Usulan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Abaikan Hak Hidup Masyarakat

Usulan Kemenkes untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek tersebut berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat serta menekan perekonomian nasional.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 24 Sep 2024, 14:34 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2024, 13:00 WIB
Bungkus Rokok atau Kemasan Rokok
Kemasan rokok polos tanpa merek berisiko mendiskriminasi kelompok-kelompok masyarakat kecil, termasuk pedagang asongan yang telah berkontribusi pada pendapatan negara melalui cukai. Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - DPR menyoroti dampak ekonomi rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang termuat dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Kebijakan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.

Anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo menyoroti bahwa kebijakan kemasan rokok polos mengabaikan hak-hak hidup masyarakat yang bergantung pada industri tembakau.

Menurutnya, kemasan rokok polos tanpa merek berisiko mendiskriminasi kelompok-kelompok masyarakat kecil, termasuk pedagang asongan yang telah berkontribusi pada pendapatan negara melalui cukai. Dampak itu terasa signifikan bagi tenaga kerja dan petani tembakau, yang selama ini menggantungkan hidup pada industri hasil tembakau.

"Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakadilan dalam proses pembuatan peraturan yang seharusnya melibatkan semua pihak. Termasuk kementerian/lembaga terkait, tanpa adanya unsur diskriminatif," kata Firman, Selasa (24/9/2024).

Firman menyoroti beleid RPMK yang bertentangan dengan RUU Komoditas Strategis Nasional (RUU KSN). Ia menyebutkan aturan ini sebagai turunan dari undang-undang, tidak boleh mengintervensi atau menganulir ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang utama.

Sementara Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyatakan, tembakau adalah komoditas unggulan nasional yang menghidupi jutaan orang, mulai dari petani, pekerja, hingga peritel.

Rahmad mengingatkan, dampak dari kebijakan ini dapat menghimpit industri hasil tembakau secara keseluruhan, yang berdampak luas pada lapangan pekerjaan. Terutama di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sektor-sektor lainnya.

"Kami menyerukan perlunya keseimbangan dan keadilan dalam pembuatan kebijakan. Agar tidak menimbulkan masalah baru dalam upaya pengendalian," papar dia.

Lebih lanjut, ia menyoroti banyaknya kebijakan yang telah dirasakan oleh sektor pertembakauan seperti kenaikan tarif cukai hasil tembakau terlampau tinggi yang telah mendorong penyebaran rokok ilegal. RPMK yang memaksa kemasan rokok polos tanpa merek diyakini kian memperparah kondisi sebelumnya.

"Terkait dengan pihak yang harus dilindungi, saya mengajak semua pihak untuk menyelesaikan dengan duduk bersama," tegas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Hak Kekayaan Intelektual

Bungkus Rokok atau Kemasan Rokok
Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Senada, Anggota Komisi IX DPR RI lainnya Nur Nadlifah menyoroti permasalahan dalam proses pembuatan peraturan yang dianggap tidak melibatkan parlemen sama sekali. RPMK maupun PP 28/2024 tidak sesuai dengan kesepakatan awal antara parlemen dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada saat pembahasan UU Omnibus Kesehatan.

RPMK dan PP 28/2024 dinilainya bertentangan dengan banyak aspek dan aturan lainnya, seperti melanggar perlindungan hak kekayaan intelektual hingga Perpres Nomor 68/2021. Yang mengamanatkan Peraturan Menteri perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang berkualitas, harmonis, tidak sektoral, serta tidak menghambat kegiatan masyarakat dan dunia usaha. Aturan ini juga dipandang melampaui batas wewenang Kemenkes.

"Kami mendapat banyak masukan dari konstituen mengenai rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang sudah melewati batas wewenang Kemenkes dan PP 28/2024 yang bermasalah untuk berbagai industri," tutur Nadlifah.

Parahnya lagi, lanjutnya, usulan Kemenkes untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek tersebut berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat serta menekan perekonomian nasional.

"Kebijakan ini sangat berbahaya karena justru bisa membuka peluang beredarnya rokok ilegal sekaligus mempersulit pemerintah dalam mengatur penerimaan cukai," ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya