Perdana, Mafia Tanah di Dago Elos Bandung Dijerat Pasal Pencucian Uang

Kementerian ATR/BPN mengungkap kasus mafia tanah yang terjadi di Kota dan Kabupaten Bandung dengan nilai kerugian mencapai Rp 3,6 triliun.

oleh Arthur Gideon diperbarui 14 Nov 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2024, 20:30 WIB
Nusron Wahid
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid . (Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid memberikan kabar terbaru mengenai kasus mafia tanah di Dago Elos, Bandung, Jawa Barat. Nusron menjelaskan, saat ini kasus tersebut ditindaklanjuti sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Ada kabar menggembirakan pada pekan lalu Kepolisian Daerah Jawa Barat bersama dengan tim Satgas Mafia Tanah sudah melakukan gelar perkara atas kasus penyerobotan tanah di Dago Elos yang nilai ekonominya mencapai Rp 3,6 triliun di mana tindak pidana murninya sudah terbukti serta (pelaku) sudah divonis 3,5 tahun penjara, dan mulai ditindaklanjuti dengan tindak pidana pencucian uang atau TPPU," kata Nusron Wahid dikutip dari Antara, Kamis (14/11/2024).

"Ini merupakan yang pertama di mana mafia tanah sudah berhasil dilakukan tindak pidana pencucian uang dan sudah terbukti," tambah dia.

Dengan dijerat melalui TPPU ini, lanjutnya, maka aparat hukum nantinya akan melacak (tracing) aset-aset dan kekayaan para pelaku mafia tanah tersebut, serta kemudian akan disita oleh negara.

"Selanjutnya nanti kalau itu memang merupakan milik masyarakat akan dikembalikan ke masyarakat, untuk mengganti rugi ke masyarakat, dan bukti-buktinya sudah jelas dari pihak kepolisian, kejaksaan kepada kami sebagai ATR/BPN," kata Nusron.

Nusron menyampaikan terima kasih kepada pihak kepolisian, khususnya kepada Polda Jawa Barat.

Sebagai informasi, Kementerian ATR/BPN mengungkap kasus mafia tanah yang terjadi di Kota dan Kabupaten Bandung dengan nilai kerugian mencapai Rp 3,6 triliun.

Di Dago Elos, Kota Bandung, kasus mafia tanah yang berhasil diungkap kali ini total kerugian yang berhasil diselamatkan sebesar Rp 3,6 triliun. Kasus lainnya terjadi di Kabupaten Bandung total kerugian yang dapat diselamatkan sebesar Rp 51,39 miliar.

Kementerian ATR/BPN melalui Satgas Anti-Mafia Tanah yang berkolaborasi dengan kepolisian, kejaksaan, serta pemerintah daerah (Pemda) terus bekerja untuk menggebuk para mafia tanah di berbagai daerah dan melibatkan peran aktif partisipasi masyarakat.

Menteri ATR Sebut Mafia Tanah Bisa Dijerat Pasal TPPU

Presiden terpilih Prabowo Subianto memanggil Nusron Wahid ke kediamannya di Jalan Kertanegara
Presiden terpilih Prabowo Subianto memanggil Nusron Wahid ke kediamannya di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta pada hari ini, Senin (14/10/2024).

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan, tidak akan memberi ruang kepada para mafia tanah.

Dalam hal penindakan hukum, para pelaku nantinya juga akan dikenakan dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hingga ke akar-akarnya.

 "Untuk mafia tanah kita zero toleransi, akan kita gas terus, dan yang sudah terbukti salah akan kita kenakan pasal berlapis. Tidak hanya tindak pidana umum, tapi kita akan kejar sampai TPPU-nya, sampai penggunaan duitnya, tempat menyempat duitnya supaya dikembalikan kepada negara, kalau itu tanah negara," ujar Nusron di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/11/2024).

Dalam lingkup ATR/BPN terdapat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), yeng bertugas dalam penyidikan tindak pidana dalam bidang pertanahan. Namun untuk kebijakan tindak pidana dalam TPPU, PPNS tidak memiliki kewenangan dalam hal tersebut.

Oleh sebab itu, kata Nusron, pihaknya harus menggandeng aparat penegak hukum seperti Polri atau Kejaksaan.

"Itulah kenapa kami datang ke Pak kapolri dan jajarannya untuk diskusi karena beliau yang punya penyelidikan dan penyidikan. Kami memang ada PPNS tapi tidak punya kewenangan untuk menyidik, yang punya kewenangan untuk menyidik adalah tetap APH, yaitu aparat penegak hukum," jelas Nusron.

"Nah sampai kepada ke sana, tentu itu membutuhkan pemahaman dan subjektivitas aparat hukum, yaitu penyidik," sambungnya.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya