaran  15.900 pada kuartal tiga 2024.

Pergerakan Rupiah, menurut Rangga sangat bergantung pada pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS).

"Ekspektasi The Fed memangkas suku bunga pada akhir tahun ini. Bulan lalu market ekspektasi apa penurunan 2-3 kali. Prediksi market sekarang The Fed akan melakukan penurunan hingga 5 kali. Semakin besar harapan pemangkasan. Sisa 3 meeting The Fed kemungkinan akan memotong lebih besar dari 25 basis poin," ujar Rangga, dalam acara Mandiri Sekuritas Economic and Market Outlook, Rabu (7/8/2024). 

Meskipun Rupiah diproyeksikan menguat pada kuartal tiga, Rangga memperkirakan nilai tukar rupiah akan kembali di level Rp 16.000 pada kuartal IV. Dia menuturkan, pada periode tersebut, nilai tukar rupiah akan mengalami tekanan dari dalam dan luar negeri.

Adapun jika The Fed melanjutkan penurunan suku bunga hingga semester pertama 2025, maka Rupiah akan kembali menguat. 

 

Pemilu AS

Dari luar negeri, Rangga menuturkan nilai tukar rupiah akan mengalami tekanan dari Pemilu AS. Salah satunya survei yang menunjukkan calon presiden AS dari Republik, Donald Trump mengungguli bakal calon dari Demokrat, Kamala Harris.

"Ini menimbulkan kekhawatiran Amerika akan agresif terhadap China. Kita tahu kita ekspor ke China itu hampir 25 persen. Jadi kalau ekonomi China makin terganggu, pasti ekspor kita ke sana juga terganggu,” ujar dia. 

Sedangkan dari dalam negeri penyebabnya adalah peralihan pemerintahan baru seperti pengumuman kabinet terkait ekonomi dan kebijakan ekonominya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya